BAB 25

77 17 3
                                    

Sera berlari, tanpa sadar melepaskan diri dari pelukan Nathan. Dia berlari penuh air mata, ke kamar perawatan Rafael, kerinduannya membuncah, rasa syukurnya tak tertahankan. Ketika sampai di depan pintu perawatan nafasnya terengah, dia berhenti karena pintu itu masih di tutup rapat, suster Melinda tergopoh-gopoh mengejarnya,

"Sera jangan masuk dulu, dokter baru menstabilkan kondisinya."

Penantian itu terasa begitu lama, sampai kemudian Sera diijinkan masuk. Hanya lima menit untuk sekedar menengok Rafael, setelah itu dokter harus mengevaluasi kondisi Rafael lagi.

Dadanya sesak tak tertahankan ketika mata itu balas menatapnya, mata yang selama ini terpejam, tertidur dalam damai, membuat Sera menanti, mata itu sekarang terbuka, hidup, dan balas menatapnya,

"Rafael" suara Sera serak oleh emosi, dan tangisnya meledak, dia menghampiri tepi ranjang, ke arah Rafael yang masih terbaring pucat tak berdaya dengan alat-alat penunjang kehidupan yang masih menopangnya. Ia meraih tangan Rafael dan menciumnya lalu menangis.

"Rafael."

Banyak yang ingin Sera ungkapkan, dia ingin mengucap syukur karena Rafael akhirnya bangun dari tidur panjangnya. Dia ingin merajuk karena Rafael memilih waktu yang begitu lama untuk terbangun, dia ingin menangis kuat-kuat, tapi semua emosi menyebabkan suaranya tercekat di tenggorokan. Air mata tampak menetes dari pipi Rafael, lelaki itu mencoba berbicara, tetapi tampak begitu susah payah.

“Stttt... Kamu nggak boleh ngomong dulu,” gumam Sera lembut, mencegah Rafael yanga berusaha terlalu keras.

“Dokter memasang selang di tenggorokanmu, untuk makanan, kamu koma selama kurang lebih dua tahun."

Mata Rafael menatap Sera, tampak tersiksa, dan dengan lembut Sera mengusap air mata di pipi Rafael.

“Nanti, setelah mereka yakin kondisimu membaik, mereka akan melepas selang itu dan kamu akan bisa berbicara lagi, tapi sekarang, kamu cukup mengangguk atau menggeleng saja ya, sayang" Sera menelan ludah, menahan isak tangis yang dalam,

“Sekarang kita harus mensyukuri karena kamu akhirnya terbangun, ya?”

Rafael menganggukkan kepalanya, dan seulas senyum dengan susah payah muncul dari bibirnya,

“istirahatlah dulu, dokter akan mengecek kondisimu lagi” bisik Sera lembut ketika melihat isyarat dari dokter yang menunggui mereka.

Ketika Sera akan beranjak, genggaman Rafael di tangannya menguat. Dengan lembut Sera menoleh dan memberikan senyuman penuh cinta kepada Rafael.

“Aku nggak akan kemana-mana, aku harus menyingkir karena dokter akan memeriksamu lagi, tapi aku tidak akan kemana-mana, aku akan berada di dekat sini sehingga saat kamu butuh nanti aku akan langsung datang.”

Pegangan Rafael di tangannya perlahan mengendor, lelaki itu mau mengerti. Dengan lembut Sera mengecup dahi Rafael dan melangkah menjauh keluar ruangan perawatan. Air matanya mengucur dengan derasnya ketika dia melangkah menghampiri suster Melinda yang masih berdiri di sana. Sera langsung berlari ke arahnya, memeluknya lalu mulai menangis keras-keras.

“Dia sadar suster...dia akhirnya sadar...aku masih belum percaya, selama ini aku hampir kehilangan harapan. Mulai berpikir kalau Rafa memang tidak mau bangun, mulai berpikir kalau semua perjuanganku ini sia-sia... Tapi sekarang...” Sera terisak

“Aku benar-benar tidak percaya bahwa pada akhirnya dia sadar... dia kembali dari tidur panjangnya, dia ada di sini untuk aku...“

Dengan lembut Suster Melinda mengelus rambut Sera.

“Ini semua karena perjuanganmu nak. Tuhan melihat keyakinanmu maka ia mengabulkannya.” mata Melinda juga berkaca-kaca. Terharu melihat pasangan yang sudah hampir menjadi legenda karena kekuatan cintanya di rumah sakit ini, akhirnya akan berujung bahagia.

Tapi kemudian, Melinda menyadari kehadiran Nathan di ujung ruangan. Nathan masih bersandar di pintu lorong ruang perawatan, dengan wajah tanpa ekspresi.

Dengan lembut dilepaskannya Sera dari pelukannya,

“Eh mungkin aku harus pergi dulu nak, mungkin masih ada hal-hal yang ingin kalian bicarakan?“ Melinda mengedikkan bahunya ke arah Nathan. Baru saat itulah sejak pemberitahuan Melinda tadi, Sera menyadari kehadiran Nathan di ruangan itu. Pipinya langsung memerah mengingat pernyataan cinta Nathan, sesaat sebelumnya. Tapi dia sungguh tidak bisa berkata apa-apa.

Setelah Suster Melinda meninggalkan ruangan itu, suasana menjadi canggung, dalam keheningan yang tidak menyenangkan.

“Dia sadar.” gumam Nathan akhirnya, memecah keheningan.

“Kamu bahagia?” tanyanya kemudian, lembut.

Sera mengernyitkan keningnya, Nathan telah berubah, menjadi sedikit lebih manusiawi, menjadi sedikit mudah disentuh. Nathan yang dulu tidak akan mungkin menanyakan itu padanya. Nathan yang dulu pasti akan langsung memaksa membawanya pulang tanpa peduli perasaannya.

“Ya, aku bahagia.” seulas senyum kecil muncul di bibir Sera.

Nathan mengernyit melihat senyuman itu. Senyuman itu bagaikan pisau yang menusuk hatinya, senyuman yang diberikan Sera ketika membayangkan lelaki lain.

“Bagus,” gumamnya datar, kemudian menatap Sera lembut,

“Mungkin kita harus melakukan pengaturan kembali dengan perkembangan yang mendadak ini, tapi sekarang aku tidak mau mengganggumu dulu. Kamu pasti ingin fokus dulu dengan kondisi Rafael. Jadi kupikir aku akan kembali lagi saja nanti.”

“Terima kasih Nath.” gumam Sera pelan.

Nathan tersenyum miring, “Aku meminta maaf, dan kamu malah menjawabnya dengan ucapan terima kasih, Sera yang aneh.” dengan hati-hati Nathan mendekat. Lalu setelah yakin bahwa Sera tak akan menjauh, dia merengkuh Sera ke dalam pelukannya,

“Ingat kata-kataku tadi. Aku mencintaimu. Sangat-sangat mencintaimu Sera.” bisiknya lembut, lalu menunduk dan memberikan Sera sebuah ciuman yang singkat yang langsung menggetarkan hatinya.

Kepergian Nathan meninggalkan Sera yang masih diam terpaku, memegangi bibirnya yang terasa hangat bekas ciuman lembut dari Nathan.








Bersambung....

Rafanya udah sadar nih, Nathan gimana yaaa?
Kalian tim siapa? Rafael atau Nathan?

Romantic Story about Sera Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang