Bermuda masih belum bisa beranjak dari kejadian siang itu. Senyum lebar terlukis di wajahnya, tatapan kosongnya mengarah ke arah drum kit yang sudah rindu digebuk oleh Bermuda. Sementara anggota band lainnya masih bersiap-siap dengan alat instrumen mereka masing-masing.
Ada yang mengelap saxophone dan trompet tembaga hingga mengilap, mengangkat biola dari kotaknya dengan hati-hati seakan itu adalah bayi yang baru lahir, kelompok backing vocal melatih olah suara dari nada rendah lalu tinggi melengking.
Semua—keenam belas anggota itu, memiliki kesibukan mendesak sembari menunggu guru mereka tiba.
Sesuai perintah Ratih, hari ini adalah latihan penting bagi Una: Vestido, sebuah big band/orchestra beraliran jazz di bawah payung ekstrakulikuler musik SMA Una untuk mengikuti seleksi kompetitif big band se-Jakarta.
Una: Vestido adalah dua penggalan kata yang berasal dari identitas sekolah mereka atau Una dan Vestido dari bahasa Spanyol yang berarti dress mewah. Nama ini dicetuskan oleh guru musik sekaligus penanggung jawab ekstrakulikuler musik mereka, yakni Pak Hilwan.
Bermuda masih melamun dan menikmati guratan wajah Syifa yang jelita dalam angan-angannya. Ratih beranjak dari bangku kecil di depan pianonya, kemudian melongok ke tempat Bermuda yang belum membuka buku musik penuh dengan not balok itu.
"Tuan Muda," panggil Ratih, Bermuda masih tak ubah.
Perempuan yang kini mengenakan dress putih terusan selutut itu berkacak pinggang kemudian memukul salah satu simbal dengan keras hingga Bermuda terkesiap dan menjatuhkan stik drumnya.
"Halo Tuan Muda yang lain udah siap, loh, masa kamu masih bengong gitu?"
Bermuda memungut stik drumnya sambil berdecak, buku not balok akhirnya dibuka. Kegaduhan itu memancing anggota band lain untuk melihat ke arah sumber suara, kemudian beralih untuk mengurus urusan masing-masing lagi.
"Pak Hilwan sebentar lagi dateng, please, kurang dari 2 minggu seleksi dimulai, kita harus serius, Mud."
Begitulah Ratih dengan ambisinya, ia memang dikenal sebagai perempuan cerewet yang cenderung perfeksionis. Kemauannya harus dituruti, semua mesti sesuai rencana, dan hasilnya kudu mendekati ekspektasi. Namun, Bermuda tidak keberatan dengan karakter Ratih yang sudah ia kenal sejak duduk di bangku SMP tersebut.
Walaupun agak menyebalkan, sejujurnya kehadiran Ratih di hidup Bermuda menjadi penyeimbang agar dirinya memiliki pesaing sehat yang setara dalam hal akademik maupun non-akademik.
Kritikan perempuan itu masih menyeruduk seisi panggung, Bermuda hanya terkekeh seraya memilin lengan kemeja hitamnya.
Tak lupa ia melakukan pemanasan dengan memutar stik drum pada jemari lentiknya, sesekali menggerakan bahu ke depan lalu belakang membiarkan aliran darah lancar dan perasaan gugup hilang saat ada bunyi kruk dari persendiannya.
"Oh iya Tih, menurut kamu lagu Vogel im Käfig taruh menjelang akhir pentas aja nggak? Biar suasana klimaksnya masih terjaga dan penonton nggak bosan?" pertanyaan Bermuda sukses mengalihkan ocehan Ratih.
Kini ia menggosok dagunya seraya berpikir kemudian memanggil lead vocal band mereka, Andien, untuk berdiskusi. Perempuan dengan tinggi 160 senti bertubuh semampai dan rambut hitam dicepol itu menghampiri, bahkan tanpa lampu sorot, perangainya tetap bersinar seperti rembulan di langit yang gulita.
"Din, menurut kamu Vogel im Käfig kita input menjelang akhir pentas aja nggak, sih? Aku baru kepikiran kalau kita mainin di awal bakalan jadi antiklimaks?"
Andien mengerutkan bibirnya yang merah dipoles gincu. Ia mengambil buku not balok milik Bermuda, membuka halaman dengan hati-hati sebab tak mau buku milik orang lain rusak, dan berhenti pada lagu dari soundtrack Attack on Titan yang dimaksud.
![](https://img.wattpad.com/cover/371681393-288-k567165.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
lubang di jalan
Teen FictionMengikuti kisah seorang pemuda bernama Bermuda Raffles yang tengah mencari jati diri. Namun, kata KETERIKATAN membuatnya menjadi amat kompleks. Ini bukan sekadar tentang persahabatan dan cinta. Tetapi, bagaimana ikatan membuat hidup menjadi penuh di...