Lauren menatap limousine hitam yang mulai meninggalkan halaman. Mengamati rodanya yang bergulir meninggalkan jejak di sepanjang jalan sebelum akhirnya menghilang dari pandangan. Dia tersenyum puas. Dia memang menunggu Daniel pergi kerja untuk melaksanakan rencananya. Dengan cepat, dia mengenakan mantel di atas gaun cocktail mini yang melekat di tubuhnya. Gaun yang dia kenakan saat pertama kali bertemu Daniel.
Wajahnya berubah masam saat menyadari bahwa dia telah melanggar janjinya pada pria itu. Janji untuk tidak menyentuh barang apa pun pemberian Daniel. Terpaksa, dia harus meminjam mantel panjang dari isi lemari pakaian yang disediakan pria itu. Dia tidak mungkin berkeliaran hanya mengenakan gaun mini ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Apalagi bila mengingat tempat yang akan dia tuju.
Lauren membuka pintu kamar, melongok ke kanan dan ke kiri lalu berjalan cepat saat yakin tidak ada seorang pun yang akan memergokinya. Langkah kakinya pelan saat menuruni tangga, kemudian berubah makin bersemangat ketika akan mencapai pintu keluar. Tangannya belum mencapai kenop saat panggilan yang seharusnya tidak mengejutkan, membuat dirinya nyaris melompat di tempat.
"Nyonya?"
Eleanor, kepala pelayan Daniel, berdiri di belakangnya dengan tatapan bingung. Pasti tidak setiap hari dia memergoki majikannya keluar rumah mengendap-endap seperti seorang pencuri.
"Hai, Eleanor," Lauren menyapa wanita itu, dengan suara yang dia harap tidak terdengar gugup.
"Anda mau ke mana?"
"Aku ada perlu."
"Anda tidak boleh keluar tanpa izin Tuan Daniel."
Amarah Lauren merayap naik dengan cepat. Berani-beraninya Daniel mengatur gerak-geriknya! Dia tidak peduli meski status pria itu, memberi izin bagi Daniel untuk melakukannya. Dia tidak menyukai kenyataan Daniel adalah suaminya. Dan dia yakin begitu juga sebaliknya. Tidak ada hak dan kewajiban apa pun yang harus dia penuhi. Lauren juga tidak akan menuntut apa pun pada Daniel. Dia orang bebas. Pernikahan mereka hanya di atas kertas.
"Aku tidak perlu izinnya untuk keluar dari rumah ini," Lauren menyuarakan pikirannya dengan keras. Mengabaikan reaksi tercengang pelayan tersebut. Tidak perlu menunggu lama sebelum gadis itu kembali membalikkan tubuh untuk membuka pintu.
"Nyonya, jangan pergi! Setidaknya biarkan sopir mengantar anda. Nyonya!"
Lauren sudah berlari kencang meninggalkan Eleanor yang berteriak memanggilnya. Gadis itu memberi perintah kepada penjaga gerbang untuk membuka pintu, yang langsung dipatuhi karena gadis itu kini adalah majikannya.
Eleanor mencengkeram rok kerjanya dengan resah saat gadis itu menghilang ke dalam taksi yang kebetulan lewat. Tuan Daniel tidak akan menyukai ini. Akan lebih baik kalau dia menghubungi pria itu sekarang. Daripada menghadapi kemarahan yang pasti akan diterimanya saat nanti pria itu pulang kerja, karena tidak menemukan istri mudanya di manapun.
Wanita itu mengambil pesawat telepon lalu menekan nomor pribadi Daniel yang telah dia hafal di luar kepala. Dia mengambil napas untuk menenangkan diri, bersiap akan kemarahan majikannya yang tidak terhindarkan.
***
Daniel sedang berada di tengah rapat penting saat panggilan itu masuk. Dia melirik layar ponselnya yang dia pasang dalam mode silent. Eleanor tidak pernah meneleponnya saat jam kerja kecuali ada hal yang sangat mendesak. Ya, dia yakin telepon itu dari Eleanor. Karena di rumah, hanya wanita itu yang tahu nomor pribadinya. Bahkan istrinya pun tidak memiliki nomor ponsel Daniel. Pria itu tersenyum sinis.
Daniel mengangkat sebelah tangan, menyuruh pria yang tengah berdiri di depan layar untuk menghentikan presentasinya. Ibu jarinya menggeser layar sentuh ponsel, kemudian berbicara dengan suara tegas karena tidak suka diganggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Bride
RomanceDaniel Levingston tidak pernah bertindak keluar jalur seumur hidup. Menjadi cucu pewaris perusahaan besar, Daniel selalu diajarkan untuk bertanggung jawab dalam seluruh tindakannya. Lalu, kakeknya meninggal, dan beban tanggung jawab itu tidak pernah...