BAB 14

102 10 2
                                    

Ketika Sera membuka mata dia sudah ada di ranjangnya. Mengenakan salah satu piyama sutra hitam milik nathan. Lelaki itu sedang duduk di ranjang di sebelahnya, bersila dengan menghadap notebooknya, wajahnya serius sekali. Sera merasa pusingnya sudah hilang, tapi rasa nyeri di tubuhnya belum hilang juga, sepertinya dia masih demam.

Seolah merasakan gerakan Sera, Nathan menoleh dan tersenyum.

"Tadi aku mencari piyama untukmu, ternyata kamu tidak punya piyama ataupun gaun tidur ya? Aku tidak tahu sebelumnya karena aku selalu menelanjangimu sebelum tidur"

Wajah Sera memerah, bisa bisanya Nathan memilih kata-kata itu sebagai kalimat sapaan pembukanya.

"Kenapa aku tiba-tiba sudah di rumah? Jam berapa ini?"

Nathan mengangkat alisnya, "Kamu tidak ingat? Tadi pagi kamu pingsan lalu dokter Sabrena menyuntik mu dengan obat yang membuatmu tidur. Tapi aku sepertinya harus mengajukan komplain karena sepertinya dosisnya terlalu tinggi. kamu tertidur hampir sepuluh jam, sekarang sudah jam delapan malam"

Sera terperangah, "Jam delapan malam?"

Nathan tersenyum, "Besok-besok kalau kamu merasa tidak enak badan jangan memaksakan diri untuk masuk, kamu sangat merepotkanku, aku terpaksa pulang setengah hari untuk menjagamu"

Wajah Sera memucat, dia telah mengganggu kesibukan nathan. Padahal lelaki itu punya jadwal yang sangat padat dan terpaksa meninggalkannya hanya gara-gara dia pingsan.

"Ma...maafkan aku...", suara Sera terdengar lemah, penuh penyesalan.

Nathan menoleh mendengar nada suara Sera, lalu menutup notebooknya dan meletakkannya di meja samping ranjang.

"Aku tidak memarahimu, lagipula sudah lama aku tidak mengambil cuti", dengan lembut Nathan  meletakkan tangannya di dahi Sera.

"Sudah mendingan, tadi badanmu sangat panas. Aku sampai mengompresmu dengan air es"

Sera memejamkan matanya merasakan tangan Nathan yang sejuk di dahinya. Kenapa lelaki ini begitu lembut dan penuh perhatian? Sudah lama sekali rasanya tidak ada yang memperhatikan dirinya. Setelah kedua orang tuanya meninggal, Sera selalu berjuang sendirian, tidak pernah sama sekali mengijinkan dirinya menjadi lemah. Sekarang, perhatian yang begitu lembut dari Nathan entah kenapa membuat dadanya sesak.

"Kamu sudah bisa minum obatnya? Dokter Sabrena membawakan obat untukmu. Tunggu sebentar"

Nathan bangkit dari ranjang dan melangkah keluar kamar. Tak lama kemudian dia kembali membawa nampan, meletakkannya di meja samping ranjang dan membantu Sera untuk duduk.

"Kamu harus makan dulu sebelum minum obat"

Aroma kuah yang sangat menggoda itu benar benar membuat air liur menetes. Sera menoleh ke atas nampan yang diletakkan di pangkuannya, semangkuk sup jagung dan daging yang masih panas dengan aroma yang sangat enak.

"Itu bukan bubur ayam, jadi kuharap kamu tidak memuntahkannya" ada nada geli dalam suara Nathan

Mau tak mau Sera tersenyum karena ternyata Nathan masih teringat percakapan mereka kemarin. Dengan pelan dia berusaha mengangkat sendok sup itu, tapi Nathan menahannya.

"Aku suapi" gumamnya sambil mengambil sendok itu.

Wajah Sera memerah canggung, tapi ketika Nathan mengarahkan sendok itu ke mulutnya akhirnya dia membuka mulutnya pelan, Dengan tenang Nathan  menyuapi Sera. Setelah selesai dia meletakkan mangkuk kosong itu ke sebelah ranjang.

"Ada yang menempel di bibirmu", tanpa disangka Nathan mendekatkan wajahnya, lalu menjilat sudut bibir Sera dengan lembut.

"sekarang sudah bersih" Nathan terkekeh melihat wajah Sera yang merah padam.

Romantic Story about Sera Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang