CHAPTER - 09

46 9 0
                                    

Mengintip dari luar Selena tidak menemukan keberadaan Jihan di ruang musik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mengintip dari luar Selena tidak menemukan keberadaan Jihan di ruang musik. Ini baru pertama kali Selena tahu isi di dalam ruangan tersebut yang terisi dengan alat-alat musik yang sekolah sediakan. Drum, piano, bermacam jenis gitar, biola, serta alat musik tradisional ada di ruangan tersebut. Ruangan itu yang menjadi tempat penyimpanan alat musik. Mereka juga punya ruangan khusus untuk latihan. Ruangan itu bahkan jauh tempatnya dari area kelas supaya suara yang dihasilkan tidak menggangu aktivitas belajar jurusan yang lain.

Brak!

Suara berisik dari dalam ruangan terdengar sampai keluar. Pelakunya tidak lain adalah Althar Ranjaya yang menggeledah dan menyingkirkan alat-alat musik di sana sehingga menjadi tak tertata seperti sebelumnya. Dia mulai frustasi ketika benda yang dia cari tidak kunjung ketemu sama sekali.

"Anjir! Mana, sih?!" Althar menunduk dan mencarinya di bagian bawah piano. Dia tidak menyadari ada Selena yang mengamatinya dari luar.

Selena terdiam. Ia bingung harus bagaimana. Apa perlu dia membantu apa yang Althar cari? Atau dia harus pergi sebelum Althar menyadari keberadaannya? Atau pilihan ketiga, dia harus mempertanyakan keberadaan Jihan dulu dan pergi setelah mendapatkan jawaban? Sungguh, Selena tidak tahu bagaimana ia harus berhadapan dengan Althar setelah yang terjadi akhir-akhir ini.

Tok. Tok. Tok.

Ketokan pintu terdengar sebanyak tiga kali. Althar menoleh ke belakang untuk tahu siapa yang datang. Ekspresi wajahnya seketika berubah. Dia tersenyum sumringah melihat Selena berdiri di dekat pintu yang terbuka sedikit. Pergerakan berikutnya Althar pun membuka pintu ruangan itu lebar-lebar untuk Selena bisa masuk.

"Kenapa, Sayang?"

"Ih, jangan gitulah." Selena merespons kesal. Dia tidak suka panggilan itu ditujukan padanya. Siapa pun itu, entah itu cowok maupun cewek—Selena tidak menyukainya. Panggilan sayang sungguh membuat kepala Selena sakit. Dia bahkan lebih suka dipanggil namanya saja.

"Kan, lo pacar gue. Nggak bolehkah gue panggil gitu?" Althar tidak menyadari apa yang salah darinya. Dia sungguh menganggap Selena sebagai pacarnya sejak di hari di mana Selena mau di antar pulang oleh Althar. Sebab tepat di kejadian itu Selena sendiri yang memulai memanggilnya Sayang, bukan?

"Waktu itu buat bantu lo aja, jangan keterusan sampai sekarang dong, Althar. Gue nggak mau!" Selena mulai merengek kesal. Dia tidak mau ini berlanjut lebih lama. Rasanya ia juga ingin mengatakan kepada Althar untuk berhenti saling bertemu, walaupun bertemu anggap saja tidak kenal. Begitulah yang terlintas di otak Selena saat ini. Namun, ia tidak mampu mengatakannya. Selena masih berpikir, apa jika diucapkan kalimat itu tidak keterlaluan? Sepertinya akan menyinggung perasaan Althar.

"Nggak bisa gitu dong. Kan, lo yang mulai duluan."

"Nggak, ya! Asal lo tahu, gue udah punya cowok." Terdeteksi berbohong. Selena sekarang sedang mencoba untuk melindungi dirinya sendiri dari Althar.

Kita dan SeniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang