2. Unreadable Emotions

220 61 29
                                    

Jongin datang ke tempat latihan memanah untuk melihat Sehun yang sedang berlatih di sana. Dengan memakai mantel berbulu berwarna biru seperti salju, Jongin berdiri si samping pohon pinus yang ada di pinggir tempat latihan.

Suhu di luar sangat dingin, tetapi ada banyak sekali prajurit yang sedang berlatih memanah di keadaan seperti ini. Jongin memperhatikan Sehun yang sedang mengobrol dengan salah satu prajurit, obrolan mereka terlihat serius.

Dia sudah berdiri sekitar 15 menit di sini, tapi tidak ada tanda-tanda jika Sehun menyadari keberadaan Jongin di sekitar tempat latihan yang bersalju. Tubuh Jongin mulai menggigil, Jongin memeluk tubuhnya sendiri demi menghangatkan dirinya dari udara dingin.

Jongin menyerah takut jika dia terkena flu lagi, dia tidak mau mati di usia muda, terlebih lagi mati karena alasan yang konyol. Jongin lebih baik mati karena berperang daripada mati karena menunggu suaminya datang menemuinya.

"Jika kakakku tahu kamu ada di sini kedinginan seorang diri, dia akan sangat marah... atau itu yang justru kamu cari?" kata Haechan yang baru saja datang menghampirinya.

Jongin memilih diam tak membalas perkataan Haechan. Dia yakin jika Haechan sengaja memancing kekesalan Jongin agar dapat mengisi kebosanan pria itu. Jongin pernah bertemu beberapa pria sepertinya di Barat, pria-pria itu mengaku senang melihat Jongin mengerutkan alisnya karena kesal pada mereka.

"Kakak keduaku bukan tipe orang yang akan memberimu hukuman seperti yang dilakukan Raja pada Permaisurinya di dalam buku romansa yang kamu baca itu," Haechan terkikik geli setelah mengatakannya, tangannya mengeluarkan buku novel yang ia maksud dari mantel hitamnya. Melihat buku itu ada di genggaman tangan Haechan saja sudah membuat harga diri Jongin terguncang.

"Apa maksudmu?" Jongin memprotes, dia tidak suka bagaimana adik iparnya ini dengan lancangnya berani mempermalukannya.

"Saudaraku tidak akan memberimu hukuman seperti yang ada di dalam bukumu itu. Sehun biasanya memberi hukuman cambuk atau bahkan hukuman penggal, tapi itu hanya untuk orang yang mengkhianatinya."

Seluruh wajah Jongin memerah karena perasaan malu dan kesal bercampur aduk di dalam dirinya. Matanya mulai berkaca-kaca menatap pria yang tengah menyeringai lebar padanya, pria itu masih menganggap hal ini menyenangkan.

Memikirkan keluarganya di Barat, Jongin membayangkan apa jadinya jika ayah atau saudaranya tahu kalau adik bungsu Sehun telah mempermalukan Jongin. Terakhir kali ketika dia diganggu oleh seorang pria bangsawan saat perayaan hari ulangtahunnya, kakak pertamanya langsung datang dan mempermalukan pria itu di hadapan semua tamu. Jongin masih ingat betapa malunya pria itu setelah Baekhyun selesai memberinya pelajaran berharga.

"Dilihat dari karaktermu yang suka membaca buku seperti ini, kurasa kamu ingin disakiti oleh seseorang dengan cara yang menyenangkan."

Pada tahap ini Jongin tidak bisa lagi menahan penghinaan yang Haechan berikan padanya. Air mata mulai berkumpul di pinggiran matanya sebelum Jongin mulai menangis dan menggigit bibir bawahnya saat menyadari suara isak tangisnya terdengar memalukan. Jongin melihat Haechan yang tampak terkejut dengan penglihatannya yang buram berkat air mata.

Ketika Haechan hendak menyentuh pundak Jongin, sebuah anak panah meluncur ke arah Haechan dengan kecepatan tinggi. Anak panah itu melintas melewati pipinya sebelum menancap pada pohon pinus yang ada di belakang punggungnya. Mengetahui jika orang yang hampir membunuh adik iparnya adalah suaminya sendiri yang sedang berdiri di tengah tempat latihan membuat mata Jongin membulat.

Moonhaven Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang