Lauren belum pernah merasa segugup ini selama hidupnya. Tangannya tidak henti berkeringat. Perutnya terasa mulas. Berbagai jenis makanan di hadapannya tidak membangkitkan seleranya sama sekali. Daniel duduk di kursi yang berada di ujung meja makan, sedangkan Lauren di sisi kanannya. Pria itu mengenakan blazer abu-abu di atas kemeja putih, tanpa dasi. Penampilan Daniel terlalu rapi untuk acara rutin makan malam keluarga, begitulah pendapat Lauren pada awalnya. Namun Lauren baru paham setelah anggota keluarga pria itu datang dan mulai berkumpul di ruang makan. Para pria berpakaian resmi, kebanyakan jas maupun blazer seperti yang dikenakan Daniel. Sedangkan para wanita mengenakan gaun maupun setelan yang meskipun tidak termasuk dalam kategori glamour, akan tetapi jelas bukan jenis yang akan dipakai untuk sehari-hari.
Satu hal lagi yang dipahami oleh Lauren adalah, keluarga Levingston tidaklah terlalu besar seperti yang dia duga pertama kali. Satu-satunya kerabat Daniel hanya Paman Hans dan istri serta ketiga anaknya, dua orang pria dan seorang gadis. Dan kelima orang itu hanya menatap Lauren dengan pandangan ingin tahu. Ralat. Empat orang. Jelas-jelas Paman Hans berusaha membunuh gadis itu dengan tatapannya. Lauren yakin Paman Hans nyaris terkena serangan jantung saat melihatnya tadi. Pria setengah baya itu menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba ketika pandangannya jatuh pada Lauren yang sedang duduk di meja makan bersama Daniel. Wajah Paman Hans terlihat pucat dan tubuhnya langsung berubah kaku. Lauren merasa sangat kagum bagaimana pria tersebut dapat segera menguasai diri lalu bergabung di meja makan tanpa mengatakan apa pun. Dia duduk tepat di seberang Lauren hingga mereka berhadapan. Membuat Lauren mengira bahwa pria itu sengaja melakukannya agar dapat menerjangnya. Namun tidak ada teriakan maupun kehebohan yang ditakutkan Lauren. Hanya kemarahan tanpa kata.
Daniel mengabaikan tatapan Paman Hans. Daniel mengabaikan tatapan semua orang di ruangan itu. Pria itu sibuk mengetik sesuatu pada ponselnya. Makanan memang belum disajikan semua dan para pelayan masih lalu lalang. Namun, tidak sopan rasanya bila pria itu bersikap tak acuh. Piring terakhir diletakkan di atas meja dan seketika Daniel langsung meletakkan ponselnya. Lauren bertanya-tanya apakah tadi pria itu sengaja berpura-pura sibuk semata-mata agar tidak perlu berbicara sebelum waktunya.
"Maaf, beberapa urusan tidak dapat ditunda," ujar Daniel merujuk pada kegiatannya tadi. Senyuman yang tampak resmi menghiasi wajahnya, seakan pria itu tidak berada di tengah keluarga.
Seorang pelayan pria datang mendekati Daniel sambil membawa sebotol anggur. Daniel mengibaskan tangan, yang ternyata adalah aba-aba agar pelayan tersebut menuangkan anggur ke masing-masing gelas para 'tamu' di meja.
"Jus jeruk untuk Mrs. Levingston," cegah Daniel ketika pelayan tersebut akan menuang anggur ke gelas Lauren. "Dia mudah mabuk."
Bahkan sebelum Lauren dapat merasa malu karena ucapan Daniel, kesiap terkejut terdengar dari seluruh penghuni meja makan.
"Levingston?" Salah satu sepupu pria Daniel, yang Lauren ingat sebagai Matthias, adalah yang pertama membuka suara. "Bagaimana bisa gadis ini juga seorang Levingston? Apakah dia adalah adikmu yang hilang?"
Seandainya situasi tidak setegang ini, Lauren pasti sudah tertawa keras saat mendengar pertanyaan bodoh itu. Namun yang sangat mengagumkan, senyum di wajah Daniel sama sekali tidak berubah. Bahkan tidak ada kedutan pada wajah pria itu yang menandakan perubahan ekspresi wajahnya.
"You're not paying attention, Matt. She is Mrs. Levingston. She got the family name from me. Ah...now you get it." Kepuasan dalam wajah Daniel tergambar jelas ketika mengatakannya. Akan tetapi Lauren tidak bisa tampak sepuas maupun setenang pria itu. Dia meremas tangannya lebih kuat, berusaha menguatkan diri sendiri di tengah kegilaan ini.
"She is your wife?!" Suara melengking yang nyaris histeris itu berasal dari sepupu Daniel yang lain, seorang gadis cantik dengan rambut sewarna chestnut bernama Sophia.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Bride
RomanceDaniel Levingston tidak pernah bertindak keluar jalur seumur hidup. Menjadi cucu pewaris perusahaan besar, Daniel selalu diajarkan untuk bertanggung jawab dalam seluruh tindakannya. Lalu, kakeknya meninggal, dan beban tanggung jawab itu tidak pernah...