BAB 32

109 16 3
                                    

Sera masih tertidur di ruang perawatan. Sabrena menungguinya. Sementara Nathan yang baru terbangun, dua jam setelah kecelakaan itu berjalan pelan, menuju ruang tunggu, dia sudah mencuci muka dan agak segar, tapi mau tak mau nyeri di kepala dan bahunya membuatnya mengernyit ketika berjalan.

Rafael sedang duduk membelakanginya di kursi roda. Menatap ke luar, ke arah jendela lebar yang ada di ruang duduk itu, hujan sedang turun deras di luar membuat suasana ruangan itu begitu suram.

“Bagaimana keadaan Sera?” Tanya Rafael begitu menyadari kehadiran Nathan tetapi tidak menoleh untuk menatapnya.

“Dia baik, Sabrena sudah mengatur perawatan dan obatnya, sekarang dia masih tertidur.” Nathan berdiri, bersandar di tembok dekat Rafael, ikut menatap hujan yang mengalir deras di luar yang gelap, hanya menyisakan tetes air yang berkilauan terkena cahaya lampu.

“Kamu pasti tahu kenapa aku ingin berbicara denganmu.”

Nathan mengangguk meski tahu Rafa tidak menoleh untuk melihatnya. Hening sejenak, terasa begitu lama sampai kemudian terdengar Rafael menghela nafas panjang.

“Apakah kamu mencintainya?” tanyanya pelan.

“Sangat.” jawab Nathan cepat.

Rafael memejamkan mata ketika rasa perih menyengat di dadanya mendengar ketulusan Nathan kepada Sera. Mengetahui bahwa ada lelaki lain yang mencintai Sera dengan intensitas begitu besar ternyata menyakitinya, membuatnya terasa terpuruk dan di kalahkan. Tapi Rafael mencoba menguatkan hatinya, semua demi Sera, demi kebahagiaan Seranya.

“Apakah kamu akan membahagiakannya?”

“Kebahagiaan Sera akan selalu menjadi tujuan hidupku.” gumam Nathan jujur, dia lalu menoleh menatap Rafael yang sedang menatapnya, dua laki-laki yang mencintai satu wanita saling bertatapan.

“Maafkan aku...” Nathan menghela nafas.

“Aku tidak pernah bermaksud untuk mencuri Sera darimu, aku tidak mengetahui keberadaan mu sampai saat terakhir.”

Rafael mengernyit mendengar informasi yang baru didapatnya itu, Sabrena belum menceritakan semua ini padanya, mungkin Sabrena ingin Rafael mendengar sendiri dari mulut Nathan.

"Apakah Sera tidak menceritakan alasan kenapa dia menjual diri padamu?”

“Tidak, mungkin semua akan berbeda jika dia menceritakan semuanya dari awal." Gumam Nathan penuh penyesalan.

“aku memang jahat dan selalu mengambil apa yang kuinginkan tanpa tanggung-tanggung, tapi aku tidak pernah mengambil keuntungan dari penderitaan seseorang. Saat itu dia datang padaku, menjual dirinya padaku...kamu tahu apa yang kupikirkan waktu itu?” Nathan menatap Rafael dengan sedih,

“Kupikir dia adalah seorang pelacur penggemar barang-barang mahal yang putus asa membutuhkan uang untuk memenuhi hasratnya akan kemewahan.”

“Sera tidak seperti itu.” geram Rafael marah.

“Ya, dia tidak seperti itu. Tapi waktu itu apa yang bisa dipikirkan lelaki seperti aku? lelaki dengan kekayaan yang selalu mendapatkan wanita karena uang? aku memang salah waktu itu, aku menginginkan Sera dan aku punya uang yang diinginkannya, jadi kuterima tawarannya.”

“Tapi pada akhirnya kamu tetap jatuh cinta padanya meskipun kamu menganggap dia pelacur murahan.” Rafael merenung.

Sekali lagi Nathan menganggukkan kepalanya.

“Ya, aku jatuh cinta kepadanya, bahkan aku mulai tidak peduli kalau ternyata dia memang hanya menginginkan uangku. Aku berpikir, tidak apa-apa, toh aku punya uang banyak, tidak apa-apa selama dia ada di sisiku.” Nathan menghela nafas panjang.

“Kenyataan tentang keberadaanmu pada akhirnya menghantamku... Bahwa dia melakukan semua ini demi cintanya kepadamu.”

Rafael memejamkan matanya. “Dia sudah tidak mencintaiku lagi, dia hanya kasihan dan merasa bertanggung jawab.”

“Dia tetap mencintaimu,” Nathan tersenyum sayang ketika membayangkan Sera.

“hatinya selalu dipenuhi cinta tanpa pandang bulu, mungkin karena itulah dia berhasil menyentuh hatiku yang gelap.”

Rafael menganggukkan kepala, ikut tersenyum ketika membayangkan Sera.

“Yah... Meskipun begitu, hatinya sudah kamu miliki,” Rafael menghela nafas.

“Aku akan melepaskan Sera.”

“Kamu pikir dia akan mau? Dia sudah memutuskan akan menjagamu, dia tidak akan mau.” sela Nathan.

“Dia pasti mau, aku sendiri yang akan berbicara padanya, aku tidak perlu dijaga, terapi ini berhasil dan Sabrena meyakinkan kalau aku rutin melakukannya, dalam waktu empat bulan aku sudah akan bisa berjalan dengan normal. Aku masih bisa melanjutkan karirku sebagai pengacara setelahnya, mungkin butuh waktu lama dan aku harus belajar lagi, tapi kurasa aku bisa melangkah dengan kekuatanku sendiri.”

Nathan menganggukkan kepalanya, yakin kalau Rafael pasti mampu melakukan apa yang dikatakannya.

“Maafkan aku.” gumamnya tulus.

“Kenapa?” Rafael mengernyit menatap Nathan.

“Karena sudah mengalihkan hati Sera darimu.”

Rafael tersenyum, kali ini senyum yang benar-benar tulus, “Seharusnya aku berterimakasih kepadamu, kamu menjaganya selama aku tidak bisa ada untuk menjaganya.”

Nathan terdiam, Rafael juga terdiam lama.

Lalu Nathan mengaku, “Kamu mungkin ingin memukulku, bahkan membunuhku setelah aku mengatakannya padamu...”

“tentang apa?” mau tak mau Rafael merasakan ingin tahu ketika mendengar nada misterius di suara Nathan.

Sesaat Nathan tampak kesulitan berbicara.

"Aku... aku punya rencana jahat untuk merebut Sera darimu, aku pikir kalau Sera tidak mau memilihku, aku akan memaksanya memilihku.”

“Rencana jahat apa?” sela Rafael, langsung waspada.

Natan tertawa getir, “Bukan... rencana ini tidak menyakiti siapapun... kamu tahu... Aku ingin sengaja membuat Sera hamil... agar mau tak mau dia menjadi milikku.”

Sejenak Rafael terdiam, pengakuan Nathan ini mau tak mau menyulut kemarahannya. Menyadari bahwa Nathan begitu mudah memanipulasi kepolosan Seranya.

“Dasar Brengsek.” geram Rafael pelan.

Nathan menganggukkan kepalanya.

“Ya memang, aku brengsek. aku putus asa, setengah gila untuk bisa memiliki Sera, aku minta maaf.”

“Menurutmu apakah rencana jahatmu itu sudah berhasil?” Tanya Rafael kemudian, tiba-tiba menghubungkannya dengan kondisi sakit Sera.

Nathan mengangguk, menahan perasaannya untuk menjaga perasaan Rafael, tapi mau tak mau Rafael tetap bisa melihat sorot bahagia yang menyala-nyala di mata Nathan. Tiba-tiba dia merasa tenang, lelaki ini sungguh mencintai Sera, putusnya dalam hati, mungkin lebih dalam dari cintanya sendiri kepada Sera.

“Sabrena tadi sore menghubungiku, memberitahu tentang kondisi Sera, dan entah kenapa aku tahu. Aku tahu bahkan sebelum mereka melakukan test, aku tahu begitu saja.”

“Dan karena itu kamu kecelakaan, kamu dalam perjalanan menemui Sera?”

Nathan tersenyum, tidak berkata-kata, tapi matanya menjelaskan semuanya.

“Lelaki bodoh.” gumam Rafael getir. Dan Nathan tertawa mendengarnya.

“Memang,” gumamnya dalam tawa, lalu mengulurkan tangannya kepada Rafael.

“Terimakasih atas kebaikan hatimu.”

Rafael menyambut jabatannya dengan hangat.

“Aku melakukannya demi Sera, bukan demi kamu. Jadi ingat saja, kapanpun kamu berani-beraninya membuat Sera tidak bahagia, kamu akan mendapati dirimu berhadapan denganku.”

Nathan tersenyum mempererat jabatan
tangannya, “Aku berjanji kamu tidak akan pernah berhadapan denganku.”








Bersambung.....

Romantic Story about Sera Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang