[[PROLOG]]

53 13 0
                                    

Suara palu diketok menggema ke seluruh penjuru ruangan. Terdengar jelas oleh ribuan pasang telinga dan menyentak batin yang terluka. Membawa lara pada sanubari hingga sesak di dada. Suara-suara lantang penuh nada penolakan menyusul, menyerukan ketidakadilan akan keputusan yang lebih kepada sepihak. Berusaha menentang keputusan para "Wakil Rakyat" Yang mengarah kepada "Kesengsaraan". Menitik akan poin-poin yang dinilai akan membawa kontroversi dan makin menyulitkan Rakyat kecil. Memberikan usul yang jauh lebih masuk akal tanpa melepas hati nurani.

"Apakah ini nantinya tidak akan menyulitkan Rakyat kecil?"

Akan tetapi seruan  di bungkam atas dasar tak masuk akal. Microphone dimatikan, suara serak para pembela rakyat disenyapkan. Wakil rakyat menuli, membuta, menutup hati akan derita rakyat. Tanpa  memikirkan kondisi dan keadaan masyarakat yang telah dibuat lelah oleh penyakit yang mengglobal.

Kini sekali lagi, rakyat kembali "DIHIANATI". Dikesampingkan kepentingannya karena keegoisan para wakil yang tak juga sadar. Tak ada kompromi, tak ada pertimbangan lagi.

RUU KUHP yang lalu maupun RUU Cipta Kerja yang ini... Keduanya sama saja akan menyengsarakan rakyat!

Ketika USUL ditolak tanpa DITIMBANG
Suara DIBUNGKAM dan kritik DILARANG
Telinga MENULI dan mata MEMBUTA
Hanya ada satu jalan, yang perlu dilakukan demi tegaknya hak sebagai rakyat dan warga negara.

LAWAN!

Perasaan kecewa yang sama dirasakan rakyat Indonesia. Menumpuk dalam dada, berubah menjadi kemarahan dan kekecewaan.

Mereka berseru! Berkumpul! Membangun kekuatan demi MELAWAN KETIDAK ADILAN! Bersama-sama turun kejalanan demi MENUNTUT HAK MEREKA! Mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah demi menuntut para wakil yang bagai "penghianat."

MEREKA INGIN KEADILAN DARI PEMERINTAH DAN WAKIL RAKYAT YANG TAK JUGA SADAR!

Dan terjadi lagi.

Aksi seperti tahun lalu. Aksi menuntut keadilan atas dasar RASA SENASIB.

Waktunya Rakyat turun kembali demi MENOLAK OMNIBUS LAW!

.......

Kota XX, pukul 11 WIB.
Daerah sekitaran gedung DPRD kota.
Kerumunan Masa Demonstran berhadapan dengan Jajaran Penegak hukum berseragam lengkap.

"Tidak bisa! Kami tak bisa membiarkan kalian masuk!"

"ALAAHHH RASAH KAKEHAN ALESAN! AYO REK, TEROBOS WAE KON!"

"TAREEKK SIIISST!"

"SEMONGKOOOO!!"

"WOOOO!!!"

"HIME HIME, HIME, SUKI SUKI DAISUKI HIME--"

Bentrok terjadi, rusuh sudah pasti. Apa lagi kali ini tak hanya Mahasiswa yang turun, Buruh dan Pekerja kantoran juga turut serta turun tangan. Menyemarakkan-- Ambyarr-- di sekitaran Gedung DPRD Kota yang telah dikepung oleh para Demonstran. Jangan lupakan pula para Wibu yang turut serta meracun orang-orang sekitar demi Hymne Hime-Hime berkumandang riang.

Gempuran demi gempuran terus dilayangkan. Maju dengan beringas demi menjebol gerbang berlapis yang disiapkan aparat ditempat. Serempak mengangkat kaki, menyepak kuat, sampai melayang menghantamkan diri pada pagar pembatas yang memisahkan halaman luas gedung dan tempat di mana masa tumpah ruah membeludak. Kumpulan Aparat Kepolisian yang ditugaskan untuk berjaga dan mengamankan Demonstrasi siang itu tampak kesulitan menahan perlawanan para Penuntut Keadilan.

Tak ada kata negosiasi. Yang ada hanya keputusan untuk MELAWAN demi KEADILAN yang diinginkan! MENOLAK RUU Cipta Kerja yang dirasa tak BEKERJA untuk BURUH dan RAKYAT.

"TOLAK OMNIBUS LAW RUU CIPTA KERJA!!"

"BUKA BUKA BUKA GERBANGNYA! BUKA GERBANGNYA SEKARANG JUGA!"

"BUKA BUKA BUKA GERBANGNYA! BUKA GERBANGNYA SEKARANG JUGA!"

Masa berseru, bersatu padu, menyanyikan yel-yel pembakar semangat. Melawan kembali tanpa kenal takut. Polisi kewalahan, namun tetap bertahan demi menjalankan titah yang diturunkan. Emosi bergejolak. Dari pihak Demonstran maupun Aparat Kepolisian, kedua kubu sama-sama memanas.

Para antek perpecahan menyusup, menyerukan kalimat-kalimat manipulatif yang mengarah pada hal negatif. Membimbing para Demonstran agar bertindak semakin jauh-- mengarah pada anarkis. Batu dilempar, Kayu dilepar, sepatu dilempar-- bahkan ada juga yang sampai melemparkan diri supaya formasi aparat kepolisian terpecah. Roll depan roll belakang sampai kayang-- demi merobohkan barisan penjagaan Kepolisian.

Dan tak hanya aparat dan demonstran yang terluka, petugas medis, reporter  bahkan sampai pejalan kaki tak bersalah dan pedagang asongan turut serta terkena imbas dari kekacauan yang ditimbulkan. Perampokan dan perampasan terjadi. Perusaka tak perlu dipertanyakan lagi. Para biang keonaran tak bertanggung jawab terus merusak ibu pertiwi...

Tak ada lagi persatuan. Yang tampak disana... Hanyalah perpecahan...

Miris, itu yang ada di dalam pikiran pemuda beralmamater kuning gading yang berada di tempat. Menatap kekacauan di sekelilingnya dengan pilu. Kemarahan berganti kekecewaan. Merasakan betapa kacaunya demonstrasi yang berakhir ricuh dan anarkis.

Dalam cuaca panas yang bercampur rintik hujan. Berbagi udara menyesakkan yang sama. Kaos, Seragam, Kemeja, basah oleh keringat, air, dan darah. Demonstran masih terus berseteru dengan Aparat kepolisian yang tak juga mau mengalah.

Apa... Apa mereka semua tak lelah?

Apa perusakan dan perpecahan seperti ini memang diperlukan demi tegaknya keadilan?

Tidak bisa... Kalau begini terus--

"Justru kita akan makin terpecah dan hancur."

Tak bisa dibiarkan.

Harus ada yg menghentikan semua ini!

Menyingsingkan lengan baju, mahasiswa beralmamater kuning gading itu akhirnya bergerak. Mencoba menghentikan kerusuhan yang terjadi di depan mata. Tangan terangkat, meraih megaphone dan mendekatkannya ke bibir. Kalimat telah tersusun di kepala, tinggal bersuara lantang agar didengar oleh semua.

Namun dirinya tak sadar jika ada oknum tak bertanggung jawab yang mencoba 'menghentikannya'--

"He-hey--"

DUAKK!!

Namun sosok itu tiba-tiba terlempar menjauh, menghantam demonstran lain yang masih sibuk berbuat onar. Si mahasiswa terkejut, menatap sosok yang terlempar dengan tak elit sama sekali. Mata beralih, punggung tegap seseorang tampak di hadapannya. Menjulang gagah dan membuat terpana--

Ya. Terpana.

Iris kecoklatan membola, melihat sosok bermasker yang baru saja menolongnya. Megaphone terjatuh, sosok itu berbalik tepat ketika tangan si Mahasiswa menyentuh dada di balik seragam itu--

Menyentuh tepat dimana jantung berada.

Dalam suasana demonstasi yang begitu panas. Di tengah pandemi yang tak jua surut. Siapa sangka, sosok yang sudah setahun lamanya dinanti--menanti-- kembali dipertemukan....

Di tempat yang sama. Berdiri berhadapan di tengah gempuran demonstran yang siap menjebol pagar depan Gedung DPRD. Dua insan saling menatap, terkejut, tak percaya.

Pertemuan yang bagaikan sebuah takdir. Menyebarkan gelenyar aneh kembali di dada yang tlah lama hilang-- namun terus di nanti.

Bibir gemetar terbuka, menyerukan sosok yang muncul kembali di depan mata dengan lirih namun penuh pengharapan,

"Dek... Stm?"

"Eh..? Ha-halo Mas Rangga..."

DEMO BERUJUNG 'BELOK'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang