Bab 14

13 2 2
                                    




Udah kayak obat aja update 3x1hr..
Wew..




























.
.
.
.
.
.
.

Kedatangan Aster di Utopia memang selalu jadi pusat perhatian banyak orang. Pagi itu juga sama. Mereka berjalan bersamaan dengan kabar baik yang menyertai. Tentu dibarengi pandangan-pandangan orang yang memperhatikan diam-diam.

Kabar baiknya adalah.

Bayu akhirnya kembali ke sekolah setelah sekian lama cuti. Kali ini formasi lengkap. Tiga orang fenomenal kembali ke singgasananya. Beberapa orang hanya terlihat mengagumi dari jauh tanpa berani mendekat. Vibes mereka diluar nalar. Bisa kejang-kejang sampai gil**a kalau terus memperhatikan mereka tanpa berkedip.

Tapi,

"Ke ruang guru." Pinta Leyli terlihat mencegat dengan mata berkaca-kaca. Aster tertegun kemudian melirik ke arah Gio yang membuang muka dengan kekehan tak percaya.

Aster hanya bisa mengangguk kemudian mempersilahkan Leyli berjalan lebih dulu. Dia tau ini bukan soal sekolah. Leyli si guru tak tau malu itu pasti ingin membahas masalahnya dengan Gio. Lagi.

Gerak-gerik mereka yang selalu diperhatikan dan menyedot perhatian penghuni Utopia itu pasti menjadi gunjingan. Namun, semua itu bukan hal berarti. Mereka semua hanya akan menyangka jika Aster dan teman-temannya ada masalah soal sekolah atau pelajaran mungkin?

Hei! Ayolah. Siswa-siswi sekarang memangnya se-naif itu? Diantara mereka tentu tau dengan jelas jika memang Aster ada main dengan Ibu Leyli. Beberapa kali mereka sempat memergoki Aster sedang berbicara berdua dengan Bu Leyli di berbagai tempat. Namun mana ada yang berani menyebarluaskan atau mempermasalahkan? Bukankah sudah jelas? Tak ada satupun dari mereka yang berani. Mereka takut hanya akan merusak masa depannya sendiri jika ikut mempermasalahkan hal yang berhubungan dengan Aster.

Dan bagi Aster sendiri, apapun gosip yang berkembang, selama bisa membantu temannya, dia mana peduli. Entah nama baiknya tercoreng, atau mungkin kekuasaannya di manfaatkan, bukankah bagus? Bukankah itu yang Erlangga harapkan?

Mereka masih berjalan ke arah yang sama. Leyli harap suasananya segera sepi karena dia benar-benar harus membahasnya lagi. Dia mati kalau harus kehilangan pekerjaan hanya gara-gara ini.

Langkah Leyli terhenti ketika mendapati tempat senyap jauh dari para siswa yang memandang mereka penasaran. Padahal belum sampai ruang guru yang ia sebutkan tadi. Leyli berbalik dan langsung berhadapan dengan Aster.

Tapi bukan!

Urusan Leyli bukan dengannya. Mata itu kini menghunus ke arah Gio yang memang sudah siap dengan ini.

"Harus sampai kayak gini?" Tanya Leyli meradang. Mata itu kian berkaca-kaca. Sepertinya dia sudah menahan ini sejak lama.

"Terus mau gimana?" Tanya Gio balik menimpali. Aster dan Bayu sedikit menyingkir namun enggan meninggalkan mereka dalam keadaan ini. Mereka duduk di sebuah kursi panjang di sepanjang koridor sambil mengawasi kemungkinan orang-orang yang datang dan melihat pertikaian itu. Tentu saja tak jauh-jauh dari Gio dan Leyli.

"Yo.. Untuk jadi guru itu gak mudah. Keluarga aku ngeluarin uang banyak buat ini. Cuma gara-gara hubungan kita yang gak mungkin berhasil ini bisa-bisanya kamu bikin aku dipecat secara tidak hormat kayak gini? Gil**a kamu Yo.." Leyli mulai meledakkan apa yang ia tahan sejak dapat kabar pemecatan kemarin.

"Berhubungan sama kamu juga gak mudah Leyli sayang." Ungkap Gio. "Kamu dapat banyak barang mewah dari aku kan? Dompetku kering." Gio mendekat hingga membuat Leyli sedikit mundur.

"Aku gak nyangka kamu kayak gini Yo." Leyli sejak awal sudah berurusan dengan orang yang salah. Dan bodohnya, dia baru menyadari hal itu sekarang. "Aku bisa balikin semua barang mewah yang kamu kasih Yo. Tapi please, Valdo jangan dipecat juga. Aku bisa apa kalau kayak gini?"

"Loh? Valdo siapa?" Gio pura-pura lupa ingatan. Padahal dia tau betul jika nama itu yang selama ini dia jadikan target eksekusi. Gio bahkan menoleh ke arah Aster dan Bayu yang saling bergidik pertanda tak tau menahu. Namun jelas-jelas mereka sedang mempermainkan Leyli. "Siapa Valdo?" Ulang Gio lagi.

"Aku gak main-main Yo!" Sentak Leyli makin kesal.

" Aku juga gak main-main!" Gelegar suara Gio lebih menggema. Aster sempat hendak memisahkan mereka namun ia mengurungkannya lagi. "Main-main apaan si?" Gio kembali terkekeh. "Sejak awal yang main-main itu kamu!" Benar. Memang sejak awal Leyli bermain api. "Kamu gak merasa bersalah gitu sama aku?" Gio melanjutkan tak percaya setelah dipikir-pikir. "Dan kamu gak malu sekarang malah nyalahin aku kayak gini? Cewek macam apa si kamu?" Gio makin meradang. Leyli terlihat tak bisa menjawab kali ini.

"Keputusanku memang yang terbaik kan? Orang kayak kamu mana pantes jadi guru? Konyol!" Gio makin memandanginya jijik meski hatinya pun makin tercabik. Biar bagaimanapun, dia sempat mencintai wanita itu dengan tulus. Jika dia se-brengsek itu, tak membuat cinta yang pernah ia rasa menjadi sebuah kesalahan kan?

Leyli tak bisa membantah setiap kata yang muncul dari mulut Gio. Dia hanya berakhir dengan menahan semuanya dan menangis dengan perasaan dongkol karena tak bisa membalas kata-kata itu.

"Leyli sayang.." Gio lagi-lagi menyeringai menyeramkan. Melangkah mendekati Leyli bahkan sempat menghapus air matanya yang berlinang tak tau malu. "Wajah ini.." Usap Gio tenang sambil mengelus lembut pipi itu. "Gue gak mau liat lagi!" Tangkasnya penuh penekanan. Wajah Gio makin mengeras memperlihatkan seberapa kecewanya dia terhadap wanita ini.

Ya. Laki-laki yang tersakiti itu menakutkan. Entah dia lebih muda, sebaya, atau bahkan lebih tua darimu, laki-laki akan menjunjung tinggi egonya karena mereka akan merasa diinjak-injak karena dikhianati.

Gio melanjutkan kembali langkahnya menuju ruangan khusus Aster yang memang sejajar dengan ruang guru itu. Melihat Gio selesai dengan Leyli, Aster dan Bayu mengikuti dari belakang meninggalkan Leyli yang masih juga belum bisa berhenti menangis.

Entah itu tangis sesal, marah, ataupun tangisan karena ketidakberdayaan, terserah saja. Gio bersikap seperti itu juga kenapa memangnya? Bukankah sebelumnya Gio rela memberikan apapun untuknya? Seharusnya dia tak memulai ini.

.
.
.
.

"Kita bolos lagi?" Tanya Bayu begitu masuk ke dalam ruangan itu. "Padahal gue baru masuk hari ini." Keluhnya yang langsung duduk tanpa ragu diatas sofa.

"Ssst.." Aster memberi isyarat seolah meminta Bayu melihat ke arah Gio yang malah mematung di depan jendela. Galau bet kayaknya.

"Yo.." Panggil Bayu mulai khawatir.

Tak ada jawaban apapun hingga membuat mereka saling melempar pandang kebingungan.

"Gue sakit hati diginiin Yu.." Gio tiba-tiba berbalik dengan wajah memerah. "Masa gitu aja dia gak paham si?" Lanjutnya kemudian duduk tak jauh dari Aster dan Bayu. "Gue kurang apa si Yu?" Gio masih ingin membahasnya.

"Mau gue liat cewek yang Lo pacarin selanjutnya Yo?" Aster malah menawarkan untuk melihat masa depannya.

"Lupain Leyli Yo.. Move-on!" Bayu menambahkan.

"Oke Ter!" Gio setuju lalu bergeser semakin dekat dengan Aster.

Baiklah..

Konsentrasi..

Mata Aster mulai berkilat biru. Sekelebat kejadian di masa depan sudah bisa ia lihat sekarang. Namun, Aster sama sekali tidak melihat cewek manapun yang dekat dengannya. Lah? Dia masih galau kah sebulan ke depan? Pikir Aster.

"Gimana?" Tanya Gio begitu melihat kilat cahaya biru kembali di mata Aster.

"Dugem yuk!" Ajak Aster.

"Lah?"

Kalau dia gak berhubungan dengan cewek manapun, bukankah artinya harus cari sendiri?

.
.
.
.
.

AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang