༶┈⛧┈┈•☆♬♩♡♩♬☆┈⛧┈┈•༶
Malam harinya, Yangti baru meminta Heesa untuk pulang, bersama itulah Azzam dan Jovan juga ikut pulang mengantar Yangti.
Buru-buru sekali Heesa mengendarai motor, ia takut Melodi benar-benar tidak makan siang. Mengingat siang tadi Melodi sama sekali tidak keluar dari kamarnya.
Setelah sampai, Azzam adalah orang yang paling pertama masuk dan mengetuk pintu kamar sepupunya. Pemuda itu kelewat khawatir dengan keadaan Melodi, tapi semua harus ia tahan, sebab Buna yang memintanya menunggu sampai makan malam selesai. Itu artinya, Melodi belum makan sejak siang.
"Meli, ini gue, Azzam!" Dengan tak sabaran Azzam mengetuk pintu kamar Melodi, sampai akhirnya Melodi membukakan pintu dengan muka bantalnya.
Gadis itu sedikit terkejut mendapati kedua sepupu juga satu kakaknya berdiri diambang pintu. "Apasih, heran! Muka kalian serius amat, elah!" Melodi berniat untuk menutup kembali pintunya. Namun, segera Azzam tahan.
"Lo belum makan." Azzam menunjukkan satu kotak makan yang Buna siapkan. Melodi menggeleng, gadis itu menolak.
"A, Bang. Kalian bisa turun ke bawah sebentar? Ada yang mau gue omongin sama saudari kecil dan manja kita satu ini." Azzam meminta persetujuan dari keduanya, Jovan segera mengangguk, Heesa yang paling terakhir memutuskan.
"Oke, tunggu gue di bawah." Azzam segera masuk ke dalam kamar Melodi, mengabaikan ocehan Melodi yang justru menolak kedatangannya.
Pintu sudah terkunci.
"Meli, lo gak mau dikasihani sama orang, kan?" Azzam berujar tegas, pemuda itu mengambil duduk di meja belajar Melodi.
Melodi membuang muka, ia kesal bila Azzam mulai bersikap dewasa seperti ini.
"Berhenti kayak anak kecil, bisa? Lo harus makan, kalopun bukan buat lo, seenggaknya biarin badan lo makan. Lo ada hak buat bertanggung jawab sama badan lo." Azzam mulai membuka tutup kotak makan, mengambil nasi beserta lauknya dengan sendok.
"Makan, habis itu lo juga harus minum obat." Azzam mulai menggerakkan sendoknya di hadapan mulut Melodi. Merasa sepupunya tak merespon, Azzam menghela napas panjang.
"Ya ... kalo lo mau yang di dalem kepala lo berisik sih, gue gak papa." Azzam mulai bangkit dari duduknya, berjalan mendekati balkon kamar.
"IYA NIH GUE MAKAN! GAK ADIL BANGET PAKE NGANCEM!" Melodi segera mengambil kotak makan yang Azzam tinggalkan, gadis itu memakannya dengan sedikit kesal.
"Good girl! Itu baru Melinya Azzam!" Azzam berjalan mendekat, duduk di pinggir ranjang. Melihat raut wajah Melodi yang tidak bersahabat, membuat kekehan kecil terlepas dari bibirnya. "Sini, biar gue yang suapin."
Azzam mengambil alih kotak bekal bersama sendoknya. Pemuda itu dengan sabar menyuapi Melodi. Lima belas menit hening, hanya ada suara kunyahan juga dentingan sendok di wadah, akhirnya makanan itu habis.
Azzam segera membereskan bekas makan.
Melodi menghela napasnya, ia menatap punggung Azzam yang membelakanginya. "Jam, gue udah makan kok, lo gak perlu setakut itu juga." Melodi mengukir senyum jailnya. "Muka Ajam tadi lucu banget. Jangan marah-marah, nanti mirip Yangkung."
Yangkung adalah almarhum kakek mereka, suami dari Yangti.
Azzam ikut tertawa, meski sejujurnya ia sedikit kesal karena Melodi berhasil menjailinya. "Gak papa gue kayak Yangkung, asal Meli gue mau makan dan minum obat." Azzam menuangkan air di gelas, segera ia serahkan pada Melodi.
"Gak usah bilang kalo lo juga udah minum obat. Gue tau belakangan ini lo gak rutin minum obatnya, kan? Gue gak suka lo bohong. Cukup gue aja." Azzam membuka laci di samping ranjang, mengambil tas kecil berbentuk kelinci. Di dalamnya ada obat yang harus rutin Melodi minum setiap harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melodi Jiwa || Jay Park {SUDAH TERBIT}
Fanfiction"Ngapain lo berdiri di sini? Sana duduk-duduk sama anak kelas lo itu." "Oh iya gue lupa, lo bisu. Sekarang tambahin fakta kalo lo juga tuli." *:..。o○🎧○o。..:* Melodi harus bertemu dengan sosok menyebalkan Jiwa. Meski begitu, pemuda ini misterius da...