Rhythm 0.7

70 33 54
                                    

༶┈⛧┈┈•☆♬♩♡♩♬☆┈⛧┈┈•༶

"Ya! Hari ini pembagian tim sebelum lomba terakhir! Tim sudah dibagi oleh panitia, jadi tidak ada yang beleh protes!" Satya bicara dari pengeras suara.

"Kelompik pertama, Jovan Kalandra dan Naura Dinanta."

"Selanjutnya, kelompok terakhir adalah Jiwa Nada dan Melodi Sempurna."

Satya memandang wajah gadis yang sejak tadi memperhatikan pengumumannya, Melodi menatapnya tak suka. "Kenapa, ya?" Gumamnya sembari menuruni panggung.

Satya berjalan mendekat, menyapa Melodi dan Aluna. "Lo kenapa, Mel? Kok kayak gak suka dengernya?" tanya Satya, pemuda itu tersenyum manis. Sejujurnya ia mati-matian menahan senyumnya, demi terlihat baik-baik saja.

"Lo kok bikin gue satu kelompok sama si bisu itu, sih!?" Protes Melodi, bibirnya cemberut.

"Loh, harusnya lo seneng karena gue buat lo satu tim bareng Jiwa." Satya memandang wajah Melodi yang terlihat tak menyukai keputusannya. "Apa jangan-jangan lo malu? Lucunyaaa!" Gemas Satya sembari menepuk-nepuk pucuk kepala Melodi.

"Diem di situ, Bang Sat! Lo boleh ngobrol sama besti gue, tapi enggak kalo lo pegang-pegang dia! Dosa lo!" Aluna segera menarik Melodi agar mendekatinya.

"Ya, maap! Reflekes, Lun! Lagian lo manggil gue kayak lagi ngumpat, njir! Kaget gue tadi." Satya terkekeh. Kini tatapannya berganti pada Melodi, gadis itu melamun. "Lo malu karena gue buat lo satu tim sama Jiwa? Mau gue ganti kelompoknya, gak? Mumpung tadi Naura juga protes karena satu tim sama sepupu lo." Satya kembali tertawa.

"Gue gak malu, gue kesel!" Bantah Melodi.

"Yaudah, gue buat pengumuman baru, nih!" Satya sudah ingin mengambil langkah untuk menaiki panggung. Ia sempat bingung mengapa gadis itu justru tak menyukai keputusannya, bukankah saat sedang jatuh cinta semua orang menyukai hal-hal yang membuat mereka lebih dekat dengan orang yang dicintainya? Mengapa itu tidak berlaku pada Melodi?

Lama berpikir, gadis itu memiliki ide. "Jangan ganti timnya, Kak! Biarin gitu aja, udah oke, kok!" Melodi mengacungkan ibu jarinya, tersenyum senang.

Satya kembali tersenyum, benar, semua orang saat mencintai sama saja. Begitu juga Melodi.

༶┈⛧┈┈•☆♬♩♡♩♬☆┈⛧┈┈•༶

Jam pulang sekolah, Melodi duduk menunggu di parkiran menunggu Jovan. Gadis itu tak mau lagi ditinggal dan harus berjalan kaki, itu melelahkan.

Asik bersenandung sembari memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa memberi tahu Jiwa perihal kelompok lomba besok. Tak sadar, di dekatnya sudah ada orang lain yang menatapnya sebal.

"OY!" Pekik orang itu sembari mendekat.

Melodi menatapnya jengah, sedikit kesal bagaimana Jiwa membentaknya hari itu. "Kenapa?" tanya Melodi.

"Jangan seneng dulu, lo! Mentang-mentag dapet satu kelompok bareng Jiwa gue!" Naura, gadis itu mendorong bahu Melodi, membuatnya harus menduru dua langkah.

"Loh, emangnya itu mau gue? Gak usah merasa tersaingi gitu, deh. Lo juga gak ada apa-apa sama si bisu itu." Melodi sedikit tertawa. Lucu sekali Naura, padahal ia tidak melakukan apapun tapi Naura sudah merasa terancam.

"BERANI-BERANINYA LO! KALO BERANI SINI LAWAN GUE!" Tantang Naura dengan emosinya yang meledak-ledak.

"Sini lo yang maju! Gue gak takut. Oh, iya ... ngomong-ngomong fyi aja nih, gue dulu satu tempat les bareng Azzam, lo tau kan Azzam? Dia juga sepupu gue kalo lo lupa." Melodi menyeringai. "Maju sini!"

Entah karena nama Azzam yang disebut, atau memang karena keberanian dan ketenangan diwajah Melodi yang membuat Naura memutuskan pergi. Melodi tentu tertawa terpingkal-pingkal setelahnya. Mengingat bagaimana wajah pucat Nuara yang segera meninggalkannya setelah nama sepupunya disebut.

Azzam memang sepupu Melodi, kebetulan minggu ini anak itu sedang tidak berada di sekolah. Azzam sibuk menyiapkan diri untuk menjadi perwakilan sekolah menuju lomba taekwondo tingkat provinsi.

Lama menunggu Jovan, Melodi jadi bosan. Alhasil gadis itu menelepon sepupunya itu.

"Oi! Bang Jop, lo dimana!? Gue nungguin lo dari tadi, njir! Sampe di ganggu nenek lampir!" Keluh Melodi.

"Aduh, sorry Mel, gue lupa kalo lo nebeng sama gue. Bentaran, ini gue lagi jajan di kantin. Lo mau nitip, gak? Gue traktir deh!" Jawab Jovan dari seberang sana.

"Gue titip cilok, deh! Jangan lama-lama ya, Bang Jop! Gue pengen cepet balik, pegel nih, gue!"

Tak menunggu lama, Jovan datang membawa kantong plastik berisi cilok pesanan Melodi. Mereka juga seger pergi meninggalkan parkiran sekolah membelah jalanan.

Melodi melanjutkan acara melamunnya. Memikirkan permintaan bunda beberapa hari lalu di sambungan telepon juga perkataan Heesa semalam.

Benarkah ia sudah berubah? Kalau memang iya, dimana? Bukankah selama ini mereka yang berubah?

"Lo dapet duit jajan lebih kah, Bang Jov!?" tanya Melodi sembari membuka plastik cilok.

"Bukan dari Buna sama Baba sih, tapi tadi gue taruhan. Mayan kan, dapet lima belas rebu." Jawab Jovan enteng. "Kenapa emangnya?" tanyanya balik.

"Pantes rasa ciloknya aneh, pake duit haram sih." Celetuk Melodi.

DEG!

Jantung Jovan seolah terhantam ribuan paku, sakit sekali. "Lo kalo ngomong yang bener dong, Mel. Dada gue jadi sesek, nih!" Keluh Jovan.

"Ya, lo emangnya gak tau kalo taruhan tuh gak boleh? Jangan takutnya sama Yangti doang lo, Bang. Kalo Allah yang marah lo bisa ditelen ikan megalodon hidup-hidup!" Melodi berucap sembari menakut-nakuti sepupunya.

"Yaa ... ya lo sendiri gimana! Kata Yangti, gak boleh ngebentak orang tua, harus nurut! Kecuali kemauan orang tuanya gak sesuai sama kemauan Allah! Lah elo? Berantem mulu sama Bunda lo! Mampus gak masuk surga!"

DEG!

Melodi juga ikut merasakan ada ribuan paku yang menghantam dadanya. Sakit sekali.

"Kasus gue beda sama lo!" Bantah Melodi kesal.

"Kisis giwi bedi simi li! Alah, alesan aja lo, Mel!" Jovan tergelak, ia masih punya kartu as lain. Kali ini ia yakin Melodi akan semakin merasa sakit.

"Lo juga kan, cewe! Kata temen baru gue, Jiwa. cewe itu harus nutup aurot! Lah elo? Heol~ Lo bahkan cuman pake kerudung pas lebaran!" Jovan berujar bangga. "Mampus lo, gue jamin gak akan masuk surga!"

Melodi terdiam. Ucapan Jovan pedas sekali, bahkan kali ini ia tak bisa mengelak. Apa benar ia tak bisa masuk surga? Terlebih ia juga sering membuat Bunda marah.

Melodi terdiam selama diperjalanan.

༶┈⛧┈┈•☆♬♩♡♩♬☆┈⛧┈┈•༶

Malam ini Melodi memutuskan untuk tidak bicara pada teman ghoibnya di sebelah rumah. Gadis itu memutuskan untuk menelepon sahabatnya, Aluna.

"Lun, kata Bang Jopan gue gak bakalan masuk surga. Gue takut banget, njir .... Gue gak mau masuk neraka. Gimana nih!?" Keluh Melodi.

Ia benar-benar diganggu dengan ucapan Jovan. Membuatnya sering melamun setelah pulang dari sekolah.

"Yang bener, lo!? Bang Jovan ngomong gitu!?" tanya Aluna dari sebrang sana ikut terkejut.

"Iya ... mana dia pake bilang, 'gue jamin' segala! Gue takut banget! Lo sebagai sahabat gue yang alim tolong dong bantu gue! Gue gak mau masuk neraka!" Melodi terduduk, menatap pemandangan di luar jendela.

"Oke tenang... Bang Jovan juga salah. Soalnya gak boleh tau ngecap orang berdosa atau bakalan masuk neraka kek gitu .... Lo tenang ya, nanti besok gue bantu lo. Sekarang lo mending tidur. Udah malem soalnya." Jawab Aluna.

Melodi tersenyum senang. "Iya deh, bye besti gueee! Assalamualaikum!"

༶┈⛧┈┈•☆♬♩♡♩♬☆┈⛧┈┈•༶

-Deen Light
-4, 9, 24

Melodi Jiwa || Jay Park {SUDAH TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang