CHAPTER - 11

42 7 0
                                    

Tasya marah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tasya marah. Tentu, siapa yang tidak kesal jika dibuat menunggu selama berjam-jam tanpa ada kepastian yang jelas. Semalam Aklesh mengatakan ingin bertemu di restoran sushi yang biasanya mereka kunjungi. Terhitung tiga jam Tasya menunggu Aklesh sebelum akhirnya ia memutuskan untuk pulang dengan membawa rasa kecewa yang berat. Aklesh susah dihubungi membuat perasaan Tasya tak terkontrol semalam. Hari ini di sekolah Tasya bahkan menghindari Aklesh. Untuk kali ini ia tidak mau mudah dirayu dengan kata maaf.

"Sya, maaf. Semalam aku lupa, serius." Aklesh menyusul Tasya ke studio film di mana hanya ada mereka berdua saat ini. Aklesh memang lupa. Dia asyik dengan Selena dan Oliv hingga tidak ingat untuk bertemu Tasya.

"Kamu tahu nggak, sih, aku nungguin kamu berapa jam? Tiga jam, Lesh! Aku nungguin kamu selama itu sampai restorannya mau tutup! Kamu gimana, sih?! Kamu kayak nggak menghargai aku banget!" Tasya kesal dan meluapkan emosi itu sekarang.

"Sya, maaf, Sya."

Tasya membuang muka dan tersenyum sinis. "Lagian cuma tiga jam nggak ada artinya dibandingkan sama nunggu kejelasan kamu selama ini."

Aklesh diam seolah milyaran kata hilang dari otaknya. Membujuk cewek ternyata memang susah, ya? Aklesh masih belum bisa sepenuhnya mengerti apa yang mereka mau jika dihadapkan dengan situasi ini. Emangnya kata maaf aja nggak cukup? Terus maunya apa?

"Aku tuh capek! Kamu ngerti itu nggak, sih?!"

Aklesh menarik Tasya masuk ke dalam pelukannya. Awalnya Tasya memberontak, lama-lama dia tidak sanggup untuk terus melawan. Sakit. Rasanya sangat sakit untuk Tasya bertahan. Apa Aklesh juga merasakan hal yang sama? Tasya bahkan tidak tahu itu.

"Jangan giniin aku terus, Aklesh. Kamu bikin aku bingung. Kamu pikir selama ini aku baik-baik aja? Nggak! Aku kayak cuma jadi bahan pelarian kamu aja kalau kamu kesepian." Suaranya lirih, bersamaan dengan itu isak tangis Tasya terdengar. "Aku capek.... Sama kamu sakit, kalau nggak sama kamu aku nggak bisa."

"Terus mau kamu gimana?"

Tasya benci ini. Dia tidak suka bagaimana Aklesh tidak bisa peka apa pun maksud dari ucapannya. Apa kurang jelas bahwa sekarang Tasya butuh kejelasan dari hubungan mereka? Tasya pun melepaskan diri dari pelukan Aklesh.

"Selama ini kamu bohongin aku, kan?" tanya Tasya.

"Nggak."

"Kamu bohong, Aklesh! Aku tahu, kok, kata-kata kamu bilang kangen sama aku itu bohong! Kamu cuma kesepian aja, karena kebetulan kita deket, kamu memanfaatkan itu. Bener, kan?" Hal ini baru Tasya ucapkan pertama kali pada Aklesh. Entahlah kenapa Tasya merasakan hal ini sudah lama, hanya tidak berani mengungkapkan. Kini ia dikuasai oleh emosi hingga apa saja bisa keluar dari mulutnya. "Dan kamu juga bohong bilang takut kehilangan aku, sementara kamu nggak menghargai waktu yang aku kasih ke kamu!"

"Kamu juga gitu, kan? Apa pun yang aku kasih ke kamu juga nggak kamu hargai!" Aklesh justru juga mengungkit itu menyebabkan keadaan semakin runyam.

"Kapan?!"

Kita dan SeniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang