05. it's a war

221 41 31
                                    

you're leaving me breathless
i hate it i hate it

"Tumben jam segini masih rapi, mau ke mana lagi memangnya, Pak?" tanya Sahna pada ayahnya.

Gadis itu baru sampai di rumah menjelang magrib. Begitu masuk ke dalam rumah, ia memandang heran penampilan ayahnya.

Pria bertubuh tinggi besar dengan kumis tebal yang sedang bersiap itu berhenti sejenak dari kegiatannya. Ia menoleh ke arahnya anaknya sambil merapikan kemeja dan celana katun yang dikenakannya.

Sambil memakai jam tangannya, Gunawan menjawab, "Ke vila," jawabnya. Ia kemudian lanjut bertanya. "Mau bareng sekalian, nggak? Habis Isya kamu mau privat anak-anak, 'kan?"

"Terus ini makan malamnya gimana?" Sahna menyodorkan kantung makan yang dibawanya.

"Simpan aja dulu. Nanti Cakra kita ajak makan aja sekalian," jawab Gunawan yang seketika membuat Sahna mematung.

Kenapa ayahnya tahu ada Cakra di sini?

Seakan melihat wajah Sahna yang kebingungan, Gunawan ambil alih bicara lagi. "Jadi gimana? Mau bareng Bapak atau kamu ke sana nyusul?"

"Eh, nanti aja. Aku mau mandi dulu," jawab Sahna sekenanya. "Kok Bapak tahu ada Cakra ke sini?" Ada perasaan aneh saat Sahna menyebut nama pria itu. Nama itu terasa asing di mulutnya.

"Tadi Bapak ketemu Mang Ono. Kata Mang Ono ada Cakra lihat-lihat kebun terus mau ke vila. Jadi sekalian aja Bapak samperin. Udah lama, lho, keluarga mereka nggak datang ke sini," jelas Gunawan pada anaknya. Suara dan ekspresinya penuh antusias dengan kehadiran Cakra, berbanding terbalik dengan anak gadisnya yang seakan sudah pucat pasi menahan diri untuk tidak terpengaruh setiap kali ayahnya menyebut nama sang pria.

Tiba-tiba napas Sahna menjadi berat hanya dengan mendengar nama Cakra. Ditambah ia baru saja berpapasan dengan pria itu. Sialnya hal itu hanya membangkitkan sesuatu dalam diri Sahna yang bertahun-tahun coba dikubur dalam-dalam.

"Oh," balas Sahna kehilangan kata-kata dalam kepalanya. Bibirnya sulit untuk digerakan.

Sahna memang tidak pernah memberitahu Gunawan alasannya tiba-tiba tidak lagi berhubungan dengan Cakra. Sahna beralasan karena keduanya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Mungkin saja ayahnya mencurigai sesuatu terjadi. Untungnya hanya sebatas menduga-duga saja. Gunawan memang tidak begitu banyak ikut campur dengan kehidupan pribadi Sahna kecuali yang ingin diceritakan sendiri oleh anaknya.

"Ya udah. Bapak duluan, ya." Gunawan melangkah meninggalkan rumah.

Setelah Sahna mencium tangan ayahnya, ia menghela napas panjang. Dienyahkannya pikiran yang mulai muncul tentang Cakra. Sahna kemudian memilih merapikan makanan yang dibawanya. Setelah itu ia membersihkan badan dan berganti pakaian.

Ada pikiran yang menyuruh Sahna untuk tidak mengajar anak-anak les hari ini. Ia tidak ingin kembali bertemu Cakra. Ia berpikiran untuk meminta Ammar menggantikannya.

Namun sebagian dirinya melawan. Kemarin sudah jadwalnya Ammar mengajari anak-anak. Keduanya memang secara sukarela saling bahu-membahu menemani dan membimbing anak-anak mengaji dan belajar bersama. Biasanya Ammar yang mengajar ngaji anak-anak, disambung setelahnya belajar dan mengerjakan PR bersama-sama. Sahna dan Ammar saling bergantian mengisi setiap kegiatan.

Sahna teringat Joselyn yang masih di kafe. Gadis itu mengirim pesan agar Joselyn datang dan menunggu di rumahnya. Namun ternyata Joselyn sedang bertemu dengan teman lamanya dan pergi ke daerah kota. Setidaknya Sahna tidak merasa bersalah karena meninggalkan Joselyn dalam waktu lama.

Menjelang isya, ponsel Sahna berbunyi. Sebuah pesan singkat dari Ammar tertera di layar.

Ammar
Na, saya absen dulu ngajar les ya
Abis ngajar ngaji saya pulang
Ada meeting dadakan

Temporary EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang