Lauren melemparkan lirikan sembunyi-sembunyi pada Daniel yang tengah membaca koran di sebelahnya. Pria itu telah menghabiskan sarapannya dan kini seperti biasa tengah menikmati kopinya. Dia mengamati penampilan rapi Daniel, lalu membandingkan dengan dirinya sendiri yang masih mengenakan jubah kamar di atas gaun tidur. Hari ini, gadis itu bangun terlambat. Kalau biasanya dia bangun sebelum Daniel untuk menyiapkan segala keperluan pria itu, hari ini dia dibangunkan oleh suara percakapan. Daniel tersenyum meminta maaf saat melihatnya terjaga, lalu kembali melanjutkan pembicaraan di telepon. Seharusnya pria itu membangunkan Lauren lebih awal, bukan membiarkannya tetap tidur. Meski dia tidak dapat menyalahkan Daniel sepenuhnya. Mungkin Daniel masih merasa tidak enak setelah kejadian ciuman tersebut. Setidaknya, itulah yang Lauren rasakan.
Wajah gadis itu memanas bila mengingat aksi spontannya tadi malam. Jelas sekali Daniel terguncang atas 'serangan' tiba-tiba yang dia lakukan. Bukan berarti Lauren merencanakannya. Tapi aroma tubuh serta erangan nikmat pria itu seakan memberinya dorongan. Lauren tidak yakin apa maksud dorongan itu. Yang jelas, dia hanya ingin mendekatkan tubuh mereka. Merasakan kulit pria itu menyentuh kulitnya. Mencicipi rasa bibir penuh yang menggoda tersebut. Tidak lagi dengan terburu-buru, tapi benar-benar menikmatinya. Oh Tuhan...pikirannya sungguh cabul.
Lauren tersentak pelan saat Daniel menutup koran kemudian mengecek arloji. Pria itu sudah siap untuk berangkat. Dia mencemooh kekhawatirannya yang berlebihan. Daniel bisa bersikap seperti biasa setelah ciuman itu, seharusnya dia juga bisa melakukannya.
"Daniel, boleh aku keluar hari ini?" Lauren mengajukan pertanyaan tersebut tatkala pria itu tengah memasang sepatu.
"Ke mana?" Daniel tidak menatap gadis itu saat bertanya balik, masih sibuk dengan tali sepatunya.
"Mencairkan cek. Lalu...menggunakan uang itu."
Gerakan Daniel terhenti. Akhirnya, pria itu menatap Lauren, tanpa kata meminta penjelasan. Namun gadis itu bergeming, hanya diam di tempat dengan tekad serta kegelisahan yang sama.
"Nanti," Lauren berkata pelan. "Akan kuberitahu suatu saat nanti."
Daniel tidak mendesak, melanjutkan kegiatannya yang sempat terputus. "Anytime, My Dear."
Pria itu bangkit, merapikan jasnya sejenak lalu mengambil tas kerja dari tangan Lauren. Tubuhnya maju untuk mendaratkan ciuman di pipi gadis itu seperti yang selalu dia lakukan, akan tetapi istrinya justru bergerak mundur. Daniel melempar pandangan bertanya, membuat Lauren makin salah tingkah.
"Aku belum mandi," ucap gadis itu dengan enggan.
Sebelah alis Daniel terangkat ke atas. "So?"
"Bauku tidak enak."
"No. You smell fine."
"Just...not now. You can kiss me when I'm ready."
"Persetan!"
Lauren tercengang. Apa dia baru saja mendengar Daniel memaki? Pria itu tidak pernah memaki. Setidaknya bukan dengan sengaja. Jadi dapat dibayangkan betapa terkejutnya Lauren saat mendengar makian itu keluar dari mulut Daniel. Tapi ternyata, kejutannya tidak berhenti sampai di situ.
Daniel meraihnya dengan sebelah tangan, membawa gadis itu dalam dekapan. Tubuh mereka menempel rapat saat pria itu menciumnya. Tepat di bibir. Bukan lagi ciuman ringan di pipi. Pagutan bibir pria itu kuat dan mendesak. Memerangkap bibir Lauren dalam ciuman bertubi. Daniel menyesap bibir bawahnya, mengecap seluruh kelembutannya. Gadis itu sadar bahwa ciuman ini sangat berbeda dengan yang dia lakukan tadi malam. Daniel tahu cara melakukannya dengan benar dan menuntut Lauren untuk membalas ciumannya.
Belajar dari cara pria itu menciumnya, Lauren melakukan hal yang sama pada bibir Daniel. Dia menghisap bibir atas pria itu dengan gerakan kikuk, tapi reaksi yang dia dapat di luar dugaan. Menggeram rendah, Daniel menjatuhkan tas kerjanya dan memeluk Lauren lebih erat, melekatkan dada kerasnya pada kelembutan payudara gadis itu. Ciumannya makin bernafsu, mendesak bibir di bawahnya agar membuka. Memberi akses pada lidahnya untuk mencicipi lebih jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little Bride
RomanceDaniel Levingston tidak pernah bertindak keluar jalur seumur hidup. Menjadi cucu pewaris perusahaan besar, Daniel selalu diajarkan untuk bertanggung jawab dalam seluruh tindakannya. Lalu, kakeknya meninggal, dan beban tanggung jawab itu tidak pernah...