BAB 8

155 12 0
                                    

Sera mengaduk-aduk supnya dengan pikirannya melayang, dia memikirkan Rafael. Kemarin sore dia meninggalkannya dan menitipkannya pada Melinda, dan sore ini juga dia harus menjenguknya. Ia begitu mengkhawatirkan kondisi sang kekasih. Bagaimana kondisinya sekarang? Apakah ia mengalami serangan lagi? Semua pertanyaan itu terus menerus berputar di kepala Sera.

Nathan menatap Sera dari seberang meja.

"Apa yang sedang dipikirkan gadis itu? Kenapa dia tampak begitu tidak bahagia? Bukankah dia baru saja mendapatkan uang dalam jumlah banyak yang bebas digunakannya melakukan apapun? Ataukah dia menyesal sudah menyerahkan diri padaku?" Tanya Nathan dalam hatinya.

Nathan semakin bingung dengan tingkah Sera.  Apakah gadis itu menyesali keputusannya  menyerahkan keperawanannya kepada Nathan. Jujur saja Nathan sangat menikmati permaiannya tadi malam. la ingin terus menyatu dengan Sera dan membuat gadis itu mengerang nikmat menyebut namanya.

Nathan menggertakkan giginya, seharusnya wanita ini bangga. Aku ini Nathan, orang yang sangat kaya dan berasal dari keturunan keluarga terpandang yang bisa dengan mudah mendapatkan wanita manapun yang dia mau, bersedia menidurinya! Seharusnya gadis itu tahu diri, bahwa dirinya tak lain dari pelacur yang haus akan uang.

Nathan pun memikirkan semua keputusannya semalam. Ternyata ini bukan obsesi mau pun kegilaan sesaat, bahkan setelah percintaan marathon mereka semalam dan tadi pagi, dirinya masih terus menerus menginginkan Sera. Nathan begitu mendambakan penyatuannya dengan Sera. Baginya Sera adalah candu. Setelah hasratnya terpuaskan pada tubuh Sera, bukannya semakin reda dia malah makin ingin dan ingin lagi, gadis itu begitu polos tapi menggairahkan. Wajahnya yang memerah malu akibat rangsangan yang ia berikan. Desahan yang menurut Nathan seksi membuat Nathan terus menghujamkan kemaluannya pada gadis itu, meski sempit untuk dimasuki. Dan di dalam otaknya ini penuh dengan hasrat untuk mengajari gadis itu bagaimana cara memuaskannya. Dengan kesal dia mengutuk pemikirannya itu, apakah aku sudah menjadi seorang maniak seks?

Nathan memikirkan jeda sejenak. Tadi ketika dia menghubungi Justin pengacara kepercayaannya dan menyatakan niatnya serta minta dibuatkan draft surat perjanjiannya. Justin adalah pengacara kepercayaannya sejak dulu, sekaligus sahabatnya. Lelaki indonesia ini telah menempuh pendidikan hukum di Belanda, dan disanalah mereka berkenalan. Beberapa tahun kemudian, setelah Justin pulang ke indonesia, dia membangun karir menjadi pengacara yang hebat. Dan ketika Nathan memutuskan memimpin cabang di indonesia, mereka bertemu lagi, lalu menjalin kerjasama kerja sekaligus persahabatan.

Nathan tahu Justin tidak akan bertanya apapun yang tidak perlu tentang keputusannya. Lelaki itu sudah terbiasa dengan keputusan dan rencana-rencana bisnis Nathan yang sangat ekstrim. Tetapi saat Nathan membicarakan hal tersebut, ada sedikit kecemasan dalam diri Justin.

"Lo yakin? Ini memang surat jual beli, tapi ini ekstrim Nath. Jual beli manusia, jual beli pelayanan seks. Lo bisa dibilang melanggar hukum malahan kalau suatu saat nanti terjadi masalah" Ucap Justin mengingatkan.

Nathan tersenyum simpul. Sera tidak akan berpikir sejauh itu. Bukannya gadis itu bodoh, tapi dia terlalu polos. Entah kenapa Nathan begitu percaya bahwa Sera akan menepati janjinya.

"Buatin aja Justin. Selanjutnya biar jadi urusan gue." Gumam Nathan yakin.

Justin idak mengatakan apa-apa lagi. Tetapi Nathan yakin lelaki itu menunggu sampai mereka bertatap muka baru dia akan mengajukan pertanyaan mendetail. Justin adalah pria yang memiliki intuisi bak detektif.

Nathan menahan senyumnya. Pikirannya kembali ke masa sekarang, dan menatap Sera yang seolah tidak selera makan,

"Kenapa kamu tidak memakan makananmu?" desis Nathan. Hannya sebuah desisan dan mampu membuat Sera terlonjak kaget. Apakah dia sebegitu menakutkannya bagi Sera

"Pak Nathan..." Sera menyebutkan nama Nathan dengan pelan, namun di telinga Nathan suaranya terdengar begitu merdu bagaikan ajakan bercinta.

"Sesuai perjanjian kemarin, aku akan selalu ada kapanpun kamu membutuhkanku" pipi Sera bersemu merah mengingat arti dari kata yang diucapkan oleh Nathan.

"Aku...bolehkah aku meminta waktu untuk diriku sendiri setiap harinya dari jam pulang kantor sampai jam sembilan malam?"suara Sera terdengar tertelan dan takut-takut.

Nathan mengerutkan keningnya, sebenarnya itu bukan masalah. Nathan terbiasa bekerja sampai larut malam, biasanya jam sepuluh atau sebelas malam dia baru sampai di rumah.

"Bukan masalah, aku selalu pulang larut malam. Tempat tinggalmu sekarang, apakah memperbolehkan lelaki masuk?"

"itu tempat kost perempuan satu kamar milik sebuah keluarga, tentu saja kamu boleh masuk, ada ruang tamu yang disediakan"

"Ruang tamu? Aku tak mungkin bukan 'berkunjung' setiap malam ke tempatmu?" Nathan mengangkat alis penuh arti dengan tatapan sedemikian rupa.

Sera menyadari kebenaran kata-kata Nathan. Tempat kostnya hanyalah sebuah kamar sederhana seadanya yang penting bisa tidur setiap malam. Bukan level Nathan untuk berada di sana. Sera melemparkan pandangan sekilas ke sekeliling ruangan.

"Aku tak mungkin membawamu setiap malam ke hotel, karena jam pulang kerjaku yang tak tentu. Tidak mungkin pula menyuruhmu stand by di hotel setiap harinya. Tak mungkin juga membawamu tinggal di rumahku, kalau sampai ada orang yang tahu bisa berbahaya buatmu juga" ucap Nathan

Dengan santai Nathan menyesap kopinya,

"Oke, nanti siang setelah bertemu dengan pengacaraku, kita cari apartemen di dekat kantor"

Dengan santainya Nathan berucap seperti itu. Sera hampir menyemburkan teh yang disesapnya mendengarnya

"Apakah lelaki ini bercanda? Apartemen? Di dekat kantor? Kantor mereka berada di kompleks perkantoran dan bisnis yang mewah, apartemen pun pasti juga kelas atas dan mahal, bagaimana lelaki itu bisa mengatakan tentang mencari apartemen semudah itu?" pikir Sera

Nathan menatapnya dengan intens, seolah memahami apa yang sedang dipikirkan Sera.

"Lebih mudah bagiku Sera. Aku biasanya capek dan bertemperamen buruk setelah bekerja. Aku tak mau repot-repot menjemput atau tetek bengek reservasi hotel jika malam- malam tiba-tiba aku menginginkan bersamamu. Apartemen tentu akan sangat memudahkan kita, bukan berarti aku akan mengunjungimu setiap malam"

Sera mengangguk gugup, yah, dia kan hanya mahluk yang sudah dibeli. Dia hanya bisa menuruti apapun kemauan Nathan. Setelah menghabiskan kopinya Nathan melirik jam tangannya,

"Well, pengacaraku pasti sudah menunggu di bawah, enjoy your time, aku akan menemuinya sebentar"

Dengan santai lelaki itu berdiri, lalu tanpa diduga-duga menarik Sera untuk berdiri. Mendorongnya ke tembok lalu menciumnya dengan penuh gairah. Melumat bibir mungil Sera dengan sesekali menggigit dengan gemas. Bibirnya saja sudah mampu mempengaruhinya, mereka berciuman lama dan hangat dengan teknik yang sangat ahli, sehingga ketika Nathan melepas ciumannya, Sera  hampir tak bisa berdiri membuat Nathan harus menahan tubuhnya dengan memeluk pinggang gadis itu. Dengan lembut lelaki itu mengangkat tubuh Sera  dan mendudukkannya di kursi.

"Sebenarnya sudah sejak tadi aku ingin melakukan itu" ucapnya dalam senyum puas sebelum pergi meninggalkan Sera.


Bersambung....

Romantic Story about Sera Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang