Chapter 32

2.4K 140 6
                                    

Hai~ apa kabar para piyik Uthor yang budiman? Sudah makan kah kalian?

Selamat membaca dan semoga suka yaaa~

Aslaniro Incendeo D'Arcy, atau yang kerap kali disapa dengan nama Aslan. Ia digambarkan sebagai pemuda tampan dengan sifat yang apa adanya, Aslan bahkan tak segan mengeluh bila ia merasa hal yang dihadapinya begitu berat dan rumit.

Aslan memiliki hati yang lembut namun juga sekuat baja, ia tak akan goyah akan rumor ataupun suatu hal yang belum ia pastikan kebenaran aslinya hingga keakar terdalam.

Aslan lahir saat bulan purnama menduduki tahta tertingginya ditengah gempuran musuh yang menyerang kediaman D'Arcy kala itu, hingga akhirnya tepat pada kelahiran Aslan keluarga D'Arcy meraih kemenangan mereka.

Terlahir sebagai anak sulung membuat Aslan menanggung penuh beban berat di bahunya. Namun walau begitu, Aslan tak pernah mengeluh karena bagaimana pun predikat Sulung telah menjadi takdirnya sejak lahir sampai ia akhirnya memiliki seorang adik.

Aslan begitu menyayangi dan mengasihi adik perempuannya, bahkan Aslan sendirilah yang menamai bayi mungil tersebut dengan mulut kecil miliknya saat kanak-kanak dulu.

Nama yang Aslan berikan untuk adiknya adalah Rhakaela Lucien D'Arcy. Nama yang indah sesuai dengan paras sang adik tercinta. Aslan sangat melindungi Rhakaela, ia bahkan akan menjadi tameng hidup untuk sang adik kala melakukan suatu kesalahan.

Setiap kesalahan yang dilakukan oleh Rhakaela akan Aslan tutupi bahkan ia rela menerima hukuman dari sang ayah hanya agar sang adik tak merasa kesusahan dalam takdirnya. Kasih sayang Aslan begitu besar, hingga dianggap berlebihan oleh semua orang.

Aslan yang sangat memanjakan Rhakaela.

Aslan yang selalu melindungi Rhakaela.

Aslan yang rela terluka demi Rhakaela.

Aslan yang rela berada dalam masalah demi adiknya, Rhakaela.

Dan masih banyak lagi usaha Aslan dalam mempermudah hidup sang adik. Terkesan bodoh dan tolol, namun ini adalah cara Aslan dalam mencurahkan kasih sayangnya.

Aslan seorang pemuda yang memiliki hati setulus dan selembut desiran angin pagi. Aslan pemuda kuat yang menanggung tanggung jawab menggantikan sang ayah untuk melindungi keluarganya di masa depan.

Aslan seorang pemuda yang selalu bertingkah konyol didepan keluarganya hanya untuk melihat dan mendengar tawa bahagia semua orang terkasihnya. Apapun akan Aslan lakukan demi keluarganya bahkan bila ia harus mengorbankan nyawanya sekali pun, akan ia lakukan dengan sukarela.

Apa cukup sampai disana menggambarkan seorang Aslaniro? Oh tentu saja tidak akan pernah cukup. Karena sosok Aslan begitu terlukis apik dalam skenario yang sudah di buat sedemikian rupa oleh Sang Pemegang Kendali.

Dikamar dengan cahaya temaram terdapat Aslan yang duduk bersandar di kepala ranjang King-Size miliknya sembari menatap Album foto yang penuh kenangan indah baginya.

Senyuman tulus terlukis indah di paras tampannya, jari jemarinya terus membuka halaman demi halaman album foto dalam pangkuan dengan begitu hati-hati.

Pemuda itu nampak menatap lembut sebuah foto yang berisikan seorang anak laki-laki yang tengah menimang seorang bayi perempuan dalam posisi duduknya. Aslan terkekeh ringan kala mengingat kali pertama dirinya menimang sang adik.

"Gue inget pas pertama kali Mama ngajarin gue nimang Kaela kecil, waktu itu gue was-was bukan main. Bukan karena gue nggak suka, tapi gue cuma takut kalau nanti secara nggak sengaja malah nyakitin Kaela yang masih bayi. Apalagi waktu itu gue masih kecil, tapi karena Mama ngasih keyakinan lebih saat itu bikin gue berani buat nimang Kaela." Monolog Aslan dengan sebuah tawa kecil diakhir ucapannya.

Saat jemari miliknya akan kembali membuka lembar album berikutnya, sebuah ketukan pintu terdengar membuat Aslan mengalihkan pandangan yang awalnya terarah ke Album malah teralihkan kearah pintu kamarnya.

"Abang, makan malam dulu yuk. Mama udah masakin menu kesukaan abang sama adek dibawah."

Aslan yang mendengar suara sang ibu pun tersenyum tipis dan menatap kearah jam dinding yang menunjukan jam tepat pada waktu makan malam.

"Iya, Ma! Abang bakalan turun sebentar lagi! Mama duluan aja ya!" Seru Aslan dari dalam kamar, pemuda itu lantas kembali menyimpan album foto yang ia lihat tadi ke rak buku yang ada di sudut kamarnya.

Diora yang mendengar ucapan sang Putra yang ada di dalam kamar pun hanya menggeleng pelan lalu tersenyum lembut sebelum melenggang pergi menuju meja makan.

Kembali ke Aslan, pemuda itu kini sudah siap dengan pakaian tidurnya. Rencananya malam hari ini Aslan tak akan pergi kemana pun, karena ia terlalu malas untuk keluar hari ini jadi ia memutuskan untuk diam dirumah saja.

Aslan pun pergi menuju ruang makan yang dimana telah berkumpul, namun ada yang kurang membuat Aslan mengernyitkan keningnya sembari duduk di kursi yang biasa ia duduki.

Ia memindai wajah-wajah yang ada dimeja makan. Ada sang Papa yang nampak menggoda sang Mama, ada sang Kakek yang tengah berdebat ria dengan asistennya yang bernama Zeus perkara udang asam manis yang tak boleh dimakan oleh sang kakek tua, dan yang terakhir ada si gelandangan Keiden yang sedari tadi cengar cengir sambil menatap layar ponselnya.

'Eh tunggu! Adek gue sama Om lucnut kemana?! Ko kaga ada batang idungnya?!' Batin Aslan sembari melihat kursi kosong disebelahnya dan disebelah Keiden bergantian.

Caesario yang melihat kelakuan anak bujangnya mengernyit bingung lalu menoel lengan sang istri membuat Diora menoleh kearah suaminya itu.

"Kenapa, Pah?" Tanya Diora sembari mengikuti arah pandang suaminya.

"Kamu liat deh si singa botak, ko kepalanya gerak-gerak begitu. Mas takut dia kesurup—"

"Sembarangan mulutmu itu kalau ngomong!" Bisik Diora seraya mencubit pinggang suaminya dengan kencang membuat Caesario terkejut hingga lutur kakinya terbentur meja.

"Sakit sayang, jangan dicubit bisa biru nanti pinggang aku!" Keluh Caesario yang dihadiahi delikan mau Emak Diora.

"Lagian kamu ngomongnya asal jeplak aja, mas." Balas Diora membuat Caesario nyengir ditengah rasa sakitnya.

Sedangkan Aslan yang melihat kelakuan sang Papa hanya mengernyit jijik dan bergidik ngeri. Bapaknya memang terkenal bucin akut kepada sang Mama, namun Aslan tak menduga bila kebucinan sang Papa bisa sampai menembus luar angkasa. Sungguh diluar prediksi planet Pluto.

"Oi Keidet-Keidet, lo ngapa cengar cengir mulu dah dari tadi? Kesambet arwah banci perempatan lo!" Ucap Aslan membuat Keiden mendelik sinis kearah calon iparnya itu.

"Kepo lo bujang lapuk!" Sungut Keiden lalu kembali menatap ponselnya dan lanjut mesem-mesem.

Aslan sontak merengut tak terima dan bersiap melemparkan sandal rumahnya kepada Keiden sebelum sebuah tatapan maut mengintainya dari arah kanan sang Papa.

Dan tatapan itu berasal dari Diora, wanita tersebut nampak tersenyum manis dengan hawa menyeramkan bak malaikat maut yang mengintai nyawa seseorang membuat Aslan mengurungkan niatnya untuk menimpuk Keiden dengan sandal miliknya.

'Si kedet-kedet backingan nya kaga maen-maen woy!' Ucap Aslan didalam hati sembari tersenyum kearah sang Mama dengan mental tertekan.

[ BERSAMBUNG... ]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tunangan Sang Antagonis [ SLOW UPDATE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang