Bab 21 : Gemi murka

107 58 76
                                    


Gemi membasuh wajahnya yang babak belur dengan air dingin, walaupun ada rasa perih di beberapa luka, tapi dia terus mengusap wajahnya. Tak beberapa lama, terdengar dua orang guru masuk ke dalam toilet. Gemi yang berada di bilik toilet besar pun mendengar, Pak Rusdi dan Pak Ian sedang berbicara.

"Masalah tadi gimana, Pak?" Tanya pak Ian.

"Selesai, setelah ini Sagitarius di skors 2 minggu, anak itu emang bandel," jawab Pak Rusdi sambil membasuh tangannya pada wastafel. Mendengar nama Sagi disebut, Gemi menajamkan telinganya.

"Bukannya yang bertengkar itu Aries dan anak baru itu, Pak?"

"Kepala sekolah bilang, jangan menyangkut pautkan hal ini dengan Aries karena dia mau pertandingan. Sedangkan anak baru itu, ayahnya salah satu pebisnis terkenal, Pak Sufhi bilang jangan menyenggolnya," jelas Pak Rusdi.

"Tapi, karena Sagitarius ini bukan lagi anak Pak Heru dan bu Asih, kata pak sufhi jadikan saja dia kambing hitam masalah ini. Karena, murid yang lain sudah melihat keributan itu, kalau tidak ada yang dihukum. Sekolah ini bisa di ragukan kedisiplinannya," tambah Pak Rusdi.

Gemi yang mendengar hal itu mengepalkan tangannya dengan kuat ke sudut wastafel, kepalanya memanas mendengar kelakuan pak Sufhi yang di ucapkan oleh Pak Rusdi. Setelah itu, kedua orang guru itu keluar dari dalam toilet, barulah Gemi keluar dari bilik. Dengan perasaan marah dan kesal yang luar biasa, Gemi membawa tong sampah bersama nya saat keluar.

Dengan langkah pasti, Gemi berjalan menuju ruangan kepala sekolah dengan tong sampah di tangannya. Cowok itu berhenti didepan pintu yang terbuka dan melemparkan tong sampah ke dalamnya yang terdapat pak Sufhi dan beberapa guru. Sampah berhamburan, memenuhi ruangan kepala sekolah. Murid murid yang berada disekitar mulai berdatangan, melihat apa yang terjadi setelah mendengar bunyi benda dilempar dengan keras.

"Kamu!" Pak Sufhi menatap marah ke Gemi yang tengah berusaha untuk menetralkan amarahnya.

"Kamu Gemi, kan? Ada apa?" Tanya bu Endah, karena dia kenal dengan murid baru di kelasnya itu.

"Lo nggak ada bedanya sama SAMPAH!" Gemi berteriak tepat di depan wajah pak Sufhi.

"Apa maksud kamu?" Pak Sufhi berusaha untuk menahan emosinya.

"Lo pikir gue nggak tau, lo sama antek antek duit yang nggak berguna ini, mau kambing hitamkan Sagi!" Teriak Gemi menunjuk Pak Rusdi dengan tajam.

"Gemi, ikut ibu dulu yuk," kata bu Endah berusaha untuk menenangkan Gemi.

"Lo itu cuma budak duit, bisa-bisanya lo gini in anak murid lo sendiri!" Terus, lagi dan lagi Gemi menyerang pak Sufhi dengan ucapan kasarnya. Melihat para murid yang mulai berbisik bisik tentangnya, wajah pak Sufhi panik langsung keteteran.

"Gemi, Bapak kan tidak akan menghukum kamu, Bapak tau kalau kamu itu anak Pak Bandi—" ucapannya terpotong saat Gemi melayangkan tinjunya ke wajah kepala sekolah itu. Membuat semua orang berteriak kaget, ada yang memegang dan menahan Gemi, dan ada yang menyelamatkan pak Sufhi dari tempat kejadian perkara.

Keadaan kembali rusuh, Sagi yang ditarik oleh Ningrum bergegas melihat Gemi yang ditahan oleh beberapa guru dan murid. Saat menghampiri Gemi, Sagi sekilas terlihat Pak Sufhi yang terduduk lemas memegangi bibirnya yang mengeluarkan darah.

"Gemi, lo kenapa sih!" Sagi menoleh ke Gemi yang mengatur napas dan terlihat sedang menahan emosinya yang membeludak. Cowok itu menoleh Sagi dengan wajah frustrasi.

"Dia! Dia, itu aku jadi in lo kambing hitam. Lo itu nggak salah," jelas Gemi dengan wajah memerah.

"Cuma karena lo bukan lagi anak orang kaya, sampah itu bisa se enaknya sama lo!" Teriak Gemi, Sagi yang mendengar hal itu hanya bisa menghela napas dalam. Dia sempat kaget saat mendengar penjelasan Gemi, tapi semuanya mungkin terjadi sekarang, dia bukan siapa siapa lagi.

"Bawa dia pergi, tenangin dia," kata bu Endah ke Sagi. Juliana langsung menarik tangan Gemi, Ningrum sampai terkejut dibuatnya.

"Jul," Juliana menoleh ke belakang saat mendengar panggilan Ningrum, betapa terkejutnya dia saat melihat yang dia tarik bukan tangan Sagi, tapi tangan Gemi.

"Eh maaf, salah tarik orang," ucap Juliana, Ningrum menepuk dahinya.

"Lo ikut gue," Sagi menarik tangan Gemi, sebenarnya cowok itu menolak, tapi saat melihat manik Sagi yang kelihatan lelah. Dia pasrah ditarik pergi dari sana, walaupun keinginannya untuk memecahkan kepala sekolah lebih besar.

Sagi membawa Gemi ke ruang UKS yang memang agak jauh dari ruangan kepala sekolah. Ningrum dan Juliana mengekori, mereka takut Gemi malah marah dan menyerang Sagi. Tidak ada yang tidak mungkin, bukan.

"Lo ada masalah apa sih, Gem," Sagi menatap manik cowok itu yang masih meredam amarahnya.

"Lo pikir gue bakalan diam aja setelah tau kelakuannya begitu ke lo," Gemi menunjuk nunjuk ke arah ruangan kepala sekolah yang jauh disana, membuat Juliana dan Ningrum bergetar ketakutan.

"Lo nggak ada hubungannya sama ini, mau gue di hukum atau apapun itu," ucap Sagi, Gemi menoleh gadis itu dengan teduh.

"Nggak akan gue biarin orang nyakitin lo, Sagi," ucapa Gemi.

"Tapi kenapa Gem? Lo kasihan sama gue sekarang?" Gemi mengerutkan keningnya, dari ucapan gadis itu terdengar bahwa Gemi tidak tulus berteman dengannya.

"Lo mikir apa sih,"

Sagi hanya bingung, dia sekarang mengartikan semuanya dengan rasa kasihan. Apalagi setelah Aries mengusirnya, apa semua orang hanya merasa kasihan karena dia anak yatim piatu?

"Gue nggak perlu di kasihan in," gumam Sagi sambil menunduk. Melihat sahabatnya yang menunduk sedih, membuat Juliana dan Ningrum berlarian menghampirinya.

"Sagi, kenapa?" Tanya Ningrum.

"Gi, you okay?" Tanya Juliana lagi. Gadis itu bergeleng pelan.

"Gue, takut," ucapnya.

"Lo nggak perlu takut," Ningrum merangkul Sagi kedalam pelukannya.

"Gue mau pulang,"

Sagi melepaskan rangkulan Ningrum padanya, dengan pandangan kosong gadis itu berjalan menuju kelas dan mengambil tas miliknya. Tidak memperdulikan semua tatapan orang padanya, Sagi lelah, dia menyerah dengan keadaan ini.

Sagitarius with Aries [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang