9- MEMULAI

14 14 4
                                    

“Layak nya senja yang fana, apakah hubungan kita juga hanya sementara?”

🎀 HAPPY READING 🎀

Lentera mematut dirinya di depan cermin full body yang ada di dalam kamar apartemen Afga. Gadis itu kini sudah kembali menggunakan seragam putih-abu nya yang pas di tubuh. Dengan rambut di kuncir kuda dan poni depannya yang semakin menambahkan kesan manis. Ia juga menutupi lebam di wajahnya dengan foundation dan counceler. Untung saja lebam nya sudah lumayan sembuh, tinggal beberapa hari lagi pasti warna lebam nya akan hilang. Terdengar suara pintu yang di ketuk, lalu tak lama pintu terbuka menampilkan sosok Afga yang juga sudah siap dengan seragam sekolah nya.

“Udah?”

Lentera mendekat sembari mengangguk, “Udah, ayo berangkat,” ucap Lentera dengan antusias.

Afga menggenggam tangan Lentera, lalu keduanya keluar dari apartemen Afga dengan motor trail hitamnya menuju SMA Tinta Emas Bangsa. Sampai nya di parkiran sekolah, keduanya cukup menarik pusat perhatian sebagian siswa-siswi.

Lentera turun dari atas motor trail milik Afga, lalu memasang senyum terbaiknya agar terlihat baik-baik saja. Atensi murid SMA Tinta Emas Bangsa itu mulai tertuju pada keduanya. Bisik-bisik para murid membuat Lentera tak percaya diri. Hal itu membuat Lentera meremas tali tas nya kuat, gangguan cemas berlebihan nya mulai kambuh.

Afga mengernyitkan dahinya ketika melihat raut datar dengan tatapan kosong yang Lentera tunjukkan. Lentera menatap Afga dengan riak keterkejutan. Mata gadis itu memandang telapak tangannya yang telah digenggam erat oleh Afga. Lalu gadis itu kembali menatap Afga.

Lelaki itu tak mengatakan apapun selain tersenyum lembut kepada Lentera. Ikut menggenggam telapak tangan Afga juga, Lentera ikut tersenyum. Perasaan hangat dan nyaman itu muncul lagi, ketika bersama Afga ia merasa bahwa akan baik-baik saja dan akan selalu dilindungi oleh lelaki itu.

Bolehkah Lentera merasakan semua perasaan ini?

Keduanya melangkah di koridor bersama dengan tangan yang saling bertautan. “Kita ke kelas lo dulu, gue anterin.” ucap Afga yang menatap Lentera.

“Tapi nanti lo jauh muter nya. Kan kita beda gedung.” ucap Lentera merasa tak enak.

Afga tersenyum, “It's okay, no problem. Lagian sekalian gue mau lihat-lihat gedung jurusan bahasa sih.” tanggap nya santai.

Memang, di sekolah ini tiap jurusan memiliki gedung nya tersendiri. Karena peraturan di sekolah ini juga dari kelas 10 sudah ditentukan jurusan.

“Ya udah. Tapi jangan bolos ya.”

“Iya kanjeng ratu.”

Ihh apa sih! Gue bukan ratu!” Lentera mengerucutkan bibirnya kesal, ia juga memukul pelan lengan Afga.

Afga tertawa melihat respon yang Lentera tunjukkan. “Iyaaa, iya deh. Calon istri gue ya?” ucapnya seraya menaik-turunkan alisnya.

Lentera mendelik sebal. “Kok lo jadi genit sih? Perasaan pas awal ketemu lo kalem.”

“Biarin. Ke lo doang kok.” ucap Afga dengan senyum menawan nya, membuat Lentera blushing.

Gadis itu membuang arah pandangan wajahnya menghindari kontak mata dengan Afga. Takut ketahuan bahwa ia tengah salting. Sedangkan Afga yang menyadari gerak-gerik gadis itu pun terkekeh dan mengusak puncak kepala Lentera lantaran gemas.

“Kok lo buang muka? Salting ya?”

Lentera melengos berjalan lebih cepat meninggalkan Afga yang berada di belakangnya. Afga tertawa sembari berlari kecil mengejar langkah mungil Lentera.

“Kalau kabur berarti iya'kan? Lo salting sama gue yaa?”

“A-apaan sih? Gaje banget lo!”

Afga tertawa melihat raut wajah gadis itu yang merona dengan salah tingkah nya.

“Diem. Ketawa lo berisik.” gumam Lentera pelan akibat malu.

“Biarin. Entar lama-lama juga bakal jadi hal favorit yang lo dengar.”

Ishh!”

🎀

“Hai!”

Lentera mengalihkan pandangannya dari jendela ke arah samping nya yang terlihat berdiri seorang gadis cantik berambut pendek. Matanya bulat, bibirnya kecil, pipinya tembem, dan poni sealis tengah tersenyum manis kearahnya. Kesan imut melekat sekali pada diri gadis itu.

Lentera mengernyitkan dahinya bingung. Siapa gadis di hadapannya ini?

“Salam kenal gue Malezara Alnara Pratiwi, panggil Zara aja yaa.” gadis berambut pendek yang bernama Zara itu mengulurkan tangannya untuk berjabat.

Lentera tersenyum manis lalu menerima uluran tangan Zara. “Salam kenal juga. Gue Sadisa Lentera. Lo bisa panggil gue apa aja, tapi biasanya orang-orang lebih sering panggil Lentera.”

“Gue udah kenal lo kok, eh ayo ke kantin bareng!” ajak Zara.

Lentera tersenyum tak enak hati, “Eh, Sorry. Gue lagi nungguin temen.”

Zara mengernyitkan dahinya, “Yahh, padahal gue pengen sama lo.”

Lentera tersenyum lebar, “Gimana kalau lo ikut bareng aja? Tapi nanti ya tungguin temen gue ke sini.”

Zara mengangguk sebagai respon. Tak lama laki-laki dengan kemeja seragamnya yang dikeluarkan serta dasinya yang dilonggarkan itu memasuki kelas. Lentera tersenyum lebar menyambut laki-laki itu.

“Ayo ke kantin. Maaf telat ya, tadi ada urusan dikit.” Afga mengusap-usap puncak kepala Lentera.

“Iya, gapapa kok, lagian ada Zara juga.” Lentera memperkenalkan Zara, “Zara mau ikut gabung sama kita, gapapa kan Af?”

Afga melirik sekilas gadis mungil berambut pendek itu, lalu mengangguk pelan.

“Zara! Ayo kita ke kantin!” ketiga nya mulai berjalan menuju kantin dengan beriringan. Sebelah kanan Lentera terdapat Afga dan sebelah kiri nya terdapat Zara.

“Tadi gimana presentasi nya?” tanya Afga ketika mengingat pagi tadi Lentera bilang akan ada tugas presentasi di mata pelajaran bahasa Indonesia.

“Lancar sih. Tapi gurunya ngeselin.” adu Lentera dengan cemberut.

Afga tertawa melihat raut wajah Lentera, “Ngeselin gimana?”

“Dia masa ngatain gue pendek gara-gara ngga nyampe papan tulis bagian atas.”

Afga mengapit kepala Lentera di ketiaknya, “Ya elo nya emang pendek sih. Pantesan Bu Alinda ngatain lo pendek.”

Lentera mencebikkan bibirnya, lalu berusaha lepas dari Afga. “Engga! Gue tuh tinggi, cuma papan tulis nya yang emang dipasang nya ketinggian.”

“Iyaa deh percaya,” jawab Afga dengan nada meledek dan raut wajah tengil nya.

Lentera melepaskan diri dari lilitan Afga lalu menahan tangan Zara. Keduanya berdiri berjajar. Lalu Lentera mengangkat dagu nya tinggi.

“Nih liat! Gue sama Zara aja tinggian gue kok!” ucap Lentera tak terima.

Afga memperhatikan kedua gadis yang berjajar di depannya itu. Memang tinggi Zara hanya setelinga Lentera. Masih lebih tinggi Lentera ternyata.

“Iyaa dah iyaa, suka-suka lo aja, Ra.”

“Ayo Zara kita tinggalin Afga!” Lentera menggandeng tangan Zara lalu menyeretnya untuk jalan lebih dulu bersamanya meninggalkan Afga yang berjalan santai di belakang keduanya.

“Dasar bocah.” gumam Afga sebelum terkekeh pelan.

🎀 TO BE CONTINUED 🎀

flat banget gaa sii?? feel nya kayak gaa adaa gituu. akuu nulis inii pas lagii gaa mood, maaf jadii nya berantakan tulisan ku😔 but it's okay, krn aku double up!! *semangat membara, kek bakal ada yg baca aja.

TERTULIS
1 September 2024

BELIEVE ME!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang