CHAPTER - 05

65 11 0
                                    

"Lo cewek waktu itu, kan?" Ekspresi terkejut ditunjukkan oleh seorang Althar Ranjaya pada Selena saat mereka dipertemukan di kafetaria sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo cewek waktu itu, kan?" Ekspresi terkejut ditunjukkan oleh seorang Althar Ranjaya pada Selena saat mereka dipertemukan di kafetaria sekolah. Posisinya mereka berdiri berdekatan untuk mengambil antrian makan siang hari ini.

Selena hanya menoleh dan tak memberikan jawaban. Wajah datarnya tidak menyiratkan arti apa pun. Dia melangkah maju kedepan mendahului Althar dan membelakanginya. Selena tahu Althar adalah cowok yang terjebak hujan dengannya waktu itu di telepon umum, sekaligus bersama Aklesh juga yang mengharuskan mereka bertiga membagi tempat yang tidak seharusnya diisi oleh tiga orang. Pada malam itu Selena lebih dulu pulang menerobos hujan dan meninggalkan keduanya.

"Gila, cuek amat." Althar bergumam. Selena tidak mungkin kesal sampai sekarang karena masalah pembalut, kan? Momen itupun terjadi begitu saja, bukan Althar rencanakan hingga membuat si pemilik kesal bukan main. Althar sempat berpikir jika Selena bukan dari Athena Arts High School. Sebab sekalipun mereka tidak pernah bertemu.

Selena pergi setelah mendapatkan makanannya, kemudian dia duduk di meja tempat Jihan dan Tasya berada. Althar jadi tahu bahwa mereka berteman. Ia sendiri mengenal Jihan karena mereka berada di kelas yang sama.

"Kenapa lo?" Jihan menegur saat sadar Althar mengedarkan pandangannya ke arah mereka. "Gitarnya mana? Belum lo balikin tuh." Kemudian Jihan menagih gitarnya yang Althar pinjam empat hari yang lalu.

"Nggak di sini juga kalik nagihnya." Althar pergi menjauh dari tempat mereka duduk. Dia bergabung dengan teman-temannya dari jurusan yang sama, yaitu kelas musik. Gitar yang Jihan maksud belum sempat Althar kembalikan. Pada hari sabtu dan minggu adalah hari libur sekolah. Althar tidak bisa mengembalikannya jika tidak bertemu langsung di sekolah dengan si pemilik gitar.

"Dia temen sekelas lo itu, kan?" tanya Tasya.

Jihan mengangguk. "Hm, Althar namanya."

"Gitar lo ada berapa emang? Perasaan baru kemarin kita main gitar di rumah lo." Dipikir-pikir, jangka waktu Althar meminjam cukup sebentar jika memang benar gitar yang dimaksud adalah yang kemarin Jihan pakai. Kemarin dari pagi sampai sore Selena di rumah Jihan dan ia ingat tidak ada momen di mana Althar datang dan meminjam gitar.

"Dua. Dia udah pinjem gitarnya empat hari yang lalu, itupun gitar baru yang bokap beli buat gue. Gue takut di tangan dia gitarnya jadi rusak," ujar Jihan.

"Nggak usah curigaan gitu. Berpikir positif aja kalau gitarnya aman." Tasya mencoba meyakinkan. Dia tahu sifat Jihan yang sering kali berlebihan memikirkan sesuatu hingga bisa timbul rasa curiga yang tidak-tidak karena pikirannya sendiri.

"Dia itu Althar Ranjaya, bukan Aklesh Jaevandra."

Selena dan Tasya saling bertukar pandang. Secara bersamaan mereka memikirkan hal yang sama. Mereka tidak mengerti maksud yang Jihan katakan dengan membandingkan keduanya.

"Maksud gue, kan, Aklesh rapi, dia nggak rusuh orangnya dan bisa jaga barang-barangnya dengan baik. Sementara kalian nggak tahu Althar, kan? Sumpah, dia rusuhnya minta ampun. Di ruang musik aja udah ada drum yang rusak karena dia." Jihan kenal betul bagaimana Althar dengan segala sikap ceroboh dan emosinya. Jika dibandingkan dengan Aklesh tentu banyak perbedaan yang mencolok.

Kita dan SeniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang