07. even just a lil bit

231 29 32
                                    

why won't you ever be the first one to break?
even my phone misses your call

"Na—"

Belum sempat Cakra menyelesaikan kalimatnya, Sahna sudah melepaskan sabuk pengaman dan terburu-buru keluar dari mobil. Mobil baru saja selesai parkir. Cakra bahkan belum mematikan mesin mobil tapi gadis itu seperti alergi berada di dekat Cakra dan harus segera menjauh.

Menghela napas, Cakra mematikan mesin mobil lalu berjalan keluar. Ia melirik jam tangannya. Mungkin ia masih bisa sampai di Jakarta sebelum tengah malam.

Berjalan masuk ke dalam kafe, aroma kopi menyeruak ke dalam hidung Cakra. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling sudut kafe. Tempatnya bertema vintage dengan dominasi kayu dan warna senada. Tempat ini mengingatkan Cakra pada Belle Cafe tempatnya dulu sering menghabiskan waktu dengan Sahna.

Kursi-kursi kayu berjajar rapi melingkari setiap meja. Di beberapa sudut ada sofa panjang. Di sudut lain terdapat tembok yang dialihfungsikan sebagai rak buku juga tempat lukisan dan pajangan.

Cakra melihat sudah kembali Sahna di belakang meja konter. Gadis itu sudah memakai apron kafe dan terlihat sedang membuat minuman.

Ragu-ragu, Cakra berjalan menghampiri sang gadis. Namun langkahnya terhenti saat Joselyn menghadangnya. "Udah selesai?" tanyanya.

Terkesiap, Cakra mengangguk kecil. "Udah," jawabnya sedikit terbata.

Joselyn melihat perubahan dalam wajah Cakra. Ia kemudian mengikuti pandangan iparnya ke arah gadis berambut pirang yang sedang membuat minuman di balik meja konter. Ia lalu berkata, "Aku nunggu di meja pojok ya. Kamu ngobrol aja dulu sama Sahna."

"Eh, nggak, Mbak. Yuk, balik sekarang aja." Cakra cepat-cepat menolak.

"Yakin?" tanya Joselyn. "Mumpung masih di sini?"

Cakra mengangguk satu kali. Seluruh tubuhnya sebenarnya ingin berjalan menghampiri Sahna dan bicara pada gadis itu. Cakra tidak peduli jika Sahna hanya akan marah atau bersikap ketus pada dirinya. Ia hanya ingin melihat wajah Sahna dan mendengar suaranya.

Tapi akal sehatnya menahan. Sebaiknya hari ini cukup pertemuan mereka. Cakra tidak mau menambah amarah Sahna. Gadis itu bisa seketika memasang ekspresi menyeramkan hanya dengan melihatnya. Entah apa yang akan dilakukan Sahna jika Cakra memaksa untuk terus bicara. Bisa jadi Cakra akan dilarang masuk selamanya ke kafe ini.

Ada baiknya Cakra bertindak pelan dan hati-hati. Melakukan hal-hal spontan hanya akan membuat hubungannya yang sudah buruk dengan Sahna menjadi jauh lebih buruk.

"Ya udah aku pamitan dulu sama Sahna. Kamu mau ikut?" Joselyn menawari.

Cakra menggeleng. "Gue tunggu di mobil ya, Mbak."

Raut wajah Joselyn sebenarnya masih ingin memaksa iparnya untuk kembali berkomunikasi dengan Sahna. Namun ia menahan diri dan memilih untuk mengalah. Wanita itu berjalan ke arah konter sementara Cakra kembali ke luar.

Cakra kembali masuk ke dalam mobil. Dari dalam mobil, ia masih bisa melihat sedikit kegiatan Joselyn dan Sahna yang sedang mengobrol. Meski dari kejauhan, Cakra bisa melihat mata Sahna yang menyipit saat gadis itu tersenyum. Giginya yang rapi terlihat saat ia tersenyum. Pipinya menjadi lebih bulat saat ia tersenyum. Cakra ingat bagaimana ia selalu usil mencubit pipi Sahna setiap kali gadis itu tersenyum.

"Ih! Sakit tahu!" protes Sahna. Senyumnya menghilang, berganti dengan bibirnya yang bersungut.

"Kamu lucu kalau senyum. Gemes pengen aku cubit." Cakra mencubit lagi pipi Sahna.

Temporary EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang