༶┈⛧┈┈•☆♬♩♡♩♬☆┈⛧┈┈•༶
Setelah Heesa mengajak Melodi untuk turun dan makan malam bersama, keduanya melihat Bunda duduk di salah satu kursi meja makan.
Seketika, Melodi segera memutar arah, gadis itu ingin kembali masuk ke dalam kamarnya. Namun segera Heesa tahan, ia menggelang.
"Melodi udah janji sama Aa."
Mau tak mau, Melodi dengan wajah masanya duduk di sebelah Heesa, berhadapan langsung dengan Bunda.
Bunda tersenyum menyambut kedua anaknya di meja makan, tangan Bunda sibuk menyiapkan makanan di kedua piring mereka.
"Karena kemarin Aa menang lomba di Singapura, jadi Bunda juga kasih lauk lebih buat Aa." ujar Bunda yang masih sibuk menuangkan kuah opor di atas piring Heesa.
"Buat Melnya, Bun?" tanya Heesa melirik Bunda. "Mel kan, suka banget sama opor." lanjut pemuda itu sambil tertawa.
Baru saja Bunda ingin menuangkan opor tambahan di piring Melodi, gadis itu segera menjauhkan piringnya. "Mel gak usah banyak-banyak. Ini udah cukup."
Acara makan malam itu berlangsung damai, tidak ada yang bersuara kecuali dengungan sendok diatas piring.
Sampai akhirnya, Yangti memulai cerita.
"Kemarin Meli menang lomba di sekolah, Yangti sudah yakin seratus persen kalo cucu Yangti pasti menang. Kamu tau Hees? Azam cerita sama Yangti, dia bilang itu cerita dari Jovan." Yangti tersenyum bangga menatap Melodi.
Ngomong-ngomong, panggilan Meli hanya boleh diucapkan oleh dua orang di dalam keluarga besar ini. Hanya Yangti dan Azam yang boleh memanggil Melodi dengan nama tersebut.
"Azam cerita semangat sekali, dia bilang jadi pengen cepet-cepet pulang biar bisa liat Meli di babak final nanti." Kekeh Yangti.
"Ah, Azam mah suka gitu ... berlebihan banget nyeritainnya. Tapi emang bener, sih." Melodi tertawa menimpali Yangti.
"Besok Aa ikut ke sekolah ah, festivalnya masih sama kayak dulu, kan? Orang luar juga boleh ikut." Heesa terlihat sangat bersemangat, ia sangat antusias malam ini.
"Ah, bener kata Mel, Azam itu terlalu berlebihan kalo cerita." Tumpal Bunda.
Entahlah, kalimat itu mampu membuat meja makan yang awalannya terasa hangat jadi sunyi.
Melodi menggenggam erat sendoknya. Gadis itu segera merapikan bekas makan malamnya dan bangkit dari meja. "Mel lagi gak selera makan, Mel tidur duluan ya, Ti." Pamit gadis itu pada Yangti.
Gadis itu berjalan cepat menaiki anak tangga, samar-samar ia bisa mendengar suara keluhan Heesa di meja makan.
"Bunda jangan kayak gitu dong, apresiasi Mel sedikit aja ... Mel cuman butuh itu loh, dari Bunda."
༶┈⛧┈┈•☆♬♩♡♩♬☆┈⛧┈┈•༶
Hari ini adalah hari terakhir perlombaan menyanyi juga hari penutupan festival sekolah. Melodi tentu sangat antusias, terlebih saat ini lawan bernyanyinya adalah Jiwa. Ia ingin tau siapa yang lebih hebat diantara dirinya dan Jiwa.
Siap dengan dirinya, gadis itu segera menuruni anak tangga untuk sarapan. Melihat Bunda sibuk berkutik di dapur, Melodi memilih untuk duduk di musti meja makan tanpa melirik sedikitpun pada Bunda.
Melodi fokus pada ponselnya, scroll-scroll media sosial sampai akhirnya suara Bunda membuatnya menyudahi kegiatannya.
"Mel, oke Bunda gak akan paksa kamu pulang. Tapi nanti kalau Aa kamu keterima kuliah di NUS, kamu harus mau ikut."
Melodi yang awalnya senang mendengar keputusan mendadak Bunda kini berubah.
"Gak mau. Mel mau di sini, sama Yangti." Tolaknya. Melodi kembali memfokuskan dirinya pada ponsel.
"Ikutin apa kata Bunda, Mel! Bunda mau yang terbaik buat kamu!" Bunda sedikit meninggikan nada bicaranya.
Melodi sedikit tersentak.
"Ikut Bunda sama Aa ke Singapura, nanti seminggu sekali Ayah juga luangin waktu jenguk kita." Bunda kembali bicara, nadanya tidak lagi tinggi.
"Kalo Mel bilang enggak ya enggak, Bun! Mel gak mau!" Tolaknya lagi.
"Nurut sama Bunda kenapa sih, Mel!? Kenapa kamu ngelawan terus!? Jadi kayak Aa kamu emangnya gak bisa? Yang banggain Bunda!" Bunda melepas apronnya, keluar dari area dapur.
"Bunda juga! Sekali liat Mel tanpa harus kayak Aa emangnya gak bisa!?" Napas gadis itu memburu. Ia kesal.
"SEKALI AJA LIAT MEL TANPA HARUS JADI KAYAK AA EMANGNYA SUSAH!? MEL BUKAN A HEESA, BUN! MEL BUKAN AA!"
Melodi memalingkan wajahnya, mengusap sedikit ujung matanya yang berair.
Untunglah pertengkaran itu tidak berlanjut panjang. Pagi-pagi sekali Jovan sudah menunggunya di depan pagar rumah dengan motor vespa kuning kesayangannya.
“OY MEL, BURUAN NAPA!? BISA TELAT GUE KALO TIAP HARI JEMPUT LO!”
Melodi segera keluar dari rumah, tidak berkata apapun pada penghuni rumah bahwa ia akan berangkat. Gadis itu segera meminta Jovan untuk bergegas menuju sekolah.
༶┈⛧┈┈•☆♬♩♡♩♬☆┈⛧┈┈•༶
Lima belas menit berlalu, motor Jovan sudah memasuki wilayah sekolah. Melodi segera berlari meninggalkan Jovan, anak itu segera berbaur dengan keramaian, mencari sahabatnya.
Jovan tersenyum pahit, “nasib banget punya sepupu yang gak tau terimakasih.” Keluhnya. Baru saja Jovan ingin melenggang pergi, Yohan menyapanya.
“Baru nyampe, Bro?” Tanya Jovan basa-basi.
“Iyanih, jalan kaki gue.” Jawab Yohan sambil melanjutkan jalan.
“Lah, tumben amat. Biasanya lu bawa Jupri. Kenapa si Jupri?” tanya Jovan. Pemuda itu mengikuti langkah Yohan. Mereka satu kelas sejak masuk SMA.
Ngomong-ngomong soal Jupri, itu adalah nama motor kesayangan Yohan. “Jupri gak kenapa-napa sih … gue lagi pengen aja jalan kaki, biar sehat.” jawab Yohan lagi. Mata pemuda itu sedikit memicing, mengingat-ingat sesuatu.
“Eh, lu belakangan ini nganter Mel, Jov? Lu jadi ojek PP, kah?” tanya Yohan.
“Iya. Tapi … tukang ojek mana coba yang gak dikasih upah! Njir, males banget gue nganter sepupu gue satu itu. Udahlah tiap hari gue harus nungguin dia, bukannya dia yang harusnya nungguin gue? Minimal kalo nebeng tuh, tau diri.” Keluh Jovan.
Yohan terkekeh, “gue aja sini yang anter jemput, Mel.” Tawarnya.
“Seriusan, lo!?” Jovan menatap Yohan terkejut.
“Bercanda.” Timpal Yohan. “Dahlah, gue harus ke ruang OSIS nih, bye Jov!” Yohan segera melenggang pergi.
༶┈⛧┈┈•☆♬♩♡♩♬☆┈⛧┈┈•༶
-Deenlight__
-8, 9, 24
KAMU SEDANG MEMBACA
Melodi Jiwa || Jay Park {SUDAH TERBIT}
Fanfiction"Ngapain lo berdiri di sini? Sana duduk-duduk sama anak kelas lo itu." "Oh iya gue lupa, lo bisu. Sekarang tambahin fakta kalo lo juga tuli." *:..。o○🎧○o。..:* Melodi harus bertemu dengan sosok menyebalkan Jiwa. Meski begitu, pemuda ini misterius da...