15- DISKUSI DRAMA TEATER

5 2 0
                                    

“Kita akan selalu dipaksa menerima suatu keadaan tanpa dimintai persetujuan.”

🎀 HAPPY READING 🎀

“Jadi nya lagu Unforgettable nih?” tanya Reno seraya mencari mengacungkan selembar formulir pendaftaran lomba classmetting yang akan di selenggarakan.

Afga, El, Fian, dan Rilan mengangguk sebagai jawaban. Mereka tengah berada di ruang musik sekolah. Kelimanya langsung mengambil posisi masing-masing. Afga mulai menuju drum, Rilan menuju keyboard nya, El mengambil gitar electrik nya, Fian mengambil gitar bass nya, sedangkan Reno bersiap dengan mikrofon. Afga menatap Lentera lalu melayangkan senyum nya.

Ya, sesuai janjinya kemarin malam. Kini Afga mengajak Lentera untuk menonton band nya latihan, tapi bukan di basecamp melainkan di ruang musik sekolah karena memang sudah hari bebas tak ada pelajaran karena usai ujian.

“Neng Lentera jangan senyum begitu. Manis banget sampe bikin galfok nih!” celetuk Rilan yang di balas tawa renyah oleh Lentera dan teman-temannya.

“Tu, wa, ga!” instruksi Reno.

Mereka mulai memerankan peran masing-masing dan mencoba menciptakan nada yang indah dari kemampuan mereka. Alunan nada pun mulai mengikuti suara merdu Reno. Lentera sampai bertepuk tangan heboh saat mereka berhasil menyelesaikan latihan barusan.

“Keren banget!!” seru Lentera dengan wajah berbinar-binar. El dan Rilan menyugar rambutnya sok kegantengan seraya tersenyum miring. Sedangkan Reno menaik-turunkan alis nya merasa bangga. Sedangkan Afga terkekeh geli, menghampiri Lentera dan mengusap-usap puncak kepala gadis itu.

“Udah liat kan? Mau pulang ke kelas?”

Lentera mengangguk antusias, “Iya, lo keren banget! Nggak mau ke kelas ah, mau ikut lo aja.”

“Ikut kita ke kantin aja Len.” celetuk El.

Lentera mengerjapkan matanya menatap El lalu gadis itu menatap Afga. “Boleh?”

“Iya boleh,” jawab Afga seraya tersenyum lembut kepada Lentera. Membuat gadis itu juga ikut tersenyum lebar.

Fian dan Rilan saling tatap-tatapan melihat Afga yang tersenyum lembut seperti itu membuat mereka bergidik ngeri. Jarang sekali mereka melihat Afga tersenyum seperti itu. Mereka akhirnya mulai berjalan ke keluar dari ruang musik dan menuju ke kantin bersama. Namun di perjalanan ada Zara yang menghentikan perjalanan mereka.

“Lentera, kita di suruh kumpul di kelas. Ini mau diskusi tentang lomba sama teater,” ucap Zara seraya menarik tangan Lentera pelan untuk ikut dengannya. Afga menahan tangan Lentera yang lainnya. Membuat Lentera terhenti yang otomatis juga Zara berhenti. Afga menatap dingin Zara.

“Dia belum makan. Biarin dia makan dulu,” ucap Afga dingin. Lentera tersenyum canggung. Tak enak kepada Zara atas sikap dingin Afga.

Zara mengangkat kresek hitam yang sedari tadi di genggamannya. “Di sini udah ada roti sama susu kotak. Gue udah beliin buat Lentera juga kok,” ucap Zara.

Lentera menatap Afga. “Af, gue harus ke kelas dulu ya? Maaf nggak jadi ke kantin,” ucap Lentera lembut, berusaha membuat Afga mengerti.

“Tapi lo belum makan!”

Lentera tersenyum karena tau seberapa khawatir nya pemuda ini. “'Kan tadi Zara udah bilang. Nanti sambil makan roti sama minum susu kok.”

Afga menghela nafasnya kasar, “Ya udah. Tapi nanti sampai kelas langsung makan rotinya. Susu nya juga habisin. Nanti balik dari kantin gue beliin susu kotak lagi.”

BELIEVE ME!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang