Terakhir kali Lauren melihat Daniel semarah ini, mereka berakhir dengan pertengkaran yang akhirnya menyakiti keduanya. Saat itu, Lauren memiliki cukup keberanian untuk membela diri. Namun saat ini, dia tidak memilikinya. Situasinya berbeda. Dulu dia berani menghadapi Daniel karena yakin bahwa dia telah melakukan hal yang benar. Tapi sekarang, kesalahan jelas-jelas berada di pihaknya.
Daniel kelihatan menakutkan dengan penampilan berantakan. Rambut pria itu mencuat ke mana-mana, seakan telah disugar berkali-kali. Dasinya menggantung dengan longgar di leher, sementara kancing bagian atas kemejanya dibiarkan terbuka. Menyadari pakaian kerja yang masih melekat di tubuh pria itu, Lauren yakin Daniel langsung kemari setelah dari kantor.
Pria itu masuk tanpa diundang, mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar lalu berjalan cepat ke arah tas yang teronggok di kaki tempat tidur. Daniel mengambil tas tersebut, kemudian mulai memasukkan barang-barang Lauren ke dalamnya. Lauren mengamati dalam diam saat Daniel memasukkan barang-barang tersebut tanpa bicara. Bergerak cepat dan efisien. Tidak sampai lima menit, semua barang gadis itu telah berada di dalam tas.
Daniel meraih tangannya begitu telah mencapai pintu, mengejutkan Lauren saat tubuhnya ditarik mendadak.
"Daniel...mau ke mana?" tanyanya terbata.
"Pulang," jawaban singkat itu dilontarkan Daniel tanpa menatap Lauren, melainkan hanya terus menyeret gadis itu pergi bersamanya.
"Sudah malam." Protes Lauren terdengar lemah, tapi dia berusaha sekuat tenaga agar Daniel mau mendengarkan. "Rumahmu sangat jauh..."
"Rumah kita," desis Daniel di antara gigi-giginya. Lauren menutup mulut saat melihat ekspresi pria itu. Dia membiarkan dirinya diseret ke lahan parkir, tidak lagi mengeluarkan protes ketika Daniel mendudukkannya di kursi penumpang.
Ban mobil Daniel berdecit keras saat pria itu melakukan manuver tajam. Membuat Lauren nyaris terlompat dari kursi begitu pria itu membawa mobil ke jalanan yang sepi. Pemandangan di sekelilingnya hanya berupa warna-warna kabur karena mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi. Daniel tidak mengajaknya bicara, menatap jalan di hadapan mereka dengan pandangan datar. Kedua tangan pria itu mencengkeram roda kemudi begitu erat, hingga pembuluh darahnya yang menonjol menarik perhatian Lauren.
"Daniel, you should slow it down a little." Lauren memecahkan keheningan ketika speedometer mendekati angka 200 km/jam. Daniel mengabaikan peringatannya, bahkan menekan pedal gas makin dalam. Angka di speedometer terus bergeser ke kanan, hingga gadis itu memekik ngeri. "Daniel! Kau akan membunuh kita berdua!"
"Shut.Up," Daniel mengucapkan satu kata itu lambat-lambat. Otot-otot pipinya berkedut sementara rahangnya mengetat rapat.
Lauren mencengkeram kursi yang dia duduki, merasa sabuk pengamannya tidak akan bisa menahannya kalau dia terpental dari dalam mobil. Dia harus menghilangkan pikiran buruk itu. Meski Daniel mengemudi seperti orang gila, namun pria itu mengendalikan mobilnya dengan baik. Dia tidak berani bicara lagi di sepanjang perjalanan. Takut percakapan ringan sekalipun akan memecah konsentrasi pria itu. Dan dia yakin bukan obrolan ringan yang akan terjadi andai kata mereka bercakap-cakap.
Mereka tiba kembali di Los Angeles tepat pukul 3 pagi, jauh lebih cepat daripada perjalanan normal. Daniel membanting pintu mobil begitu keluar dari dalamnya saat tiba di rumah. Dia membuka pintu kursi penumpang, lagi-lagi menyeret tubuh Lauren untuk mengimbangi langkah-langkah panjangnya. Gadis itu nyaris tersandung setiap kali mereka menaiki anak tangga. Melompati dua undakan sekaligus pada setiap langkah. Tapi dia tidak berani memprotes, hanya diam dengan ketakutan yang terus merayap naik.
Bunyi pintu yang dibanting menutup kembali terdengar ketika Daniel mendorongnya masuk ke dalam kamar. Tempat eksekusinya. Lauren masih tidak berani bergerak. Berdiri diam di tengah ruangan dengan kepala tertunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Bride
RomanceDaniel Levingston tidak pernah bertindak keluar jalur seumur hidup. Menjadi cucu pewaris perusahaan besar, Daniel selalu diajarkan untuk bertanggung jawab dalam seluruh tindakannya. Lalu, kakeknya meninggal, dan beban tanggung jawab itu tidak pernah...