Varryna sudah kembali dari mansion Mach sejak siang. Sesampai di apartemen, ia pun memilih istirahat karena kondisi tubuh yang terasa kurang mengenakan untuknya.
Baru bangun dengan tubuh lemas dan juga kepala sedikit pening, sekitar pukul lima sore. Ingin kembali tidur. Tapi, diurungkan.
Penyebabnya adalah pesan yang dikirimkan oleh sang mantan kekasih, Gabin Marton. Pria itu memberi tahu akan datang.
Varryna jelas tidak suka. Ia sudah tunjukkan keberatan dan mengutarakan alasan jika tak sedang berada di apartemen.
Namun, Gabin tetap bersikukuh menemui dirinya. Entah, apa tujuan pria itu.
Memang, tidak akan jauh-jauh membahas hubungan mereka. Tapi, sungguh Varryna enggan membicarakan kembali.
Baginya, tak ada apa-apa di antara mereka. Ia sudah mengakhiri jalinan asmara tadi malam. Keputusannya akan tetap sama.
Dan, Varryna sadar jika terus menghindari Gabin, maka masalahnya dengan pria itu pasti tidak akan selesai-selesai.
Lebih baik mereka memang harus bicara dan mencapai kesepakatan. Varryna ingin segera membebaskan diri dari pria itu.
Keberanian sudah ditanamkan dalam hati dan pikiran sejauh ini untuk menghadapi Gabin. Disingkirkan ketakutan yang ada.
Pertengkaran kemarin dengan sang mantan kekasih masih terbayang jelas dalam benak. Namun, Varryna enggan menjadikan alasan tersebut untuk mengalah dari Gabin.
Drrrtt ....
Drrrtt ....
Drrrtt .....
Varryna memang telah menunggu-nunggu ponselnya berbunyi yang tanda ada telepon masuk, sudah dinanti sejak lima belas menit lalu. Ia senang Gabin menghubunginya.
Tak akan diangkat telepon pria itu. Varryna justru bergegas keluar dari kamar tidurnya. Berjalan ke arah pintu utama apartemen.
Sebelum dibuka, lewat layar pengawas yang terpasang kamera di depan pintu, tampaklah nyata sosok Gabin. Pria itu sudah tiba.
Varryna menarik udara semaksimal yang mampu dihirup mengisi paru-paru. Lalu, dibuang dengan cepat. Tekad sudah bulat berhadapan dengan Gabin.
"Kau mengganti sandi? Kenapa?"
Varryna langsung saja diserbu sang mantan kekasih dengan pertanyaan yang bernada geram. Ekspresi Gabin pun garang.
Pria itu menampakkan juga tatapan tajam. Rahang wajah sudah mengeras bersamaan dengan emosi semakin besar.
Namun, Varryna tidak akan merasa gentar atau takut atas amarah Gabin. Ia sudah pasti menunjukkan pembelaan diri.
"Kau bertanya kenapa, Mr. Marton?" ucap Varryna dengan nada menantang.
"Kau seharusnya tidak bertanya karena kau tidak berhak." Varryna meninggikan suara.
"Sedangkan, aku berhak mengganti sandi karena apartemen ini adalah milikku."
Varryna langsung membungkam mulut. Ia memutuskan untuk tidak lagi berkata, walau masih ingin dikeluarkan kalimat yang pedas.
Ditunggu reaksi sang mantan kekasih dulu. Akan dilihat sejauh apa kegeraman Gabin bertambah akibat kesinisan ditunjukkannya.
Dari sorot mata pria itu, sangat jelas tampak kobaran api amarah. Kedua tangan mantan kekasihnya itu juga mengepal kuat.
Varryna hanya ingin menunggu sampai lima menit. Dan hingga kini, belum dilontarkan Gabin satu patah kata pun.
Varryna merasa waktunya berharga. Jadi, ia tidak akan membuang-buang dengan lebih lama untuk mantan kekasihnya.
Varryna sudah bertekad sesegera mungkin menyelesaikan masalah mereka yang belum tertuntaskan. Ingin sekali melepaskan diri secara penuh dari mantan kekasihnya.
"Aku punya urusan lain, bukan cuma ladeni kau saja." Varryna tekankan kata-katanya.
"Kalau kau merasa kita harus membicarakan masalah kita yang belum selesai. Tolong kau katakan secepatnya. Jangan bertele-tele."
Tepat setelah mengakhiri ucapan, Varryna pun melihat pergerakan Gabin. Pria itu lebih mendekat dengan kegarangan ekspresi yang tambah terlihat. Namun, Varryna tak takut.
Dada dibusungkan. Kepalanya juga semakin diangkat. Mata tidak berkedip memandang tatap pada sosok mantan kekasihnya itu.
Varryna ingin berkelid, ketika Gabin sudah begitu dekat dengan dirinya. Tapi, tidak ada celah menjauh karena pria itu memegangi masing-masing lengannya.
"Aku akan minta maaf."
"Aku baru sadar jika selama kita menjadi pasangan kekasih, aku sudah bersikap yang egois dan terkadang kasar padamu."
"Aku akan mengakui bahwa aku juga pernah tidur dengan beberapa wanita. Mereka yang menawarkan karena membutuhkan uang."
"Kau sungguh menjijikan." Varryna berkata kasar dengan nada menyindir pedasnya.
"Aku minta maaf, Varry! Aku tahu aku salah. Aku ingin kau memaafkanku."
"Aku mau kau juga kembali padaku. Kita sudah sepakat menikah. Harus terjadi."
Kemuakan Varryna sudah memuncak. Ia melepas pegangan Gabin di kedua lengan dengan satu kali percobaan saja.
Varryna lalu melangkah mundur sembari geleng-gelengkan kepala. Ia ingin menjaga jarak dengan Gabin yang lebar. Enggan berada di dekat mantan kekasihnya itu.
"Kau simpan saja keinginanmu. Aku sudah yakin seratus persen mengakhiri hubungan kita. Tidak ada istilah kembali bagiku."
"Lagi pula, aku sudah menemukan seorang pendamping yang jauh lebih baik dibanding kau, Gabin. Kau tidak ada kesempatan lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEWASA III [21+]
General Fiction[follow untuk bisa membaca part 21+] KUMPULAN NOVEL-NOVEL DENGAN TEMA DEWASA. BANYAK ADEGAN TAK LAYAK UNTUK USIA DI BAWAH 18 TAHUN. 🔞🔞🔞🔞🔞