Daniel Levingston mengamati lantai dansa di hadapannya dengan wajah bosan. Segelas vodka di tangan adalah teman kencannya malam ini. Musik keras memukul gendang telinganya dengan kuat. Namun Daniel sama sekali tidak tertarik untuk bergabung dengan hiruk pikuk di lantai dansa. Sebaliknya yang dia lakukan hanya duduk sambil bersandar di meja bar dan menyesap minumannya. Dia sedang berada pada titik jenuhnya yang tertinggi. Atau lebih tepatnya kerumitan bertubi-tubi yang singgah dalam hidupnya, telah membuat Daniel lelah dengan segala hal yang terjadi di sekitarnya.
Daniel mengaduk gelas di tangannya dengan pandangan kosong. Sampai kapan dia akan hidup seperti ini? Tanpa tujuan. Yang dia lakukan hanyalah rutinitas kosong belaka. Dia bergerak hanya untuk menjalankan tugas. Seandainya tidak banyak hidup orang lain yang bergantung kepadanya, mungkin Daniel akan mengabaikan segalanya. Dan melakukan apa pun yang dia inginkan. Meskipun saat ini dia tidak tahu apa yang benar-benar menjadi keinginannya. Dia lelah. Teramat sangat lelah. Rasanya dia sudah tidak sanggup lagi untuk menjalani ini semua. Dia ingin berhenti. Tapi tidak bisa. Sekali lagi karena banyak orang yang menggantungkan hidup padanya. Pada perusahaan yang dia pimpin. Seandainya saja ada orang lain yang dapat dilimpahi tanggung jawab menjalankan perusahaan tersebut. Seandainya saja...
Daniel menghela napas berat. Angan-angannya terlalu tinggi. Surat wasiat yang dia terima jelas-jelas menunjuknya sebagai pemilik sekaligus pemimpin perusahaan konstruksi yang awalnya dipegang oleh kakek Daniel. Dia memang selalu menjadi kesayangan kakeknya sejak kecil. Grandpa's little star. Begitulah kakek Daniel menyebutnya. Apalagi sejak kematian orang tua Daniel ketika pria itu berusia sembilan tahun, dia praktis berada di bawah asuhan kakeknya.
Daniel tidak pernah berharap akan mewarisi perusahaan milik kakeknya. Sama sekali tidak terbersit dalam pikirannya bahwa kakeknya akan memberikan perusahaan tersebut kepada Daniel. Dia memang bergelar MBA*. Dia memang sering terjun ke dalam perusahaan untuk mengawasi keuangan di sana. Namun tugas sebagai CEO selalu dipegang oleh kakeknya. Lagipula ada yang lebih berhak memegang perusahaan tersebut daripada dirinya. Paman Hans adalah tangan kanan kakeknya selama ini. Dia juga yang menjalankan perusahaan saat kakek Daniel jatuh sakit. Jadi bayangkan betapa terkejutnya semua orang ketika surat wasiat itu dibacakan sehari setelah kematian kakeknya. Daniel sedang berduka saat itu. Kakeknya adalah satu-satunya keluarga yang dia miliki. Setidaknya begitulah menurut pria itu. Hanya kakeknya yang memberikan uluran tangan ketika orang tua Daniel meninggal. Sanak keluarga yang lain bahkan tidak menolehkan kepalanya.
Sudah cukup kebencian yang dia terima selama ini. Dia tidak butuh lagi drama dalam hidupnya. Daniel hanya ingin hidup tenang. Dan keinginan sederhana itu sirna hanya karena selembar surat wasiat bodoh. Dia masih dapat mengingat tatapan Paman Hans kepadanya setelah pengacara keluarga mereka membacakan surat wasiat kakeknya. Seumur hidup, dia tidak pernah melihat kebencian sebesar yang ditunjukkan oleh Paman Hans pada dirinya. Begitu pula dengan tatapan seluruh anggota keluarganya saat itu. Tidak ada yang memberi selamat atau mengucapkan kata-kata mendukung kepadanya. Hanya tatapan dingin yang kental dengan rasa benci.
Daniel kembali menenggak minumannya. Vodka itu terasa pahit dan hambar. Seperti hidup yang dia jalani. Cukup banyak kesulitan yang dia temui saat awal memimpin perusahaan. Daniel tidak pernah menyangka bahwa perusahaan kakeknya sebesar itu. Bahkan proyek konstruksi perusahaan itu telah merambah Asia. Meski Paman Hans ikut membantunya, namun Daniel tidak pernah memercayai pria itu sepenuhnya. Bahkan setelah satu tahun berlalu sejak Daniel memegang kendali perusahaan. Dia memiliki firasat bahwa Paman Hans merencanakan sesuatu. Sesuatu yang buruk untuk menjatuhkannya.
Seandainya Paman Hans adalah orang yang dapat dipercaya untuk memimpin perusahaan, Daniel tidak akan ragu untuk memberikan posisinya sejak awal. Lagipula perusahaan itu sekarang adalah milik Daniel, dia dapat melakukan apa pun terhadapnya. Namun bertahun-tahun menjadi pengawas keuangan di sana, membuat Daniel tahu orang seperti apa pamannya itu. Daniel tidak akan memercayakan apa pun kepada Paman Hans. Apalagi perusahaan yang telah dibangun dengan susah payah oleh kakeknya. Yang terjadi adalah perusahaan tersebut akan menjadi lumbung emas bagi paman dan sepupu-sepupunya. Dan kemudian akan habis tak bersisa setelah lintah-lintah itu menyedotnya untuk berfoya-foya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Bride
RomantizmDaniel Levingston tidak pernah bertindak keluar jalur seumur hidup. Menjadi cucu pewaris perusahaan besar, Daniel selalu diajarkan untuk bertanggung jawab dalam seluruh tindakannya. Lalu, kakeknya meninggal, dan beban tanggung jawab itu tidak pernah...