9. Temptation

240 48 20
                                    

"Kamu yakin ingin melakukan ini?" tanya Sehun, terlihat tidak yakin saat Jongin meregangkan otot tangannya ke udara. Napasnya tersenggal-senggal dan kakinya bergoyang dengan gelisah karena gugup.

Tentu saja tidak, pikirnya sambil menarik napas dalam-dalam.

"Aku yakin," jawab Jongin terdengar tidak meyakinkan sama sekali.

Sudah seminggu sejak kejadian bandit di hutan dan Jongin memutuskan untuk belajar memanah dengan Sehun agar bisa mempertahankan dirinya jika sedang dalam bahaya. Seharusnya Jongin belajar pedang seperti anjuran Sehun, tetapi Jongin terlalu takut jika dia akan memutilasi dirinya sendiri dengan pedang saat berlatih.

"Siap untuk memulai?"

Jongin mendongak. Di lapangan penuh salju ini hanya ada dia dan Sehun, para prajurit yang biasanya berlatih memanah di sini sedang istirahat di dalam barak.

"Y-Ya, baiklah. Ayo kita mulai," katanya sambil menelan ludah. Dia tidak mau diam saja selama sesi latihan memanah berlangsung hanya karena dia gugup. "Apa yang harus kita mulai?"

"Kita akan melakukan pemanasan agar otot lenganmu rileks," kata Sehun sambil melipat kedua tangannya di depan dada. "Lebarkan kakimu."

Jongin melakukan apa yang diperintahkan Sehun padanya. Dan saat Sehun tidak senang dengan lebar kakinya, ia menyenggol bagian dalam pergelangan kaki Jongin dengan ujung sepatu botnya untuk melebarkannya. "Buat selebar bahu," katanya.

Setelah Jongin melebarkan kakinya selebar bahu, Jongin disuruh untuk membungkuk hingga kedua ujung jari tangannya menyentuh kedua ujung sepatu bot miliknya.

Jongin berusaha sekuat tenaga untuk terus membungkuk, tetapi kedua tangannya tetap tidak sampai. Dia mulai merengek putus asa saat merasakan tatapan tajam tertuju pada dirinya.

Begitu Jongin berhasil melakukan apa yang diperintahkan Sehun, dia tersenyum sembari terengah-engah. Menunggu Sehun untuk memujinya dan menyuruhnya untuk kembali ke sikap awal.

"Pertahankan posisimu itu."

Jelas bukan itu yang Jongin ingin dengar.

"Tahan Jongin," suara Sehun begitu tegas. Jongin mencoba untuk tidak fokus pada betapa dia menyukai suara suaminya itu. "Jangan melengkungkan punggungmu."

"Nnghhh," Jongin mengerang dan terjatuh ke bawah, "Aku tidak bisa," keluhnya sedih.

"Berdiri Jongin."

Jongin kembali berdiri dengan bibirnya yang mengerucut. Sehun mendesah pelan melihat wajah cemberut Jongin yang menurutnya mirip seperti ponakannya yang bernama Nana.

"Angkat tanganmu," Sehun membelakanginya, "Tekuk siku-sikumu, lalu turunkan tubuhmu dalam posisi punggung tegak."

Jongin mencoba berkonsentrasi menjaga punggungnya tetap lurus saat ia tenggelam dalam posisi tersebut dan tidak memperhatikan paha indahnya yang kini memasuki garis pandangannya.

"Berikan sedikit beban tambahan di lenganmu Jongin," Sehun berhenti sejenak saat Jongin bergerak, lalu mengamatinya.

Paha Jongin mulai terasa sakit untuk menunggu.

"Kembali ke posisi awal," kata Sehun, "Tubuhmu masih kaku. Aku akan melatih kelenturan tubuhmu."

Jongin mengembuskan napas yang ditahannya saat ia berdiri tegak dan sesaat terasa kebas pada kakinya. Sehun menatapnya dengan mata penuh.

"Aku harus memberimu satu set lagi setiap kamu gagal," ucap Sehun dengan nada sadis.

Sadisme, pikir Jongin. Sadomasokisme, otaknya menambahkan, lalu dia menyuruh dirinya sendiri untuk diam. Itu bukanlah sesuatu yang harus dia kaitkan dengan Sehun di titik yang sangat sulit dalam hidupnya ini.

Moonhaven Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang