16- RUMAH AFGA

2 1 0
                                    

“Cape juga bagian dari proses.” -Afga

🎀 HAPPY READING 🎀

Lentera turun dari atas motor trail Afga. Ia melepaskan helm nya. Lalu menatap rumah bercat ungu di depan nya. Tadi sepulang sekolah, Afga mengajak nya untuk ikut pulang ke rumah nya. Awalnya Lentera menolak karena takut. Tapi pada akhirnya ia menurut juga setelah di bujuk oleh Afga.

“Ayo masuk!”

“Iya.”

Keduanya berjalan masuk ke dalam rumah tersebut seraya bergandengan tangan. Lentera meremat tangan Afga kuat pertanda ia takut dan tegang.

“Jangan tegang, santai aja.” Afga merangkul bahu Lentera.

Lentera menghela nafasnya panjang, “Iya.”

“Bunda! Afga pulang!” teriak Afga memasuki rumahnya.

Arini terlihat keluar dari dapur dengan masih menggunakan celemek. Wanita paruh baya itu menatap putranya yang berjalan menghampiri nya. Afga mengecup pipi Arini seperti biasanya. “Tumben pulang cepat? Nggak main dulu?” tanya Arini heran.

Afga hanya cengengesan. “Pengen makan siang bareng Bunda.”

“Inget juga kamu sama rumah.” mata Arini kini tertuju kepada gadis yang berdiri di belakang tubuh Afga. “Ini siapa Af?”

Afga bergeser membuat Arini dapat melihat Lentera. Gadis itu tersenyum dan menunduk sekilas untuk menyapa Arini dengan sopan. Arini tersenyum lebar melihat Lentera.

“Kamu anak nya Pak Dito ya?” tanya Arini antusias, lalu menggiring Lentera untuk masuk ke dapur dan mendudukkan nya di salah satu kursi di meja makan.

“I-iya bu.” rasanya bibir Lentera sangat kelu untuk menyebut pria brengsek itu sebagai ayah nya.

“Jangan panggil Bu dong, panggil bunda aja. Kamu pacar nya Afga ya? Soalnya tumben dia bawa pulang cewek. Terakhir kali sih cuma Alyssa yang di bawa ke sini.” ujar Arini. Lentera tersenyum canggung, bingung harus menjawab apa.

“Gimana kabar Pak Dito sama Bu Lamaya?” tanya Arini seraya meletakkan segelas jus jeruk di hadapan Lentera.

Lentera terdiam, ia bingung harus menjawab apa. Tangannya meremas kuat rok abu-abu nya di balik meja. Rasanya sangat jijik mendengar nama pria brengsek itu di sebutkan.

“Masak apa nih bund?” tanya Afga seraya melongok panci yang ada di atas kompor yang menyala. Sengaja juga untuk mengalihkan pembicaraan.

Arini segera mendekat ke kompor, “Oh iya, Astaga Bunda lupa kalau lagi masak.”

Afga tertawa lalu mendudukkan dirinya di samping Lentera. Tangannya menggenggam tangan Lentera yang terkepal kuat. Matanya memandang sendu Lentera yang menatap nya kosong.

“Jangan di lukai lagi.” bisik Afga seraya membuka kepalan tangan Lentera yang bisa saja kembali melukai telapak tangannya dengan kuku tajamnya akibat terlalu keras mengepalkan tangannya.

Lentera cemberut seraya menunduk menatap tangannya yang di genggam tangan Afga. Pemuda itu tersenyum hangat melihat Lentera yang murung.

Pemuda itu menarik dagu Lentera agar tidak menunduk lagi. “Lo punya mahkota, Lentera. Jangan terlalu nunduk! Nanti mahkota lo jatuh,” ucap Afga seraya menatap Lentera dengan dalam.

Jantung Lentera berdebar kencang mendengar ucapan Afga. Pipinya merona bersama dengan sudut bibirnya yang terangkat membentuk sebuah senyuman. Hatinya berdesir hangat, ia merasa begitu di hargai dan di hormati sebagai perempuan oleh Afga.

Don't worry, gue selalu ada buat lo.” Lentera mengangguk.

“Ayo kita makan. Bunda udah masak sop iga, ikan goreng, sama tumis kangkung. Buat penutupnya bunda bikin pie buah.” Arini datang seraya membawa hasil masakan nya di bantu oleh dua asisten rumah tangga nya.

Mereka bertiga melakukan makan siang dengan sesekali melontarkan candaan. Lentera rasanya merindukan ibunya. Dulu ia beberapa kali pernah makan siang bersama ibunya.

“Ibu! Sayur bayam sama tempe goreng kesukaan ibu udah matang nih.” Lentera membawa sepiring nasi lengkap dengan lauknya.

Ibunya tersenyum seraya bertepuk tangan kecil, “Lentera bikin buat ibu?” tanya wanita paruh baya itu seraya bertepuk tangan riang.

Lentera tersenyum lebar, “Ya jelas dong. Katanya ibu pengen makan ini.”

Amira tertawa senang, namun kemudian dia tiba-tiba menangis. “Tapi ibu mau makan bareng Dito.” rengek Amira.

Lentera yang tengah menuangkan air putih pun terhenti, matanya menyendu. Ibu nya tinggal di rumah terpisah dari mansion ayahnya. Amira di kurung layaknya Rapunzel di dalam kastil, karena Dito tak membiarkan orang-orang mengetahui bahwa Amira adalah wanita yang pernah di perkosa nya. Bertahun-tahun Amira di kurung di rumah dua lantai itu, seakan-akan Amira adalah seekor burung yang terjebak di dalam sangkar emas. Citra baik Dito dapat hancur bila mana orang-orang tau bahwa ia pernah memiliki anak dengan orang gila seperti Amira.

Ia bahkan membuat seakan-akan Lentera adalah anak nya dengan Lamaya. Memang Lentera di terima baik oleh Lamaya dan Edeline, mereka tidak seperti di film-film yang suka menyiksa. Tapi Lentera tetap merasa tidak nyaman. Lentera yang awalnya di paksa untuk tinggal di mansion akhirnya lebih memilih untuk tinggal di rumah yang dijadikan kurungan untuk ibu nya.

“Pria tua itu sibuk bu.” Lentera mengusap-usap rambut ibu nya lalu mengikatnya menjadi kuncir kuda.

Amira menunduk sedih, “Kok kamu panggil dia pria tua? Kamu harus sopan, Lentera. Dia ayah kamu.” Amira terlihat marah namun sorot matanya menggambarkan kesedihan.

Ini yang Lentera tak suka dari ibunya. Wanita ini begitu menjunjung kesopanan, padahal pria semacam Dito Mahesa tidak pantas untuk dihormati.

“Lentera!”

Gadis yang dipanggil namanya itu mengerjapkan matanya, barusan ia melamun lagi. Lentera menoleh ke arah Afga.

“H-hah?”

Afga mengusap punggung tangan sebelah kiri Lentera. “Jangan ngelamun. Ayo makan pie nya,” ucap Afga seraya menyuapkan pie buah berukuran kecil.

Lentera menerima suapan dari Afga. “Enak.” ucapnya reflek saat merasakan pie itu.

Arini tersenyum mendengar nya. “Itu kesukaan Afga tau. Nanti kapan-kapan bunda ajarin kamu bikin pie nya ya?”

Lentera mengangguk dengan senyum lebarnya. “Iya, Bunda. Boleh tuh kalau luang,”

“Kamu 'kan pacarnya Afga, jadi harus bisa masak makanan kesukaan nya. Siapa tau kalian langgeng sampai nikah.”

Lentera saling lirik dengan Afga, lalu keduanya tersenyum canggung seraya membuang arah pandangnya. Hubungan keduanya saja masih tidak jelas.

Anyway hubungan seperti apa yang kini tengah mereka jalani? Tidak berpacaran tapi lebih intim dari seseorang yang berpacaran. Bukan juga sebagai teman, karena kedekatan keduanya yang tidak bisa di kategorikan sebatas teman. Hubungan simbiosis mutualisme? Hubungan tanpa status? Atau Friendzone? Tapi Meraka senang sekali melakukan kontak fisik. Pusing sekali memikirkan hubungan antara kedua nya.

🎀 TO BE CONTINUED 🎀

ciee yg gaa punya status, cuma hts doang yaa?? emang jemuran di gantungin mulu? kacian amay🥺🥺🥺 sorry baru bisa update lagii huhuhu 🥺🥺🥺

TERTULIS
1

1 Oktober 2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BELIEVE ME!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang