03 (21+)

6.2K 12 0
                                    

"Anda baru lulus sekitar tiga bulan yang lalu, Miss White? Dan, Anda sekali pun belum pernah mengajar, ya?"

"Belum pernah, Mrs. Clakson." Xiccy menjawab sejujur-jujurnya. Diucapkan dalam suara yang sopan nan formal.

"Tapi, saat di London, saya pernah ikut program membantu para mahasiswa yang kesulitan dengan tugas akhir."

"Saya membantu tiga mahasiswa." Xiccy terangkan lebih lanjut jawabannya.

"Secara tidak langsung dan juga bersifat yang informal, ya, Miss Xyccy?"

Dengan gerakan kepalanya semakin kaku, dilakukan anggukan. Menjawab pertanyaan diajukan Wolle Clakson.

Wanita berusia 50 tahun itu bertugas sebagai kepala divisi perekrutan untuk dosen-dosen baru di universitas swasta mewah milik Chazon Hudson.

Begitulah informasi Xyccy dapat dari penjelasan Valerie Hudson, saat mereka dalam perjalanan ke kampus tadi.

Hari ini, Xiccy memutuskan daftarkan diri sebagai dosen, walau pengalaman sama sekali tidak dimilikinya.

Namun, tuntutan menyambung hidup dan harus punya pekerjaan, membantu dirinya berani mengambil sikap nekat.

Tentu, tak dilakukan sendiri. Valerie turut ikut menolong menyiapkan semua dokumen persyaratan dibutuhkan.

Wanita itu juga mengantarnya pergi ke universitas, dengan alasan bahwa sudah tahu lokasinya, bahkan sangat hafal.

Xiccy tak bisa menolak. Sebab, ia masih buta dengan kehidupan kota Seattle, termasuk mencari-cari tempat.

Lebih baik menerima pertolongan dari Valerie, dibanding nanti salah alamat. Waktu pun akan terbuang sia-sia.

"Apakah kau mulai bisa mengajar di sini, tiga hari lagi, Miss White?"

"Saya langsung mengajar? Apa tidak ada tes dulu untuk saya, Mrs. Clakson?"

"Saya dengar jika syarat masuk di sini, memerlukan beberapa tes, lebih dulu." Xiccy berikan penjelasan yang dapat mendukung pertanyaan diajukannya.

"Khusus untukmu, kami akan langsung menerima karena Rector sendiri yang merekomendasikan Anda, Miss White."

Jawaban dilontarkan Wolle Clakson pun sudah sangat jelas. Tak perlu lagi untuk ditanyakan atau diragukan. Dan harus diterima juga tentunya jika begini.

"Saya sudah boleh mengajar tiga hari lagi, ya? Baik, saya sangat bisa."

"Terima kasih sudah menerima saya di sini." Xiccy pun menambahkan.

"Kami harus menerima Anda karena Anda direkomendasikan sendiri oleh rektor kami. Itu bukan masalah."

Xiccy mendengar nada bicara Wolle Clakson memang manis, tapi kata-kata wanita itu terasa tak menyenangkan.

Atau mungkin, dirinya saja yang tengah sensitif, sehingga malah salah dalam mengartikan balasan wanita itu.

Harus diabaikan. Anggap angin lalu saja karena tak mau membebani diri sendiri dengan omongan orang lain yang asing.

"Apakah saya boleh permisi sekarang? Saya harus menerima telepon." Xiccy melontarkan permintaannya sopan.

"Iya, Miss White. Pembicaraan ini juga sudah selesai. Terima kasih meluangkan waktu Anda hari ini. Sampai berjumpa tiga hari lagi, di kampus lagi."

"Terima kasih banyak." Xiccy menjawab dengan segenap rasa hormat.

Walau, semakin tak nyaman akan cara Wolle Clakson menatapnya. Tampakkan jelas bagaimana wanita itu, tak cukup tulus bersikap pada dirinya.

Namun kembali, disalahkan perasaan yang terlalu sensitif dimilikinya, hingga terlalu peka akan tindakan orang lain.

Dan, demi penghindari pergulatan di dalam batin karena sikap yang didapat, segera saja dipilih tinggalkan ruangan.

Setelah cukup jauh berjalan, barulah ia lantas menelepon kembali Valerie.

"Maafkan aku tidak dapat menjawab panggilan darimu, aku tadi menghadap ke universitas untuk pendaftaranku."

"Santai saja, Ccy. Aku tidak akan marah, kalau kau tidak menjawab teleponku."

"Temui aku di parkiran, aku akan antar kau pulang ke apartemen. Oke?"

"Baiklah." Xiccy menjawab singkat. Ia lalu mematikan teleponnya.

Kedua kaki dilangkahkan cepat menuju ke tangga untuk turun ke lantai satu. Ia sendiri sekarang berada di lantai dua.

Kecepatan cukup di atas rata-rata, sebab tak mau membuat Valerie menunggu dirinya lama, tentu saja.

Selepas keluar dari gedung, Xiccy pun berlari menuju ke areal parkir yang terletak cukup jauh, sekitar 500 meter.

Sesampainya di sana, pandangan segera diedarkan guna menemukan Valerie. Ia tak butuh waktu lama untuk mencari.

Lekas dihampiri wanita itu.

"Sialan sekali Chazon. Pergi begitu saja dan tidak mendengar ucapanku."

Napas cukup memburu, perlu beberapa menit guns dikembalikannya menjadi normal. Maka dicegah diri menanggapi perkataan yang Valerie luncurkan.

Hanya bisa memandang wanita itu. Dan mata Valerie menampakkan kemarahan yang nyata. Hal tersebut mengusiknya.

"Aku minta Chazon menemui. Aku juga minta dia mengantarmu pulang. Tapi apa yang dia malah lakukan?"

"Dia pergi begitu saja. Dia mengaku ada rapat dan tidak bisa menemuimu."

Xiccy mengurungkan niat bertanya. Ia sudah merasa jelas akan jawaban yang diberikan Valerie dengan gamblang.

Hanya saja, tak mampu dihindari rasa kecewa atas pemberitahuan wanita itu. Apalagi, sangat ingin berjumpa Chazon.

Namun, ia tak punya daya. Pilihan pun menuruti semua rencana Chazon.

DEWASA III [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang