Epilog

66 10 0
                                    

[[Epilog Menuju 'Belok']]

Demonstrasi penolakan "RUU Cipta Kerja" Yang terjadi pada tanggal 6 Oktober berakhir dengan hal yang tak terduga. Barisan kepolisian bertameng yang sebelumnya berjaga memunggungi gedung DPRD telah berubah menghadap gedung parlemen tersebut dan memberikan garis kuning disekitarnya. Orang-orang mulai berkerubut demi melihat gedung megah yang terbakar hebat. Wartawan berbondong-bondong meliput berita besar untuk masing-masing channel. Bapak-Bapak Tentara membantu petugas medis mengangkut orang-orang yang terluka dan memberikan pertolongan pertama.

Di tengah-tengah hiruk-pikuk kekacauan, Rangga menatap Hide yang tampak semakin pucat karena kehilangan banyak darah dengan wajah cemas, "Mas Hide, kita harus segera mengobati lukamu..."

Semua orang lantas menyadarinya dan segera menatap luka menganga yang masih terus mengeluarkan darah dari pinggang polisi muda itu.

"Benar juga! Kita harus segera mengobatimu! Mayday! Mayday!" Seru Lala, tampak mulai panik dan mencoba mencari petugas medis. Namun Yudha segera menghentikannya, "Nggak perlu memanggil petugas medis. Aku akan mengantar Hide-Senpai ke rumah sakit terdekat."

Hide menggelelengkan kepala, "Nggak perlu. Aku akan mengobatinya sendiri dengan perlengkapan di mobil."

"Jangan keras kepala begitu, senpai." Tegur Yudha-- dengan segera mendekati Seniornya dan merangkulkan lengan pria itu ke lehernya. Lantas sebelah tangan secara refleks turun ke pinggang ramping Hide yang masih terbalut rompi hitam. Dia meneruskan, "Lukamu perlu di jahit dan anestesi biasa takkan cukup membantu."

Di tengah-tengah rasa prihatin terhadap si polisi muda, satu sosok justru menyorot tajam dan tak lepas dari tangan yang merangkul pinggang ramping itu.

"Senpai masih bisa berjalan kan? Aku akan memapah--"

Grepp--

"Serahkan dia padaku."

Rangga dan yang lainnya terhenyak, terutama Hide sendiri yang tiba-tiba ditarik hingga terlepas dari rangkulan Yudha dan menubruk dada bidang seseorang. Menoleh, Hide mendapati sosok Rio yang berwajah dingin baru saja menariknya dan kini merangkul pinggangnya dengan begitu erat.

"Apa maksud--"

"Anda nggak perlu melakukannya, Sir. Saya membawa mobil sendiri." Kata Yudha, memotong protes Hide dan balas menatap Rio tak kalah dingin. Kedua pria itu saling melempar tatapan tajam dan membuat orang-orang disekeliling mereka saling pandang penuh tanya.

Namun Rio tak kehilangan akal,

"Jalan raya saat ini sedang macet parah. Ke rumah sakit terdekat akan memakan waktu lebih dari setengah jam. Hide takkan bertahan selama itu. Aku akan membawanya ke mobil patroliku. Perlengkapan medis disana jauh lebih lengkap dan memadahi."

Hide setengah tak percaya sudah bersiap menolak pria itu mentah-mentah. Tapi sayangnya Yudha keburu berkata, "Baiklah. Kalau begitu saya akan ikut. Hide-senpai tak bisa mengobati lukanya sendiri."

Mendengar hal itu, sepasang alis tebal Rio tampak menukik dengan tak menyenangkan. Hide menyadari keanehan itu ketika merasakan tangan besar Rio yang merangkul di pinggangnya terasa menguat dan membuat lukanya jadi bertambah sakit. Namun pria itu sudah terlalu lelah hanya untuk berdebat dan memilih pasrah ketika merasakan kepalanya semakin pening karena kehilangan cukup banyak darah.

Rangga menatap bingung dua pria dewasa di depannya dan ingin mencoba menengahi, namun tak tahu harus mengatakan apa.

Plok! Plok!

Hingga akhirnya seseorang menepukkan tangan dua kali, menengahi adegan memanas antar dua binatang buas yang saling berebut 'mangsa'. Lala, dengan wajah ceria kekanakan akhirnya ikut angkat bicara mendinginkan suasana, "Nah, Rio benar tuh! Kalau begitu kita serahin Hide ke dia untuk segera di obati. Kasihan lho Hide sudah mau ambruk begitu." Ujarnya. Memasang wajah kelewat sendu kepada Hide yang bernapas dengan tak teratur. Rio yang menyadarinya lantas menyentuh wajah Hide dan merasakan tubuh pria itu mulai memanas,

DEMO BERUJUNG 'BELOK'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang