CHAPTER - 13

22 6 0
                                    

"Aklesh!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aklesh!"

Aklesh menoleh. Buru-buru dia berlari menghindari Jihan yang kini mendekat ke arahnya. Untuk beberapa hari kedepan tidak mau Aklesh menemui Jihan. Sejak dia menuduhnya main dukun, Aklesh memutuskan diri jaga jarak dengan sepupunya. Dia tidak mau lagi di tuduh yang tidak-tidak, dia tidak mau disudutkan terus menerus, dan dia tidak mau terus dicurigai apalagi mendapat pertanyaan-pertanyaan yang ingin Aklesh hindari.

Sepulang sekolah biasanya Aklesh akan mampir dan main ke rumah Jihan. Itu dulu, jika Aklesh ingin. Sekarang, dia tidak lagi berkunjung. Terakhir waktu Aklesh minta diajari bermain gitar.

"Aklesh! Kok, lo kabur, sih?!" Jihan berteriak di lorong sekolah berusaha untuk mengejar. "Aklesh, mau nebeng, please. Gue nggak ada yang jemput lagi!"

Aklesh menghindar dan tetap berada di pertahanan keputusannya agar tidak berurusan dengan Jihan dalam waktu dekat. Aklesh langsung bergabung ke keramaian murid-murid yang menuju ke parkiran sekolah. Dia lakukan ini agar Jihan susah menemukannya.

"Aklesh Sayang...."

"Sial." Aklesh mengumpat. Merinding bukan main ketika Jihan memanggil dengan cara keramat seperti itu.

Hap. Tertangkap.

"Kenapa kabur?"

Aklesh menahan air ludahnya. Jihan ini cukup mengerikan. Dia itu tidak butuh dikejar, justru dia yang akan mengejar.

"Kok, lo bisa nemuin gue?" Aklesh heran. Padahal dia sudah masuk ke kerumunan orang-orang agar tidak mudah bagi Jihan menggapainya.

"Soalnya bau lo kuat banget."

Refleks Aklesh mencium aroma tubuhnya.

"Bau-bau gila perempuan maksudnya," sambung Jihan.

Tatapan Aklesh berubah. Benar bukan kecurigaannya? Kebiasaan Jihan tetap sama. Dia akan terus menuduh, menyudutkan Aklesh, dan mengatakan hal-hal lain yang tidak bisa Aklesh benarkan.

"Mau nebeng, mama gue bilang 'pulangnya bareng Aklesh dulu, ya, Han'. Gitu katanya."

"Nggak!" Aklesh menolak mentah-mentah.

"Ih, mama udah masak banyak-banyak hari ini buat dibagi-bagi. Jumat berkah. Lo nggak mau?"

"Mau." Aklesh tidak akan menolak jika urusan makanan yang dibuat oleh mama Jihan. Masakan-masakan beliau adalah makanan favorit Aklesh. "Anterin ke rumah. Gue pulang duluan."

"Anjir, lo nggak mau nganterin gue?"

"Nggak."

"Lo dendam, ya, sama gue? Katanya mau belajar main gitar. Ini, nggak mau?" Jihan menunjukkan gitar pemberian Althar. Sekarang gitar itu menjadi gitar kesayangan Jihan. Mungkin cara ini manjur untuk merayu Aklesh.

"Mau."

"Ayo di rumah. Sekalian nanti gue kasih lo gitar gue yang nggak kepake." Dia pun menyeret Aklesh untuk menuju ke parkiran.

Kita dan SeniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang