BAB 13

106 11 0
                                    

Pagi itu, Sera terbangun sendirian di ranjang. Nathan sudah tidak ada. Lelaki itu mungkin sudah pergi pagi-pagi sekali kembali kerumahnya sebelum berangkat ke kantor. Dia kan punya rumah, tidak mungkin kan dia terus-terusan berada di apartemen ini? Tapi entah mengapa Sera merasa ada yang kosong, setelah beberapa kali dia terbangun dengan Nathan di sisinya. Entah kenapa ada yang kurang saat dia terbangun sendirian sekarang.

Bodoh! Apa yang kau pikirkan Sera? Kamu hanyalah wanita simpanannya, yang dibelinya untuk memuaskan nafsunya! Jangan pernah berpikir macam-macam. Lagian masih ada Rafael yang harus Kamu cemaskan.

Sambil membungkus tubuhnya dengan selimut, Sera melangkah ke kamar mandi. Tubuhnya terasa agak nyeri, karena entah kenapa pagi tadi Nathan bercinta seolah-olah kesetanan dan tidak bisa menahan dirinya.

Di depan cermin, Sera menurunkan selimutnya. Dari leher, dada, hingga perutnya semua dipenuhi oleh bekas ciuman Nathan. Lelaki itu seolah sengaja meninggalkan jejak di mana-mana. Warnanya merah di sekujur tubuh Sera, dan ia yakin tak lama lagi warna kemerahan itu akan berubah menjadi warna ungu.

Dasar Nathan! Siapapun yang melihat akan tahu kalau ini bekas ciuman, di bagian dada bisa dia sembunyikan, tapi bagaimana dengan di bagian lehernya. Sera belum pernah mendapatkan bekas ciuman seperti ini di tubuhnya. Percintaannya dengan Rafael selalu sopan dan tidak pernah sepanas itu sehingga Rafael bisa meninggalkan bekas-bekas ciuman di kulitnya. Tapi Sera tahu bekas ciuman seperti ini butuh beberapa hari untuk hilang.

Dasar Nathan bodoh! Gerutunya sambil mencari cari turtle neck yang dapat menutupi tubuhnya sampai ke leher lalu memadukannya dengan blazer. Sera hanya menyapukan bedak tipis di wajahnya, lalu dengan segera melangkah keluar, jangan sampai dia terlambat ke kantor lagi hari ini.

Ketika berdiri di tepi jalan menanti kendaraan umum, Sera tiba-tiba merasakan sengatan sakit yang begitu hebat di kepalanya. Di saat seperti ini migrainnya kambuh. Tapi tentu saja hal itu terjadi, dia belum sarapan, dan dia kurang tidur gara-gara Nathan yang hampir tidak pernah membiarkannya tidur nyenyak tiap malam. Dengan memaksakan diri Sera naik ke dalam bus menuju kantornya.

***

"Lo kenapa Ra, pucat banget gitu lo" salah seorang teman seruangannya memandang Sera dengan cemas ketika Sera mendudukkan diri di kursi kerjanya. Tadi dia hampir terlambat dan setengah berlari ke mesin absen.

Sera memegang pipinya, memang terasa agak panas, apakah dia demam? Dan kepalanya juga pusing sekali. Sera tetap memaksakan senyumnya sambil menjawab sapaan temannya.

"Gapapa kok, mungkin karena belum sarapan, nanti setelah minum teh hangat pasti agak baikan."

Tapi ternyata tidak, rasa pusing itu makin menusuk nusuk di kepalanya terasa nyeri, bahkan untuk menolehkan kepalanya saja terasa sangat sakit. Badannya juga sama saja, rasanya nyeri di sekujur tubuh seperti habis dipukuli. Sera bertahan dengan tidak bergerak di kursinya, tapi rasa sakitnya makin tak tertahankan,

"Sera, coba kesini bentar deh. Tolong lihat draft pemasaran ini gimana menurut lo?"salah seorang rekannya memanggilnya.

Dengan mengernyit Sera mencoba berdiri. Tubuhnya limbung sejenak, tapi dia memaksakan berdiri dan bertahan sambil berpegangan di tepi meja. Lalu setelah menarik napas dalam-dalam, dia melangkahkan kaki ke meja rekannya. Tapi tiba-tiba rasa nyeri tak tertahankan menyerang kepalanya dan semuanya menjadi gelap.

***

"Pingsann??!"

Nathan setengah berteriak kepada Justin yang menyampaikan kabar itu padanya,

"Kapan?! Dimana?!" Nathan mulai berdiri dari balik meja besarnya.

Sedangkan Justin hanya duduk santai di sofa kulit hitam di ruangan Nathan sambil terus memperhatikan apa yang dilakukan oleh sahabatnya itu.

Romantic Story about Sera Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang