3 - Our Wedding

103 18 24
                                    

Lauren sudah menikah. Tepat pada ulang tahunnya yang kedelapan belas, gadis itu telah menjadi istri seseorang. Dia dan Daniel masih berdiri di depan kantor catatan sipil, saat didengarnya pria itu berkata dengan sinis.

"Happy birthday and congratulations for our wedding, Mrs. Levingston."

Lauren menatap Daniel seperti orang yang sedang melamun. "Kita menikah? Kita benar-benar sudah menikah?"

"Ya," pria itu menjawab singkat seraya mengeluarkan sapu tangan dari dalam saku kemejanya. Dia menggosokkan sapu tangan itu ke bibirnya kemudian menunjukkannya pada Lauren. "Lipstikmu masih menempel di bibirku," ujar Daniel dengan senyum riang yang sangat dibuat-buat.

Lauren menatap sapu tangan itu dengan pandangan kosong. Ya, ada lipstik di situ. Kapan bibirnya menyentuh bibir Daniel selain semalam? Oh...pasti saat pria itu menciumnya di dalam tadi. Setelah Lauren berkata aku bersedia pada hakim. Pandangan matanya jatuh pada jari manis tangan kiri Daniel, di mana terdapat cincin emas polos yang melingkar di sana. Lauren menunduk, lalu menemukan cincin yang sama persis juga bertengger di jarinya. Ternyata dia memang sudah menikah. Rasanya dia ingin mati saja.

Limousine hitam mengkilap berhenti tepat di depan mereka. Pengemudinya keluar dan langsung membukakan pintu sambil sedikit membungkuk. Daniel meraih siku Lauren saat gadis itu hanya berdiri diam tanpa ada tanda-tanda akan masuk ke dalam mobil.

"Mau ke mana?" tanya gadis itu bingung. Sejenak Daniel merasa kasihan. Pikiran Lauren seakan berada di tempat lain semenjak Daniel membawa gadis itu ke kantor catatan sipil. Daniel berani bertaruh bahwa gadis itu tidak terlalu ingat prosesi pernikahan mereka. Karena yang dilakukan Lauren cuma diam, mengangguk, dan Daniel hanya mendengar suaranya saat gadis itu mengatakan 'aku bersedia'.

"Rumah."

"Ke penampungan?"

Pria itu tersenyum mencemooh. "Rumahku. Yang berarti rumahmu juga."

Wajah Lauren berubah pucat. "Apakah pamanmu tinggal di situ juga?"

"Tentu saja tidak," Daniel menjawab tenang. Dilihatnya Lauren menghela napas lega, sebelum pria itu melanjutkan. "Tapi keluarga kami selalu makan malam bersama setiap minggu. Kebetulan malam ini adalah waktunya."

Lauren terlihat seperti akan pingsan di tempat. Jadi Daniel membimbing gadis itu masuk ke dalam limousine kemudian menutup pintunya. Pria itu masuk melalui pintu yang satu lagi dan duduk dengan nyaman saat berada di dalam. Mobil melaju menembus kepadatan kota di pagi hari itu. Merayap pelan di tengah kemacetan.

Daniel membuka lemari es kecil yang berada di hadapannya dan mengambil sebotol air mineral.

"Minum?" tawarnya pada Lauren.

Gadis itu menatapnya dengan pandangan ngeri. "Pamanmu akan membunuhku. Oh...Tuhan, aku tidak tahu mana yang lebih buruk. Menikah denganmu atau berakhir di dalam kantong mayat!"

"Pamanku tidak akan membunuhmu." Daniel menuang air mineral ke dalam gelas untuk dirinya sendiri kemudian meminumnya pelan. "Kita sudah menikah jadi kau ada di bawah perlindunganku. Kau yakin tidak mau minum?"

Lagi-lagi, gadis itu mengabaikan tawaran Daniel dan berkata gusar. "Kenapa kau bisa bersikap begitu tenang?!"

"Kenapa kau begitu panik?"

Kenapa panik? Tentu saja dia panik! Panik adalah reaksi yang sangat normal mengingat situasi mereka saat ini. Seharusnya Daniel juga begitu. Bukannya duduk santai sambil meminum segelas air mineral dan terlihat begitu menikmatinya.

"Kita menikah!"

"I'm aware of that." Sikap tenang masih belum meninggalkan Daniel. Pria itu duduk bersandar dengan nyaman, satu kaki bertumpu pada kaki lainnya.

My Little BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang