Lauren menatap pria yang tertidur pulas di sampingnya. Untuk pertama kali, dia melihat rambut pria itu yang benar-benar berantakan, menyentuh alis yang melengkung. Tidak setiap hari dia dapat menikmati pemandangan ini. Biasanya, helai-helai itu tidak pernah keluar dari jalurnya. Kecuali kemarin saat Daniel tertawa kencang sampai mengguncang tubuhnya. Hingga secara refleks, tangan Lauren bergerak untuk merapikan karena terbiasa melihat pria itu selalu teratur. Saat ini, dia merasakan dorongan yang sama. Semata-mata karena dia menyukai tekstur rambut pria itu saat menyentuh kulitnya. Tapi, dia akan lebih menahan diri.
Lauren masih belum mengalihkan tatapannya dari objek menarik yang masih larut dalam alam mimpi. Objek menarik yang adalah suaminya sendiri. Oh Tuhan...Dia harus berhenti tersipu. Seharusnya dia bisa bersikap sesantai Daniel. Memandang hal yang wajar bahwa pasangan suami istri selayaknya memang tidur di kamar yang sama. Berbagi tempat tidur yang sama. Bukannya nyaris terjaga semalaman sesaat setelah pria itu merebahkan diri, sama sekali tidak menyadari kegelisahan Lauren yang berbaring di sisinya.
Daniel menggeliat, mengejutkan gadis itu yang masih memperhatikannya. Lauren buru-buru memejamkan mata, takut pria itu akan memergoki tindakannya. Tidak ada gerakan berarti dari sebelah Lauren meski beberapa saat telah berlalu. Gadis itu membuka mata sedikit, menghembuskan napas lega ketika dilihatnya Daniel hanya memperbaiki posisi tidurnya menjadi telentang, tidak lagi menyamping. Dada pria itu masih naik turun dengan teratur, bergerak dalam kedamaian. Pandangan Lauren jatuh pada bulu dada pirang kecoklatan yang mengintip dari garis kerah piyama Daniel.
Apakah rasanya sehalus rambutnya?
Gadis itu langsung menegur diri sendiri saat pikiran itu terlintas di kepala.
Itu sama sekali tidak pantas, Lauren. Pikiran itu sungguh kotor.
Kemudian tiba-tiba gadis itu mengernyit, memajukan bibir sambil membantah pikirannya sendiri.
Dia suamiku. Aku bebas memikirkan hal kotor apa pun tentang dirinya.
Sejenak Lauren tersenyum, lalu kembali merasa malu pada pikiran tidak senonohnya.
Dering alarm dari ponsel di atas nakas mengejutkan gadis itu lebih daripada seharusnya. Lauren menutup mata tepat saat Daniel mengerang, lalu meraba benda yang mengeluarkan bunyi memekakkan. Dirasakannya gerakan pria itu, yang disusul oleh suara menguap. Bunyi langkah kaki pria itu terdengar tidak lama kemudian, semakin bergerak menjauh sebelum menghilang seiring dengan suara pintu tertutup. Lauren membuka mata. Daniel sudah tidak ada. Bunyi air yang memercik menandakan pria itu ada di dalam kamar mandi. Ketegangan gadis itu sedikit terurai.
Bodoh. Kenapa aku harus setegang ini tidur dengan suami sendiri?
Ponsel Daniel kembali berbunyi dan kali ini Lauren begitu terperanjat hingga nyaris melompat. Kembali dia merutuki dirinya yang bereaksi berlebihan. Gadis itu melihat nama yang tertera di layar. Raphael. Siapa gerangan pria yang menelepon suaminya sepagi ini? Penuh keraguan, Lauren meraih ponsel tersebut, bimbang antara akan menjawab panggilan atau tidak. Gadis itu takut Daniel marah karena berbuat lancang bila dia menjawabnya. Berkali-kali, pandangannya berpindah dari ponsel dan pintu kamar mandi yang masih tertutup. Lauren menggigit bibir dengan cemas, hingga akhirnya dia mengambil napas dan menggeser layar sentuh dalam genggaman.
"Sir, saya..."
"Daniel sedang mandi."
Tidak ada tanggapan dari suara di seberang setelah pemberitahuan Lauren. Dia pikir lawan bicaranya telah memutus panggilan, sampai suara itu kembali bicara.
"Siapa ini?"
Lauren butuh menelan ludah beberapa kali sebelum bisa menjawab. "Aku istrinya."
"Maafkan saya, Nyonya." Terdengar jelas bahwa pria bernama Raphael itu harus bersusah payah mengucapkan kalimat tersebut. Dia pasti belum terbiasa ada orang lain yang mengangkat telepon Daniel. Apalagi orang yang mengaku sebagai istri. "Saya perlu bicara dengan boss. Bisakah anda memberikan telepon ini padanya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Bride
RomanceDaniel Levingston tidak pernah bertindak keluar jalur seumur hidup. Menjadi cucu pewaris perusahaan besar, Daniel selalu diajarkan untuk bertanggung jawab dalam seluruh tindakannya. Lalu, kakeknya meninggal, dan beban tanggung jawab itu tidak pernah...