Keesokan harinya.
"Bi, hari ini dia mau datang ke sini. Ucap Umi Afifah.
"Baik mi, nanti tolong Izzah biar dikamar saja ya." Ujar Suaminya.
Selepas itu Umi Afifah memberitahu putrinya yang sedang berada didalam kamarnya.
Umi Afifah pun mulai menaiki tangga rumah yang berlantai dua itu.
"Kalau calon suami mu tiba, kamu tidak boleh bertemu sama Abi. Kamu di kamar saja ya nak."
"Kok gitu mi?" Tanya Izzah.
"Belum mahram nak, sudah.... nuruti saja perkataan Abi mu."
"Iya mi." Jawab Izzah dengan pasrah.
"Tok tok tok."
Terdengar suara ketukan pintu di lantai bawah.
"Assalamualaikum." Suara dari seseorang dibalik pintu itu
"Waalaikumussalam." Jawab Abi Hamzah yang kini membukakan pintu.
"Eh nak, itu dia tiba kayaknya deh." Kira Uminya.
"Iyakah mi?"
"Sepertinya."
"Yasudah, umi turun dulu ya, mau buatkan minum untuknya." Lanjut Umi Afifah yang kini mulai menuruni satu persatu anak tangga.
"Baik mi." Seru Izzah.
Kini Izzah mulai duduk di tepi ranjangnya sambil memandangi dinding-dinding kamarnya. Suara detakan jam dinding menemani kesunyian dirinya.
Umi Afifah pun menyuguhkan dua gelas teh hangat untuk suaminya dan lelaki itu. Umi Afifah pun lekas kembali setelah meletakkan gelas itu dari nampannya.
"Silahkan diminum." Ucap Abi Hamzah mempersilahkan lelaki itu.
"Oh iya terimakasih Pak." Jawabnya.
Setelah meneguk sedikit minuman teh hangat, lelaki itu memberanikan diri untuk bertanya.
"Jadi ada apa pak? Kenapa Bapak menyuruh saya untuk menemui Bapak dirumah ini?" Tanya lelaki itu.
"Gini nak, Ibumu dulu pernah sahabatan dengan istri saya. Istri saya diminta untuk menjadikan kamu menantu nak, apakah kamu bersedia?" Tanya Abi Hamzah yang kemudian menyerahkan surat wasiat itu ke lelaki itu.
"Ini suratnya, bisa kamu baca."
Lelaki itu pun lekas membuka surat itu didalam sebuah amplop. Setelah itu ia pun mengambil dan mulai membacanya didalam hati. Ketika dirinya pertama kali melihat surat itu, dirinya percaya bahwa itu benar tulisan Ibunya. Ketika selesai dibaca, seketika lelaki itu menunduk dan terlihat air matanya sudah tidak kuat menahan tangis.
Melihat lelaki itu yang tiba-tiba meneteskan air mata, seketika Abi Hamzah bertanya dengan lirih, "Kenapa nak? Apakah kamu tidak bersedia."
Lelaki itu mencoba menghilangkan jejak tangisannya dengan mengusapnya dengan tangan.
"Apa yang ibu minta, pasti yang terbaik." Jawab lelaki itu.
"Jadi.... kamu bersedia menikahi anakku?"
Tanya Abi Hamzah tersenyum lega setelah mendengar ucapan itu.
Lelaki itu mengangguk, "Iya Pak."
"Alhamdulillah." Syukur Abi Hamzah dengan senang.
"Apakah dirimu mau melihat calon istrimu?" Lanjutnya.
Lelaki itu lekas menatap Abi Hamzah dan menggeleng kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semarang Bertemu Jakarta Bertamu (On Going)
Dla nastolatkówSeorang gadis yang tengah berlibur ke Jakarta untuk menghilangkan rasa sedihnya karena gagalnya masuk perguruan tinggi. Liburan itu tak sedikit banyak mengalami kejadian-kejadian yang tidak mengenakkan. Jakarta akan menjadi tempat yang bersejarah b...