[[S2]] [[BELOKAN 8]] : END

69 11 1
                                    



Bunyi tembakan yang menggema di dalam ruangan menyentakkan batin orang-orang di dalamnya. Sosok Anggota Legislatif daerah, dengan wajah dingin menodongkan senjata api pada satu sosok yang terbidik olehnya. Moncong dari pistol itu memunculkan asap mengabur bersama udara yang terasa semakin menyesakkan. Melesatkan sebuah peluru panas pada satu sosok yang terbidik olehnya.

Dan sosok itu terjatuh dengan begitu dramatis di depan mata semua orang.

"RENGGAAAA!!" Rangga meneriakkan namanya dengan perasaan terguncang. Berteriak hingga tenggorokannya sakit seperti disayat. Sepasang karamel itu bergetar dengan air mata mengalir dari masing-masing sudutnya. Memantulkan sosok Rengga yang tak bergeming disana dan tak bergerak

"Tidak... Tidak.. Rengga!!" Rangga dengan dada sesak membuncah mencoba untuk mendekati sosok itu. Mencoba meraih sosoknya. Akan tetapi tangannya lantas di tahan dan ditarik kembali. Rangga berwajah setengah Frustasi, meronta "Mas Hide! Lepasin!"

"Jangan kesana ponakan bego!"

"Tapi Rengga... Rengga--!"

DOR!!

Satu tembakan keras kembali terdengar, mengheningkan keributan di dalam ruangan. Rangga terkejut, ketika dirinya ditarik hingga terhempas ke belakang dan ditangkap oleh sosok dalam balutan seragam tentara. Membuka mata, melihat sosok Rio di dekatnya yang memasang ekspresi syok.

Rangga mengikuti arah tatapan tentara itu dan seketika memucat sempurna,

"Mas Hide--"

Ia melihat percikan darah di lantai yang kotor dan sosok polisi muda di depannya terkoyak di bagian perutnya.

"Ohokhh--" Hide memuntahkan darah dari mulutnya dengan mata membelalak. Lantas jatuh berlutut sembari memegangi pinggang kanannya yang mengalirkan darah segar.

"MAS HIDE!" Rangga dengan panik segera mendekati pamannya itu. Namun ia kalah cepat dari sosok Tentara yang telah lebih dulu berlutut dan meraih tubuh dalam balutan seragam kepolisian itu.  Sosoknya ambruk di bahu tentara itu.

"Hide! Hey! Hide!!" Panggil Rio dengan panik. Mengguncang pelan Hide yang mengernyit kesakitan dalam dekapannya. Rangga amat syok melihat rompi berwarna hitam yang dikenakannya terkoyak dan ternoda darah.

Bukankah itu rompi anti peluru? Seharusnya Hide tidak terluka bukan? Tapi kenapa peluru itu menembusnya?

"Nggak kusangka, ternyata itu bukan rompi anti peluru? Beruntungnya aku!"

Sosok Bapak DPRD yang memegang pistol tertawa layaknya psikopat ke arah mereka, "Berarti kalian menerobos kemari tanpa persiapan apapun? Bodoh sekali! Kalau begitu kalian sama saja mengantar nyawa kan?!!"

Rangga mengepalkan tangan mendengar perkataan pria itu. Amarah memenuhi dirinya. Mata terasa panas, memburam karena air mata yang menggenang. Melihat Bapak DPRD telah menembak dua sosok yang sangat disayanginya....

"Bajingan-- BAGAIMANA BISA ANDA MENEMBAK ORANG BEGITU SAJA TANPA MERASA BERSALAH SEDIKITPUN?!" Teriaknya.

"Rasa bersalah?" Pria bertubuh kecil dalam balutan jas itu kemudian menyeringai dengan keji, "Kalianlah yang membuatku--kami terpaksa melakukan semua ini!"

"Semua bisa diselesaikan secara baik-baik! Tapi kalian yang sejak awal melukai kami! Kalian yang sejak awal tak menghargai kami! Dan Anda--" Bibir Rangga gemetar karena rasa sesak, "Anda bahkan menembak Ren dan Mas Hide..."

"Banyak bacot bocah!" Serunya, menyentakkan Rangga. Pemuda itu tanpa sadar merapatkan diri pada Rio di sampingnya. Merasakan atmosfer semakin tak mengenakkan, dan ia menoleh.

DEMO BERUJUNG 'BELOK'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang