Rhythm 0.17

34 16 22
                                    

»»——✧༺♥༻✧——««

Setelah keluarga Jovan dan Azzam datang, tubuh Heesa segera dimasukkan ke dalam mobil. Semua pergi menuju rumah sakit. Keadaan Heesa tidak memburuk, juga tidak membaik. Pemuda itu masih pingsan. Tubuhnya dibaringkan diatas paha Jovan dan Jiwa, sedangkan kepalanya berada diatas paha Melodi.

"Kok bisa Aa kamu pingsan, Mel?" tanya Buna heran. Sedikit tersirat khawatir dalam nada bicaranya.

Melodi itu menggeleng lemah, ia juga tak tau. Ia tak tau bagaimana bisa Heesa pingsan, mengapa kakaknya itu terlihat begitu sakit.

Mobil segera berhenti persis di ruang IGD, Heesa dibopong masuk kedalam.

Melodi sejak tadi hanya berjalan di garis yang sama, berputar-putar. Gadis itu takut, cemas juga khawatir dengan keadaan Heesa. Yang ia tau, Heesa tidak pernah sakit separah itu, kakaknya menyukai olahraga dan pola makannya terjaga.

Seketika tubuh Melodi membeku, ia salah soal poin terakhir. Belakangan ini, tidak. Sejak kemarin pola makan Heesa berantakan, bahkan pagi ini sepertinya kakaknya itu tidak mengambil pesanan.

"Sial, sial, sial!" Gerutunya, tangannya yang sejak tadi hanya diam kini bergerak menyerang kepalanya sendiri. Melodi memukuli kepalanya cukup keras. Tentu sikap Melodi tidak lepas dari perhatian tiga pemuda yang tidak ikut masuk ke dalam IGD.

Jovan hanya bisa memandang sepupunya. Ia tidak berani mendekat, terlalu gengsi untuk menyemangati.

Jiwa tetaplah Jiwa, pemuda itu diam di tempatnya, Tidak bergerak barang satu sentipun.

Azzam berjalan mendekat, mendekap tubuh Melodi. Ia mungkin tidak mengerti perasaan seperti apa yang sedang Melodi hadapi, tapi yang jelas, Melodi hanya butuh sandaran. Sepupunya hanya butuh itu.

"A Heesa pasti baik-baik aja. Lo gak perlu khawatir, jangan buat diri lo juga sakit" Azzam mengelus surai Melodi, meski mereka saudara susu, bagi Azzam Melodi sudah seperti adiknya. Tidak masalah bila mereka melakukan skinship, karena mereka memiliki status yang berbeda dengan status sepupu biasanya. Azzam mengetuk kepala Melodi. "Nanti yang di dalem sini berisik."

Melodi mengangguk, menurut. Namun, ia tak bisa berbohong kalau ia begitu takut kehilangan Heesa. Ia masih tidak tau apa yang diderita Heesa.

"Sekarang kita duduk, ya? Nanti lo kecapean." Titah Azzam, menuntun sepupunya untuk duduk di kursi tunggu. Setelah duduk, Azzam terus mengusap punggung tangan Melodi, memberikan ketenangan.

Lama menunggu kabar dari dalam,gadis itu tertidur, bersandarkan bahu Azzam sebagai bantalan.

Jovan terkekeh kecil. Melihat wajah sembab juga mata bengkak Melodi. "Gue pikir, ni anak gak bisa nangis. Ternyata cengeng juga." Sontak saja kaki pemuda berstatus kakak dari Azzam mendapat tendangan cukup keras dari Jiwa.

"Jelas dia khawatir, A Heesa kan kakaknya." Jiwa mendengus, pemuda itu entah karena sebab apa jadi berada ditengah-tengah keluarga Melodi.

Jovan meringis. "Eh, Jainudin! Lo gak tau apa-apa soal gorila keluarga besar kita."

Ditangah kedua tatapan yang saling mengintimidasi itu, Azzam yang seharusnya tertawa paling kencang. "Kalian gak lebih tau dari gue." Kekehnya.

»»——✧༺♥༻✧——««


Buna dan Baba keluar dari ruangan IGD dengan wajah yang lebih tenang. Buna yang melihat Melodi tertidur di bahu Azzam sebagai bantalan terkekeh gemas. "Lucunya! " Pekik Buna tanpa sadar, mencubit pipi sembab Melodi.

Melodi Jiwa || Jay Park {SUDAH TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang