Dua Pertemuan

18 2 30
                                    

Sepulang sekolah kelompok Bermuda dan Syifa berencana melakukan pertemuan awal untuk membahas materi-materi yang akan mereka bawakan saat tugas kunjungan ke sebuah sekolah dasar di bilangan Jakarta Selatan.

Sekalipun Apoy dan Ratih harus absen hari itu karena alasan masing-masing, yang mana Bermuda tahu bahwa ketidakhadiran Ratih ada hubungannya dengan sang kekasih yang tak sudi pacarnya satu kelompok diisi mayoritas oleh kaum adam.

Atau Safitri yang harus menghadiri jamuan makan siang para pemain tenis sekolah hingga pukul tiga mendatang. Dan Apoy yang hidungnya mimisan saat jam istirahat karena memiliki daya tahan tubuh lemah.

Semesta seakan berkonspirasi untuk mempertemukan Bermuda dan Syifa dalam suatu kebetulan—menjadikan pertemuan tugas kelompok yang tak bisa dihadiri rekan lainnya sebagai dalih untuk perkenalan lebih dekat di antara keduanya.

Kantin ini menjadi media pertemuan. Dua gelas air putih dingin yang embunnya meleleh dan mencetak kulacino menjadi saksi bisu pertemuan keduanya.

Bermuda duduk di sebelah Syifa, menatap lapangan kosong di hadapan mereka yang disiniari terik matahari pukul dua, menyebabkan suhu panas tetapi bukan tipe panas yang menyengat melainkan lembap, sehingga peluh membasahi bagian belakang seragam keduanya.

Seharusnya, Adrianna menemani Syifa supaya agaknya dia tidak terlihat sedang berpacaran dengan Bermuda, tetapi mulut perempuan itu terkadang sulit untuk dipegang. Adrianna entah pergi ke mana, padahal selama di kelas sebelum pulang sekolah dirinya memastikan dengan jawaban "iya, iya, iya dan iya."

Sesekali Syifa melirik ke tempat Bermuda duduk, jarinya sibuk menulis lalu mencoret sebuah lembaran buku yang isinya adalah partitur lagu. Demi Tuhan Syifa tak mengerti apa yang tengah digarap lelaki itu, tetapi tatapan penuh konsentrasinya membuat Syifa terkesima.

Ada yang mengalir menuju otaknya. Hangatnya terasa di hati. Syifa berupaya keras mengatur ritme napasnya.

Dari jarak sedekat itu pula Syifa sadar bahwa apa yang Safitri atau Ratih katakan soal Bermuda memang benar. Dia wangi. Wangi seperti sabun mandi dan parfum, tapi tidak membuatnya enek. Sorot mata hitamnya tidak tajam namun tegas—tak heran banyak yang tertarik dengannya hanya dalam sekali pandang, lalu rahang tegasnya, rambut lurusnya yang lemas, bibir tipisnya.

Syifa tetiba diserang penyakit gila. Tergila-gila untuk ndusel dan membenamkan wajahnya dalam pelukan Bermuda.

Astaga, apa yang baru saja ia pikirkan? Dasar mesum, mesum, mesum. Syifa mengantukkan tangan pada keningnya.

Syifa dapat merasakan jantungnya berdebar seperti ingin meletus. Tanpa ia sadari, mata yang awalnya melirik kini terpaut terang-terangan mengamati Bermuda. Senyum tipis terulas di wajah lelaki itu saat menyadari Syifa yang melamun tetapi pikirannya mengembara ke mana-mana.

Wajah polosnya. Lamunan tanpa arti. Bagaimana bisa Bermuda menerjemahkan betapa menggemaskan wajah Syifa yang kini duduk di sebelahnya?

Perona pipi itu. Alis tebalnya. Segala sesuatu tentang perempuan yang mencetuskan esai berjudul ikatan seperti pisau bermata dua.

Apa yang ada di dalam pikirannya?

"Judulnya Fly Me To The Moon, yang ini versinya Raye. Aku lagi mempelajari nada dan temponya supaya pas dengan selera Pak Hilwan," ujar Bermuda memecah keheningan serta fokus Syifa.

Tentu saja, Syifa langsung terkesiap dan membuang muka. Tanpa sadar ia menyiku tasnya yang terbuka kemudian memuntahkan seisinya. Buku-buku itu berserakan, Syifa yang masih setengah kaku hanya mampu terbelalak.

Bermuda beranjak seraya merapikan buku-buku itu. Lagi, buku sketsa milik Syifa mencuri perhatian Bermuda. Ingin sekali dia membuka, tetapi tak ingin dianggap kurang tata krama.

lubang di jalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang