7 - The Deal

127 23 7
                                    

"Selamat datang."

Daniel mendongak dari kegiatannya melepas sepatu. Sejenak, dia tertegun. Istri mudanya berdiri canggung menyambutnya, menggantikan para pelayan yang biasa berada di sana. Mengenakan dress salem selutut dan rambut tembaga yang tergerai di belakang punggung, Daniel harus mengakui bahwa Lauren tampak cantik. Samar-samar, Daniel dapat mencium wangi mawar menguar dari tubuh gadis itu. Lauren mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangannya. Tanpa dapat dicegah, rasa senang menelusup dalam diri Daniel.

"Kau lelah? Mau makan sekarang?" Lauren mengambil alih tas kerja Daniel, kemudian membantu pria itu melepaskan jasnya.

"Lumayan. How's your neck?" Daniel meraba bekas keunguan di leher gadis itu. Sentuhannya lembut dan dia dapat melihat Lauren tersipu karena tindakannya.

"Baik. Makan atau mandi?" tanya Lauren lagi dengan tas dan jas Daniel dalam pelukan. Gadis itu bersiap untuk meletakkan benda-benda tersebut di kamar Daniel saat pria itu mencegahnya.

"Berikan saja pada yang lain. Kau makan denganku."

Gadis itu mengangguk patuh, kemudian memanggil pelayan untuk meletakkan barang-barang tersebut.

"Kau menyambutku," ujar Daniel sambil lalu dalam perjalanan mereka menuju ruang makan.

"Kau tidak suka?"

"No. I'm just...surprise."

"Aku sedang berusaha menjalankan peranku...sebagai istri," Lauren berkata kikuk. Dia masih belum bisa membiasakan lidahnya dengan kata 'istri'.

"You did a good job." Daniel menepuk kepala gadis itu lembut, melempar senyum yang selalu sukses mengundang debaran. Menjadi istri Daniel Levingston sama sekali tidak buruk. Apalagi setelah gencatan senjata mereka. Daniel selalu bersikap baik dan mereka sering mengobrol saat makan bersama. Lauren menemukan kehidupan yang lebih baik setelah menikah dengan pria itu. Meski masih ada beberapa hal mengganjal yang harus dia bahas bersama Daniel.

"Cek?" Suapan Daniel terhenti di tengah jalan saat mendengar kalimat Lauren.

"Ya," Lauren meremas rok gaunnya dengan resah. Dia belum menyentuh makanannya sejak tadi. "That $50.000...I need it."

"May I ask you for what?"

Lauren tidak menjawab, hanya tampak makin gelisah setiap waktunya. "It's private matter," akhirnya gadis itu dapat berucap setelah beberapa lama.

Daniel tidak melepas tatapannya dari Lauren, mencari jawaban di balik sikap gadis itu. Dia masih ingat alasan utama Lauren menerima 'pekerjaan' dari pamannya adalah uang. Pria itu hanya tidak tahu apa yang akan dilakukan Lauren dengan uang tersebut. Seharusnya dia tidak perlu ambil pusing. Daniel hanya perlu menuliskan sesuai jumlah yang diinginkan Lauren lalu memberikannya pada gadis itu. $50.000 bukan jumlah yang banyak bagi dirinya. Namun ini bukan hanya masalah uang. Hubungannya sudah mulai membaik dengan Lauren. Tak ada lagi pertengkaran dan teriakan. Dan menyinggung tentang uang yang menjadi alasan pertemuan mereka, tentu berpotensi membuat ketenangan yang mereka miliki ini menjadi terusik. Tapi Daniel bukan pria yang mudah berprasangka. Dia yakin Lauren tidak akan menyinggung uang tersebut kalau tidak benar-benar membutuhkannya.

"Habiskan dulu makananmu. Kita akan membicarakan ini di ruang kerjaku setelah aku mandi."

Perubahan raut wajah gadis itu tampak jelas. Kegelisahan Lauren berkurang meski tidak sepenuhnya hilang. Mereka melanjutkan makan malam itu tanpa percakapan apa pun lagi.

***

Lauren sudah menunggunya saat Daniel masuk ke dalam ruangan. Gadis itu duduk di seberang meja kerja, menoleh begitu menyadari kehadiran Daniel. Pria itu menahan diri untuk tidak mendesah panjang, saat dilanda kebingungan bagaimana harus memperlakukan istri mungilnya. Apa yang gadis itu inginkan? Tidak cukupkah mereka berdua hidup damai berdampingan? Daniel mulai menyukai ketenangan yang dia dapatkan belakangan ini. Dia tidak ingin merusaknya. Dan dia harap Lauren juga memiliki pendapat yang sama. Tapi Daniel sudah belajar bahwa mendesak gadis itu bukanlah jawaban.

My Little BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang