04 (21+)

1.5K 1 1
                                    

Selza menghentikan langkah kaki, saat sadar bahwa mobil mewah yang baru terparkir di garasi Andrew West adalah milik Jarren.

Dan tak lama kemudian, pria itu pun keluar. Berdiri gagah dengan tatapan tajam yang secara keseluruhan tertuju pada dirinya.

Selza dapat melihat nyata bagaimana mata Jarren memancarkan kemarahan sekaligus juga rasa muak besar. Tentu, terhadapnya.

Namun, Selza tak akan gentar ataupun jadi takut jika dengan sikap seorang Jarren yang menganggapnya sebagai musuh berat.

Justru Selza semakin tertantang tunjukkan tindakan-tindakan memicu Jarren untuk tak dapat menyepelekan kehadirannya dalam hidup pria itu, selama satu bulan kedepan.

"Hai, Pelangganku." Selza menyapa ramah. Suara dibuat teralun seceria mungkin.

Dipasang segera tatapan menggodanya serta senyuman semanis mungkin. Walaupun, risi dan muak sendiri dengan ekspresinya.

Masih berdiri di tempatnya. Jarren yang mendekat. Mereka berhadap-hadapan kini. Jarak membatasi tidak banyak sehingga ia bisa meraih salah satu tangan pria itu.

"Apa kau begitu merindukanku?"

"Sampai kau membuntutiku, Tuan Jarren?" Selza tetap pertahankan nada godaan dalam suaranya. Senyuman semakin melebar.

Rasa jijik akibat ucapan sendiri menciptakan kemualan. Namun, berusaha dikendalikan dirinya. Menahan ego agar tidak sampai merusak semua rencana yang disusunnya.

Masih belum berjalan setengah, bahkan baru diawal. Perlu perjuangan besar untuk bisa mencapai hasil yang diinginkannya.

"Kau bilang apa, Jalang?"

Selza mendengar nyata suara berat Jarren begitu merendahkannya. Apalagi, dengan panggilan kotor dilontarkan pria itu juga.

Namun, Selza terus berupaya untuk tidak mengindahkan. Belum seberapa baginya kekasaran ditunjukkan Jarren padanya.

Kini, Selza hanya ingin memikirkan jawaban yang akan memancing kemarahan pria itu. Ia tertantang melakukannya.

"Aku rasa kau mendengar apa yang sudah aku katakan tadi." Selza bicara santai.

"Tapi, kalau kau ingin aku mengulangi, aku bisa saja mengatakan kembali ap--"

"Aku merindukan kau sehingga aku datang ke sini? Omong kosong! Berengsek!"

"Tidak mungkin kau ke sini cuma bertujuan bertemu Mr. Andrew. Aku tahu hubungan kalian tidak harmonis." Selza masih dengan santai berucap. Walau, kata-kata ditekankan.

"Kau mungkin cuma memakainya sebagai kedok. Padahal kau berniat mengikuti aku."

"Bagiku, bukan masalah, kalau kau mulai menaruh perhatian padaku. Atau bahkan merindukanku, Tuan Jarren."

"Aku akan dengan senang hati merindukan dirimu juga, Tuan." Selza meluncurkan lagi rayuan dengan tidak tahu malu.

Tak hanya lewat ucapan, ditunjukkan juga pembuktian dengan sentuhan fisik secara langsung. Bergeser mendekat ke arah Jarren sampai jarak di antara mereka terpangkas.

Selza lantas mengalungkan kedua tangan di leher pria itu. Aksinya jelas menimbulkan keterkejutan di sepasang mata Jarren, tapi hanya berlangsung seperkian detik saja.

"Kau meragukan kalau aku wanita jalang?"

Selza mendadak merasa kesal dikarenakan dirinya dihadapkan dengan sorot kedua iris biru Jarren yang meremehkan. Atau bisa dikatakan, tidak menunjukkan kepedulian.

Bukan hal tersebut ingin dipermasalahkan. Hanya saja, jika Jarren terus bersikap acuh tak acuh. Maka, akan memberi pengaruh kurang bagus untuk agendanya.

"Aku suka kebungkamanmu, Tuan." Selza tetap berbicara dengan nada menggoda.

Kemudian, dipilih menjauhkan diri. Namun, ketika baru dua langkah mundur, salah satu tangan Jarren bergerak dengan begitu cepat ke pinggangnya. Dilakukan tarikan kilat.

Kini, tubuh mereka saling menempel. Dan, tak ada ruang bagi Selza berkelid. Pegangan Jarren terlalu kuat.

Jika memaksa menghindar, maka akan timbul kecurigaan pada pria itu. Selza memutuskan memanfaatkan situasi.

Mungkin dengan rayuan balik. Dirinya masih penasaran, akankah sampai hari ini, Jarren tetap tak terpikat olehnya.

"Ada apa, Tuan?" Suara pun dialunkan dengan nada menggoda. Kedua tangan dilingkarkan di leher Jarren.

Wajah lebih didekatkan. Senyum terus diperlebar. Mata fokus memandang ke sepasang manik hitam kelam Jarren yang nyalang menatapnya balik.

"Lakukan tugasmu, Jalang."

Selza merinding. Perasaannya seketika campur aduk. Antara senang dan juga waspada. Bagaimana pun juga, dirinya baru akan pertama kali berhubungan seks dengan seorang pria.

Pengalaman perdana biasanya pasti tak menyenangkan. Namun, sudah menjadi bagian dari rencana balas dendamnya.

Tidak apa pertaruhkan kegadisan.

"Kau ingin aku melakukan tugasku, ya, Tuan? Inilah yang aku tunggu-tunggu."

"Aku akan memuaskanmu di ranjang," ujar Selza tetap dengan nada menggoda. Lalu, dimulai ciuman di bibir Jarren.

DEWASA III [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang