Bab 7

19 2 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Darahnya B.." Gio menunjukkan ponsel yang berisi foto dokumen tentang Lovelyn yang ia terima dari Leyli.

"Dia bilang O.." Aster merebut ponsel Gio dan memastikannya dengan matanya sendiri.

Benar. Di sana tertulis jelas jika golongan darahnya B. Bukan O seperti pengakuan Lovelyn tadi.

"Seenggaknya bukan darah Emas.." Celetuk Gio.

Aster mempertanyakan dalam hati. Memangnya untuk apa Lovelyn berbohong tadi?

"Ter.. Bubar langsung ketemu Habib Manaj?" Gio lagi-lagi bertanya soal pekerjaan gelap itu.

"Lu lagi butuh duit?" Tanya Aster tau betul watak temannya itu. Jika selalu mempertanyakan pekerjaan, artinya memang sedang butuh.

"Leyli pengen tas LV.." Ungkap Gio cengar-cengir malu-malu.

"Yakin sama Bu Leyli?" Tanya Aster kali ini serius.

"Cinta mati gue." Gio langsung menjawab tanpa ragu.

"Kayaknya dia enggak." Aster seketika mematahkan cinta temannya sendiri.

"Dia selingkuh?" Gio tau jika Aster sudah berkata seperti itu, artinya memang ada yang salah.

"Besok lu juga tau." Aster hendak bangkit namun Gio menahan. Sudah terlanjur dikatakan memangnya boleh berhenti tanpa kejelasan? Gio benar-benar penasaran sekarang. Tak biasanya Aster mau menjelaskan apa yang ia lihat tentang masa depannya. Biasanya meski di tanya sampai berbusa, Aster tidak akan bicara apapun.

"Lu mau bikin gue mati penasaran?" Gio mulai panik sendiri.

"Besok lu masih hidup, tenang aja." Aster malah melepaskan tangan Gio darinya dan kembali hendak pergi lagi.

"Kalau lu keluar dari sini, persahabatan kita putus!" Tunjuk Gio.

Namun Aster benar-benar tak berhenti sedetik pun. Dia malah tersenyum kecut lalu membuka pintu keluar.

"Kalau lu berani keluar, gue gak mau ketemu sama Lo lagi!" Gio masih dengan ancaman recehnya. Namun mana mungkin berpengaruh dengan mudah? Aster dengan entengnya keluar tanpa hambatan apapun.

"Asterrr!!" Akhirnya mau tak mau, Gio menyusul untuk membujuknya lagi. Dia ingin tau kelanjutannya. Aster pasti jelas melihat masa depannya dengan Leyli.

"Jan deket-deket!" Aster bahkan mengusir Gio yang berjalan begitu dekat dengannya.

"Gitu amat lu!" Protes Gio. "Jelasin gak? Kenapa lu bilang Leyli gak cinta sama gue?" Tanya Gio.

"Ssst.." Aster melihat sekitar. Dia tak lagi ada di ruangan yang aman itu. Bukankah akan jadi masalah besar jika anak-anak lain tau seorang murid berpacaran dengan gurunya sendiri? "Lu mau nyebarin sama orang-orang?" Cegah Aster.

"Ahz.." Gio sempat menepuk bibirnya. "Ya terus gimana? Gue sama dia gimana?" Tanya Gio lagi makin penasaran.

"Besok kalian putus."

"Sarap lu!" Gio tentu tak terima.

"Ya udah kalau gak percaya." Aster kembali melanjutkan langkahnya lagi.

"Ya.. Maksudnya.. Masalahnya apa?" Gio menyusul lagi. Dia tak tahan untuk segera tau tentang ini. Padahal dia sudah dibuat buta oleh cinta Leyli. Bisakah diselamatkan jika tau apa sebenarnya alasan yang membuat mereka putus?

"Dia emang selingkuh." Ungkap Aster kembali menjelaskan dengan sukarela. Bertindak sejauh ini tentu ada alasannya.

Jika membahas tentang Habib Manaj, meski memang ia akui kekuatannya berguna dengan baik, namun Aster muak jika harus terus membantu para dukun-dukun itu. Permintaan serakah mereka hampir membuat Aster ingin menyem*****belih mereka saja satu per satu.  Sampah masyarakat bagi Aster ya mereka. Apalagi dukun yang mengatas namakan Habaib, Kiyai, Ustadz, semua dengan dasar Agama. Mereka membodoh-bodohi kepercayaan orang lain. Membelokkannya sesuka hati untuk kepentingan pribadi. Jahat namanya.

Aster enggan berurusan dengan mereka lagi sebenarnya. Jika bukan karena ingin mempertahankan kekuatannya dan tekanan dari Erlangga, Aster benar-benar tidak ingin membantu mereka.

"Sama siapa?" Tanya Gio.

"Sama elu! Lu selingkuhan Leyli. Dia mau nikah beberapa Minggu lagi."

"Anj***ing! Gue patah hati." Gio kali meremas jantungnya dengan raut kecewa.

"Pernikahan dia pasti berantakan." Lanjut Aster sambil tersenyum kecut ke arah Gio.

"Iyalah. Masa iya gue diem aja." Gio membenarkan. Aster pasti sudah tau jika Gio  akan menghancurkan pernikahan Leyli. Persis seperti apa yang dia lihat di masa depan itu.

Begitupun dengan kemarahan Gio yang kini makin menggebu-gebu. Dalam otaknya sudah tersusun sekenario penghancuran. Dari mulai mencari tau siapa orang yang dipilih Leyli untuk menikah itu, dimana tempat tinggalnya, dan apa yang harus dia lakukan untuk membuat semua menjadi kacau.

"Jangan terlalu semangat Yo. Tar lu capek sendiri." Aster memberi wejangan selagi menepuk pundaknya beberapa kali. Meski begitu, apapun yang Gio lakukan, Aster tentu harus ada di belakangnya karena itulah yang Gio lakukan selama ini untuknya.

"Anj**ing kan? Kisah cinta gue tragis lagi." Keluh Gio yang lalu kembali melanjutkan langkahnya bersama Aster. "Lu liat jodoh gue dong Ter, biar gue langsung lompat aja gitu, gak usah salah-salah pilih segala." Mumpung Aster sedang begitu terbuka, apa salahnya Gio memanfaatkannya ya kan?

"Gue gak bisa liat sejauh itu kali Yo.. Lu pikir gue Tuhan?" Aster kembali mematahkan harapan Gio.

"Ah.. Oke deh. Thanks bro.." Gio menyenggol lengan Aster sedikit dengan senyuman yang dipaksakan.

"Lu gak mau bales kebaikan gue gitu?" Tanya Aster tiba-tiba.

"Caranya?" Gio mengerut heran.

"Jangan bahas Habib Manaj lagi. Kiyai Zidan, Kiyai Suro, Mpok Fatimah, atau yang lain. Kalau bisa gue gak mau kontak sama mereka lagi." Ungkap Aster.

"Lah.. Lu bilang sama bokap lu lah kenapa sama gue?"

"Lu cepu bang***satd!" Keluh Aster.

"Eh..! Bukan cepu! Gue cuma kerja sesuai S-O-P. Paham?!"

"Agh.. Nyesel gue ngasih tau tentang Leyli." Aster seharusnya diam saja tadi.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kelas mereka berlangsung dengan tertib seperti biasa. Lovelyn menunjukkan kapasitasnya sebagai murid luar dengan pengetahuan yang tentu lebih luas. Beberapa cewek dengki sempat memalingkan wajah tak suka ketika mendengar tentang pendapat Lovelyn mengenai seberapa majunya teknologi di luar sana untuk menjadi perbandingan. Cara bicara Lovelyn dan gesturenya pun terlihat tenang dan bak profesional.

Melihat Lovelyn berbinar membicarakan tentang negara yang ia tinggali sebelumnya itu, membuat Aster lagi-lagi terpaku.

Bukan!

Ini sama sekali bukan kekaguman atau semacamnya. Aster menyangkal keras jika ada yang menyebutnya seperti itu.

Namun, kilat emas itu kini kian terpancar semakin terang di matanya. Bahkan Aster melihat cayaha itu menyebar ke seluruh ruangan hingga membuatnya sedikit sesak.

Apa ini? Kenapa semua terasa menyilaukan? Padahal cahaya matahari dari luar saja sudah sangat terang. Tambah lagi, cahaya itu makin berbinar dan keluar terus menerus dari seluruh tubuh Lovelyn.

Arrgggh.. Cahaya itu makin memenuhi seluruh ruangan, bahkan mencoba masuk dan hampir terhirup oleh paru-paru Aster.

Hghs.. Sesak..

Sreeettt..

Aster bangkit kemudian berlari keluar tanpa pamit. Semua orang tertegun. Penjelasan Lovelyn yang tadi membuat sebagian murid di sana mulai antusias akhirnya terjeda.

Tak ada seorangpun yang tau, kenapa Aster tiba-tiba berlari keluar ruangan dengan cara seperti itu. Dia bahkan tidak meminta izin terlebih dahulu. Gio yang sejak tadi duduk di sampingnya pun kebingungan.

Memangnya ada apa? Pertanyaan itu mewakili seluruh isi kelas. Namun tanpa jawaban pasti.

.
.
.
.
.
.

AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang