13. jealousy, jealousy

154 26 33
                                    

that's should be me
making you laugh

Kening Sahna berkerut melihat anak-anak yang masih berkerumun di depan vila. Seharusnya mereka sudah masuk dan hendak belajar di dalam.

Berjalan mendekat, Sahna melihat mobil Cakra terparkir di halaman vila. Kening Sahna semakin berkerut dalam melihat situasi di depannya.

Apakah Cakra belum pulang ke Jakarta?

"Teh, ada A Cakra di dalam. Kita gimana?" tanya Sultan saat menyadari kedatangan Sahna.

Sahna berusaha mencari jalan keluar. Seandainya ada Ammar juga, ia bisa berdiskusi dengan pria itu. Atau mungkin Ammar yang akan mengurusi situasi ini. Sayangnya hari ini Ammar tidak bisa bergabung karena masih harus bekerja.

Berjalan masuk ke dalam halaman vila, Sahna melihat Cakra sedang duduk di kursi kolam renang. Pria itu sepertinya sedang menelepon dengan seseorang. Dada Sahna tiba-tiba berdetak dua kali lebih cepat selagi langkahnya semakin dekat menghampiri pria itu.

Begitu melihat kehadiran Sahna, Cakra segera menyelesaikan teleponnya. "Hai," sapa Cakra kikuk.

"Kamu belum pulang ke Jakarta?" tanya Sahna tanpa basa-basi.

"Udah balik tadi pagi, tapi langsung ke sini lagi setelah kerja," jawab Cakra datar.

"Kenapa?" suara Sahna naik.

Cakra menghela napas sambil mengangkat satu bahunya. Kedua tangannya terlipat di depan dada. "Mau ngawasin renovasi vila dan ngurusin lahan."

Kenapa harus dia sendiri yang turun tangan? Bukannya bisa nyuruh orang aja? Batin Sahna menggerutu.

Namun ia mengenyahkan pikirannya. Bukan itu yang ingin Sahna bicarakan dengan Cakra. Ia mengerjap beberapa kali lalu kembali bicara, "Anak-anak ada di luar. Hari ini jadwal mereka belajar. Masih diizinin pakai tempat ini nggak?" tanyanya ketus.

"Lho? Kenapa harus minta izin? Silakan aja," jawab Cakra.

"Mereka takut masuk karena lihat mobil kamu parkir di depan," ujar Sahna lagi.

"Oh," sahut Cakra. "Maaf."

Tidak menghiraukan Cakra, sang gadis kembali berbalik dan menghampiri anak-anak. Ia bisa merasakan Cakra mengikutinya di belakang. Namun Sahna berusaha tidak menganggapnya meski darahnya berdesir lebih cepat.

"Ayo, anak-anak, kita mulai belajarnya!" seru Sahna kepada anak-anak.

Di belakangnya, Cakra menimpali. "Maaf ya. Saya nggak dengar kalian ada di depan."

Satu per satu anak-anak masuk ke dalam vila. Sahna menutur di belakang mereka. Kira-kira ada lima belas anak yang hadir hari ini.

Di dalam area ruang tamu dan ruang tengah, anak-anak memenuhi ruangan. Sahna sedikit kewalahan karena harus mengajari mereka satu per satu. Biasanya ia akan membagi dua tugasnya dengan Ammar. Namun hari ini sepertinya ia harus mengubah strategi.

"Oke, karena hari ini A Ammar nggak ada, kita belajarnya bareng-bareng aja ya? Mau belajar apa hari ini?" tanya Sahna pada anak-anak.

"Bahasa Inggris, Teh! Aku ada PR Bahasa Inggris!" seru salah seorang anak yang didukung beberapa temannya.

"Ih! Matematika aja! Besok aku mau ulangan!" timpal anak-anak yang lainnya.

Suasana pun menjadi riuh oleh anak-anak yang saling menimpali. Mereka terbagi jadi dua kubu, yang satu ingin belajar Matematika, yang satunya lagi ingin belajar Bahasa Inggris. Awalnya hanya saling melempar komentar, namun lama-lama mereka mulai saling berteriak dan membuat gaduh.

Temporary EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang