you were everything that i wanted
we were meant to be, supposed to be
but we lost it
•Matahari sudah menyorot ke balik jendela tempat Cakra sibuk di depan laptopnya sejak pagi. Segelas kopi hitam hasil seduhannya dari biji kopi yang diberikan Sahna berada di samping laptop. Sementara fokusnya tetap tertuju pada layar. Asistennya di Jakarta sudah memberikan banyak berkas untuk diperiksa hari ini. Selain itu, sepuluh menit lagi Cakra juga harus memimpin rapat persiapan anniversary perusahaan di mana ia menjadi ketua pelaksananya.
Cakra sudah siap di depan layar video call, menunggu panggilannya tersambung dengan kantor di Jakarta. Selagi menunggu, Cakra membuka sosial medianya. Ia memang punya akun Instagram. Namun ia jarang menggunggah apa pun di sana. Hanya ada beberapa foto saja di akunnya. Ia lebih sering memperhatikan unggahan orang-orang.
Baru saja membuka halaman Instagram, Cakra melihat unggahan Sahna berada di paling atas berandanya. Kali ini gadis itu mengunggah foto latte art dengan caption yang menyiratkan bahwa ia yang membuatnya sendiri.
Tatapan Cakra tertuju pada dua cangkir yang ada dalam foto. Dua? Memangnya Sahna sedang berduaan dengan siapa? Joselyn? Tapi tidak ada kabar Joselyn hendak datang ke Bandung.
Penasaran, Cakra coba melihat siapa orang yang sedang bersama Sahna lewat tanda yang disematkan sang gadis. Namun nihil. Gadis itu tidak menandai siapapun.
Perhatian Cakra tertarik pada komentar yang ada di bawah postingan. Ia menekannya dan melihat Ammar memberikan beberapa komentar. Ada satu komentar yang menarik perhatian Cakra.
ammarentjony thx for the free coffee tho
Mata Cakra menyipit membaca komentar itu. Apa itu artinya cangkir yang satunya lagi milik Ammar? Maksudnya mereka sedang berdua di kafe?
Lalu Cakra ingat ucapan Sultan yang berkata bahwa Sahna sering menghabiskan waktu bersama Ammar. Apakah mereka menghabiskan waktu bersama-sama juga di kafe? Memangnya Ammar tidak bekerja? Cakra tidak ingat pekerjaan Ammar tapi bukankah pria itu punya pekerjaan? Kenapa waktu luangnya banyak sekali hingga bisa nongkrong bersama Sahna di jam kerja begini?
Dugaan demi dugaan memenuhi kepala Cakra. Lagi-lagi banyak pertanyaan muncul. Seberapa dekat Sahna dan Ammar? Apa benar ucapan Sultan bahwa keduanya tidak berpacaran? Tapi kenapa Sahna mengunggah foto dua cangkir kopi? Orang awam tentu saja akan menyangka ia sedang mengunggah foto pasangan.
"Berengsek! Kenapa juga harus gue pikirin?!" geram Cakra untuk dirinya sendiri.
Hanya saja Cakra tidak sadar bahwa mikrofonnya masih menyala.
"Ada apa Pak Cakra?" tanya asistennya dari ujung sambungan.
"Bukan apa-apa," sahut Cakra cepat. "Lagi coba cari sinyal," dustanya.
Cakra cepat-cepat menutup aplikasi Instagram dan menjauhkan ponselnya. Ia tidak boleh teralihkan dengan apa yang baru dilihatnya. Namun tetap saja Cakra tidak bisa melupakan hal itu. Dalam pikirannya kini sudah membuat rencana akan pergi ke kafe Sahna setelah rapat selesai. Ia ingin lihat apa yang Sahna lakukan setiap hari dan kenapa Ammar selalu saja bersama-sama dengan sang gadis.
Begitu rapat dimulai, Cakra mencoba memusatkan perhatian pada agenda dan pembahasan yang dibicarakan. Tapi ia tidak bisa bohong bahwa pikirannya sudah melayang berada di Impresso. Ia sudah ingin bertemu dengan gadis yang selalu menyita pikirannya itu. Ia ingin memastikan dengan mata-kepalanya sendiri bahwa ucapan Sultan benar atau ia tidak akan pernah tenang selama berada di Bandung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Temporary Effect
RomanceMendapatkan warisan sebuah vila tempatnya menghabiskan masa kecil dan perkebunan luas dari mendiang ayahnya, Cakra Nataprawira memiliki rencana untuk menginvestasikan bagian warisannya. Lagipula vila itu menyimpan terlalu banyak kenangan yang ingin...