15. TERSANGKA BARU

18 4 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.


Terry menatap tajam ke arah cowok berambut coklat yang duduk tenang di pojok perpustakaan, tenggelam dalam buku di tangannya. Sorot mata Terry begitu intens, seolah mencoba mengurai misteri yang tersembunyi di balik sosok itu. Di sampingnya, Ben mengerutkan alis, bingung melihat temannya yang begitu fokus. Penasaran menyelimuti pikirannya.

Ben akhirnya menepuk bahu Terry, membuat Terry sedikit tersentak dan menoleh. "Kenapa?" gumam Terry, masih mempertahankan ekspresi seriusnya.

"Lo kenapa ngeliatin dia terus?" tanya Ben, mengisyaratkan dagunya ke arah cowok itu.

Terry menghela napas. "Dia tersangka terbaru yang gue curigai sebagai dalang pembunuhan Cika."

Ben menatapnya tajam, rasa penasaran tercermin di wajahnya. "Serius? Kok bisa lo curiga sama dia?"

"Saat gue nyelinap ke kamar Cika, gue nemuin buku hariannya. Di dalamnya, ada fotonya. Nggak cuma dia sih, ada beberapa orang lainnya. Tapi gue paling curiga sama dia karena namanya selalu muncul hampir di setiap lembar yang ditulis Cika," jelas Terry dengan nada serius.

Ben terdiam sejenak, mencerna informasi yang baru didengarnya. "Jadi cuma karena itu, lo langsung nyimpulin kalo dia tersangka?"

Terry mengangguk pelan, sorot matanya tetap tajam. "Sekecil apa pun masalah seseorang dengan korban, kalau ada motif dan kedekatan yang jelas, kita harus curiga. Itu bukti awal yang nggak bisa kita abaikan."

Ben terdiam lagi, memikirkan kata-kata Terry. Rasa penasarannya kian bertambah. Akhirnya, ia bertanya, "Emangnya siapa nama tuh cowok?"

Terry tak mengalihkan pandangannya sedikit pun saat menjawab. "Bian."

Nama itu menggema dalam keheningan perpustakaan, menambah nuansa misterius yang mengitari mereka berdua. Ben pun mulai menatap Bian dari sudut matanya, mencoba mencari tanda-tanda mencurigakan di sosok cowok berambut coklat itu. Bian tetap tenggelam dalam bukunya, tak menyadari bahwa ada dua pasang mata yang memandangnya dengan penuh curiga.

Terry tetap fokus, memperhatikan setiap gerak-gerik kecil Bian. Ben yang awalnya tak terlalu tertarik, kini semakin ingin tahu.

"Lo yakin ini bukan cuma firasat Lo doang?" bisik Ben, hampir tanpa suara.

Terry menggeleng pelan. "Gue percaya sama firasat, Ben. Tapi gue juga butuh bukti nyata. Kebetulan yang terus muncul berulang kali kayak gini nggak bisa diabaikan."

***

Steve berjalan mendekat ke arah Terry yang tiduran di brankar UKS. Cowok itu mendudukkan dirinya di kursi yang ada di sana.

"Gue udah tau siapa nama mantan pacar Cika," ungkap Steve.

"Siapa?" Terry bertanya seraya menoleh menatap Steve.

"Mike," balas Steve.

Terry terdiam.

"Gue curiga kalo Mike itu pelaku pembunuhan dari Cika, dan bunga-bunga yang lo maksud itu jadi masuk akal kalo Mike pelaku sebenarnya."

Terry masih terdiam.

"Lo bilang, bunga anyelir kuning itu penolakan dan kekecewaan sedangkan bunga forget me not itu artinya cinta sejati. Apalagi bunga mawar hitam itu balas dendam. Jadi masuk akal kan kalo Mike pembunuhnya?"

Terry tetap terdiam.

"Ry? Kita udah nemuin pelaku sebenarnya!"

“Belum!” jawab Terry tegas, memecah harapan Steve.

Steve tampak bingung. “Maksud lo?”

Terry menatapnya tajam. “Meski Mike punya banyak alasan untuk jadi tersangka, kita belum nemuin senjata pembunuhannya. Kita nggak bisa tuduh dia tanpa bukti yang kuat, Steve.”

Steve terdiam, meresapi jawaban itu.

“Untuk membuktikan seseorang bersalah, kita butuh bukti. Bukti kuat yang nggak bisa dibantah.”

Suasana hening menyelimuti mereka. Steve hanya bisa terdiam, mencerna peringatan Terry.

“Kagak ada pembunuhan yang sempurna, Steve. Di setiap pembunuhan, pasti ada celah yang ditinggalin pelakunya,” lanjut Terry, suaranya penuh tekad.

“Dan gue masih ragu sama TKP-nya. Apakah gudang belakang itu benar-benar TKP? Atau ada tempat lain yang kita belum pernah lihat? Gudang itu terlalu bersih tanpa jejak darah sedikit pun kalau benar itu tempat kejadian. Lo nggak curiga sama sekali? Atau cuma gue yang merasa ada yang aneh?”

Steve hanya bisa terdiam, keraguan mulai menyeruak di benaknya. Mungkinkah dia melewatkan sesuatu yang penting? Hawa dingin merayap di punggungnya saat ia mengingat detail demi detail yang mereka temukan. Semuanya terasa seperti puzzle yang belum lengkap.

Terry melanjutkan, suaranya nyaris berbisik, “Gue nggak percaya semuanya sesimpel itu. Pasti ada sesuatu yang luput dari perhatian kita. Mungkin bukan di gudang itu, atau mungkin di tempat yang bahkan nggak pernah kita duga.”

Mata Steve menatap Terry, kali ini dengan kesadaran baru. Kecurigaan Terry bukan sekadar firasat. Ini seperti perasaan yang menghantui, seakan bayangan kebenaran tersembunyi tepat di depan mata mereka.

“Jadi, kita bakal nyelidikin tempat lain?” tanya Steve, suaranya perlahan tapi penuh keyakinan.

Terry mengangguk. “Iya. Kita bakal balik lagi ke sana malam ini. Kita periksa semua tempat yang bisa jadi petunjuk. Pembunuhan ini, Steve, gue yakin nggak sesederhana yang kita kira.”

Dan dengan tekad yang bulat, keduanya tahu bahwa malam ini mereka akan kembali menyusuri jejak yang tertinggal—jejak yang mungkin akhirnya akan membuka tabir misteri kematian Cika.

__________



Jangan lupa komen dan vote
Dan semoga tetap stay baca cerita ini



Mysterious Invitation (TXT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang