"Kau sudah lama di sini? Maafkan aku terlambat karena tidak mudah bagiku pergi dari suami yang sedang manja."
"Kau ingin pamer kau punya seorang suami yang suka bermanjaan dengan kau, Sloya? Sayang, aku tidak akan iri."
"Hahahaha."
Marryssa sudah mengira jika sindiran yang dikeluarkannya, tak akan mampu membuat sang sahabat merasa jengkel.
Justru malah mengeluarkan tawa yang tandakan ucapannya hanyalah sebatas lelucon menghibur. Padahal, ia berniat serius untuk menyindir Sloya.
Bukan bermaksud bersikap yang tidak menyenangkan pada sang sahabat. Tapi, suasana hati Marryssa tengah buruk.
Lalu, dibutuhkannya semacam sedikit pelampiasaan untuk bisa mengurangi kejengkelan. Misal, berdebat dengan Sloya atas sindiran dikeluarkannya.
Namun, sang sahabat malah santai saja dalam menanggapi. Mustahil juga untuk mendebat, jika Sloya sudah tertawa.
"Kau butuh cokelat atau es krim tidak?"
"Aku tidak ingin makan apa pun. Aku masih dalam program diet ketat," jawab Marryssa dengan nada acuh tak acuh.
"Kau yakin kau tidak mau pesan cokelat atau es krim? Bagaimana, kalau tidak usah bayar? Aku yang mentraktirmu."
Marryssa menggeleng-gelengkan kepala. Ia gerakan dengan gestur tegas. Dan, tak lupa juga mempertajam tatapannya ke Sloya. Namun, sang sahabat tidak akan bisa menanggapi dalam gaya serius.
"Tidak mau." Marryssa sahuti sedikit ketus. Masih ditekankan kata-katanya.
"Tapi, trims karena sudah berniat untuk mentraktirku, Sloya." Marryssa sudah melembutkan gaya bicaranya.
"Sayang sekali, kau menolak. Padahal, aku cuma mau membantumu redakan suasana hatimu yang sedang buruk."
"Biasanya, saat kau kesal, kau pasti akan makan es krim dan cokelat, Marry."
Kepala digelengkan kembali. Hanya satu kali dilakukan. Lalu, Marryssa berkata, "Aku tidak butuh makanan sekarang."
"Aku perlu solusi," imbuhnya.
"Solusi? Mengenai apa? Kau saja belum menjelaskan maksudmu. Bagaimana bisa aku akan membantumu?"
Marryssa menyengir. Hanya sebentar diperlihatkan, tak sampai lima detik. Ia pun melakukan dengan sedikit paksa guna tunjukkan reaksi atas ucapan sang sahabat yang sarat akan selidik.
"Ceritakan masalahmu dulu, Marry. Aku ingin dengan detail dan rinci masalah membuatmu uring-uringan."
Marryssa lekas mengangguk. Namun, ia tak langsung melontarkan kalimatnya. Lebih dulu menenggak air dalam botol yang dipesan tadi, sebelum Sloya tiba.
Walau, berusaha ingin tetap tenang. Tak semudah itu dilakukan karena sahabat baiknya terus memandang dengan sorot yang menunjukkan rasa penasaran.
"Aku ada masalah dengan Anders Scott."
"Kau sudah tahu bahwa dia mempunyai dana investasi besar di perusahaanku?" Marryssa bicara seraya memerhatikan Sloya dengan lebih saksama.
Ikut dianggukan kepala secara refleks, mengikuti apa yang sang sahabat tengah lakukan. Lalu, Marryssa berkata. "Dia tidak mau menerima return sebagai hasil dari investasinya tiap tahun."
"Dia meminta aku untuk tidur dengan dia!" Marryssa berseru cukup kencang.
"Dia juga memintaku memikirkan hal lain sebagai syarat, selain uang, Sloya!"
"Dia gila! Sungguh!"
Marryssa menarik udara sebanyaknya bisa diambil guna menetralkan napas yang memburu, saat berbicara tadi.
Beberapa kali, Marryssa lakukan agar bisa kembali normal. Namun, dadanya masih bergemuruh oleh rasa kesal.
"Bagaimana menurutmu? Dia gila 'kan? Aku tidak berpikiran dia akan meminta seperti itu karena investasinya."
"Oke, aku dan Anders pernah bersama. Tapi, bukan berarti aku akan mau tidur dengan dia karena syaratnya itu."
Marryssa mengatur napas lagi. Tak bisa dialihkan atensinya dari sang sahabat. Ingin dilihat reaksi Sloya Scott.
Walau jengkel dengan senyum sahabat baiknya itu tampakkan, Marryssa tidak akan memprotes pada Sloya.
"Boleh aku mengutarakan pendapatku secara pribadi? Kau akan marah pada aku tidak nanti, Marry?"
"Soal apa pendapatmu?" Diloloskannya tanya dengan nada mulai waspada.
"Soal kau harus memanfaatkan apa yang dia mau untuk kepentinganmu."
"Aku mungkin, akan kau anggap gila juga karena memberikan saran seperti ini. Tapi, bagiku kau harus ambil, kalau kau ingin mendapat solusi terbaik."
"Kau bilang kau butuh dana satu juta dollar lagi. Kau bisa meminta pada dia, kalau kau membuat kesepakatan."
Marryssa memijit pelipisnya yang terasa kian tegang. Pening menyerang kepala. Nasihat Sloya belum bisa diterima. Tak sesuai dengan harapannya.
"Kalau kau tidak mau, aku tidak akan marah. Kau bebas menentukan, Marry."
"Kalau aku menuruti saranmu. Kau bisa bayangkan berapa kali aku harus tidur dengan Anders? Tidak cukup sepuluh kali. Aku yakin itu. Dia suka seks."
"Hahahaha."
Marryssa mendelik. Bisa-bisanya sang sahabat tergelak, disaat melihat dirinya tengah dalam keadaan yang tertekan. Tak ada ditunjukkan rasa empati.
"Maafkan aku, Marry. Aku tidak ada maksud tertawa. Tapi, kau lucu."
"Terserah kau saja." Marryssa menyahut dengan nada acuh tidak acuh.
"Kalau kau kesal, aku tidak akan beri kau saranku yang paling ampuh."
Mata Marryssa membeliak. "Kau punya ide lain lagi? Beri tahu aku."
"Aku tidak akan kesal padamu, Sloya."
"Hmm, begini, Marry ...."
"Kau tawarkan pernikahan kontrak ke Anders. Dengan begitu, aku bisa atur setiap harinya, kau mau tidur atau tidak dengan dia. Kau punya hak sebagai istri nanti. Anders tidak bisa memaksamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEWASA III [21+]
General Fiction[follow untuk bisa membaca part 21+] KUMPULAN NOVEL-NOVEL DENGAN TEMA DEWASA. BANYAK ADEGAN TAK LAYAK UNTUK USIA DI BAWAH 18 TAHUN. 🔞🔞🔞🔞🔞