BAB 20

97 12 7
                                    

"Sshhh... Pelan-pelan Sab."Justin mengernyit ketika Sabrena mengusap luka di bibirnya dengan kapas.

"Kamu pantas mendapatkannya" gumam Sabrena tanpa perasaan, malah semakin kasar mengusap luka itu.

Mereka baru pulang dari rumah sakit. Hidung Justin patah, belum lagi lebam lebam di tubuh dan mukanya. Mata Justin mulai bengkak membiru. Pukulan pukulan yang diberikan Nathan benar-benar brutal.

"Gue cuma mau bantu Nathan. Dengan ngasih tunjuk ke dia kalo perempuan simpanannya itu cuma pelacur kecil yang cuma manfaatin dia." Justin tampak kesusahan untuk bicara. Tapi ia masih membela dirinya.

"Jangan sebut dia pelacur!!! Kamu mungkin lebih kotor darinya!"potong Sabrena marah, ia  melemparkan kapas yang di celup alkohol itu ke samping.

"Kamu sudah bertindak bodoh dan gegabah pada Sera. Astaga! Kamu pasti akan sangat menyesal begitu mengetahui semuanya!!"

"Mengetahui apa?" kali ini Justin mulai cemas.

Sabrena tampak begitu marah sekaligus sedih. Bertahun-tahun dia mengenal Sabrena, tak pernah wanita itu tampak begitu dikuasai emosi. Kecuali pada saat pemakaman Ivar.

"Gue mulai takut" gumam Justin ketika Sabrena hanya diam tak berkata apa-apa,

"Mengetahui apa sebenernya Sab?"

"Kebenaran tentang Sera" jawab Sabrena lirih. Lalu mendesah seolah-olah tak mampu melanjutkan penjelasannya,

"Mungkin kamu harus melihat ini dulu."

Sabrena mengambil bundelan artikel itu dari kotak putihnya, membukanya dan meletakkannya di pangkuan Justin. Begitu melihat foto yang menyertai artikel itu Justin terhenyak, lali ketika ia mulai membaca judul artikel itu yang ditulis dengan huruf besar-besar, keringat dingin mengalir di dahinya.

Dan begitu selesai membaca keseluruhan artikel itu, wajahnya benar-benar pucat pasi.

"Astaga....." Akhirnya Justin tak mampu berkata-kata, suaranya lemah dan diliputi shock yang mendalam.

"Sekarang kamu tahu kan kenapa aku sangat membela Sera?"

Justin memejamkan matanya, meringis merasakan matanya yang sakit. Hidungnya sakit, bibirnya sakit, sekujur tubuhnya sakit. Tapi yang paling sakit adalah hatinya. Penyesalan itu datang menghantamnya tanpa ampun sehingga yang bisa dilakukannya hanya diam dan menahankan sesak di dadanya.

Dia pantas mendapatkan ini!!!

"Jadi Sera melakukan ini semua karena itu..." Suara Justin diwarnai kesakitan. Lalu dia menatap Sabrena penuh harap, berharap kalau artikel ini salah. Sebab jika artikel ini benar, apapun yang dilakukan Justin tadi benar-benar tak termaafkan,

"Apa lo udah memastikan kebenaran artikel ini?"

Sabrena menatap Justin tajam, tampak puas dengan penyesalan Justin.

"Aku sudah memastikan ke rumah sakit itu. Tunangannya, Rafael Sanjaya masih terbaring koma disana dan belum pernah sadarkan diri sejak dua tahun yang lalu. Kemarin Rafael telah menjalani operasi ginjal, yang aku tahu biayanya amat mahal, hampir mencapai tiga ratus juta rupiah. Operasinya sukses, tapi lelaki itu masih belum sadar",

Sabrena memalingkan wajah. Matanya tampak berkaca-kaca menahan haru.

"Aku bertanya tentang Sera kepada dokter-dokter di rumah sakit itu, dan rupanya kisah Sera dan Rafael  seolah menjadi legenda sendiri di sana. Kisah seorang wanita yang menunggu tunangannya terbangun tanpa putus asa selama bertahun-tahun....."

Jadi karena itu. Kebenaran itu menghantam Justin  dengan telak. Jadi karena itu Sera menjual dirinya. Jadi karena itu Sera mempunyai hutang begitu besar di perusahaan. Justin menatap Sabrena nanar, lalu mengalihkan tatapannya lagi ke artikel di depannya, dia mengernyit. Rafael Sanjaya.

Romantic Story about Sera Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang