10 - Hell Party

135 25 25
                                    

Raphael Vargas berkali-kali menjatuhkan pandangan pada sosok gadis yang duduk di kursi belakang mobil. Mata coklat gelapnya bergerak mengamati dari spion dalam, menilai penampilan istri atasannya. Cantik. Tapi jelas terlalu muda untuk boss-nya. Atau menjadi istri siapa pun. Gadis itu tidak lebih tua dari adik Raphael yang saat ini masih kuliah tingkat pertama. Apa yang ada di pikiran Daniel sampai nekat menikahi gadis ini?

Saat atasannya menyuruh Raphael menjemput istri pria itu, dia memang sudah menduga bahwa Mrs. Levingston memang masih muda bila menilai dari percakapannya dengan Daniel pagi tadi. Tapi jelas dia tidak menyangka bahwa yang pria itu maksud muda adalah sosok gadis remaja yang kini bersamanya. Raphael yakin masih banyak calon yang lebih potensial. Dan selama empat tahun Daniel menjadi atasannya, Raphael tidak pernah melihat pria itu berkencan dengan gadis yang usianya jauh lebih muda. Meski, Raphael tidak heran kalau Daniel sampai jatuh dalam pesona gadis ini.

Mrs. Levingston tampak sangat anggun dengan gaun biru berbelahan tinggi yang dia kenakan. Raphael harus mengingatkan diri sendiri bahwa tidak seharusnya dia memelototi kaki indah itu. Boss-nya tidak akan segan mencongkel matanya keluar bila melihat pengamatan terang-terangan Raphael. Untung saja, Mrs. Levingston terlalu sibuk membiasakan diri dengan sepatu hak tinggi yang tampaknya memang jarang dipakai gadis itu. Rambut gadis itu yang paling indah, meski saat ini tengah disanggul longgar di belakang kepala dengan anak rambut yang menghiasi sekeliling wajahnya. Tapi warna rambut itu memang menakjubkan, gelap dengan semburat cerah yang menghiasi.

"Kita sudah sampai, Nyonya." Meski lidahnya terasa aneh, namun Raphael tidak melupakan sopan santun memanggil istri atasannya dengan sebutan 'Nyonya'.

Gadis itu mendekat ke jendela, mengamati dengan kagum gedung tinggi kantor Levingston Corp. Melihat dari reaksi terang-terangan itu, Raphael yakin bahwa istri Daniel bukan berasal dari kalangan berada. Sekali lagi timbul pertanyaan dalam benaknya. Bagaimana Daniel bertemu dengan gadis ini?

Raphael turun begitu mobil telah terparkir di basement, membukakan pintu untuk Lauren sambil mengulurkan tangan. Gadis itu menerima dengan canggung, dan saat itulah Raphael melihat kilauan di jemari lentik dalam genggamannya.

That's a very big diamond. Boss ingin memamerkan gadis ini sebagai istrinya. Benaknya segera menarik kesimpulan tersebut.

Mereka menaiki lift dalam diam. Raphael tahu diri untuk tidak memulai pembicaraan tanpa disuruh. Bagaimana pun juga, gadis belia ini adalah istri atasannya.

"Dia ada di lantai paling atas?" Lauren bertanya saat melihat angka yang ditekan oleh Raphael. Dua puluh satu, sesuai jumlah lantai di gedung ini.

"Kantor CEO memang ada di lantai teratas, Nyonya," Raphael menjawab sopan.

"Tapi...bagaimana kalau ada kebakaran atau gempa? Dia tidak akan sempat lari lebih dulu."

Raphael hampir mendengus tertawa saat mendengar pertanyaan konyol tapi bernada cemas itu, namun dia menyembunyikan reaksinya dengan baik dan tetap menjawab. "Gedung ini punya helipad dan helikopter yang siap kapan pun dibutuhkan. Mr. Levingston tidak perlu turun untuk menyelamatkan diri."

"Oh." Lauren menundukkan kepala dengan malu, merutuki ketidaktahuannya. Asisten Daniel pasti menganggapnya bodoh. Tapi hidup sebagai istri pria kaya seperti Daniel benar-benar baru baginya. Wajar kalau dia masih terkejut pada beberapa hal.

Pintu lift terbuka dan Raphael langsung membimbingnya menuju ruangan dengan pintu ganda. Saat Raphael membukakan pintu tersebut, Lauren tidak dapat menahan senyum ketika menatap sosok di baliknya. Daniel tidak menyadari keberadaannya, terlalu sibuk dengan dokumen di tangan. Kening pria itu berkerut saat mempelajari file-file tersebut. Sesekali, jari tengahnya memperbaiki posisi kacamata yang merosot turun. Raphael berdeham, yang seketika mendapat perhatian dari atasannya.

My Little BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang