you're looking so innocent
i might believe you if i didn't know
•Sorot cahaya matahari membuat Cakra tidak nyaman. Pria itu mau tidak mau membuka matanya. Mengerjapkan mata dan mengumpulkan kesadarannya sejenak, Cakra berguling ke arah sofa. Keningnya berkerut saat melihat sofa yang sudah kosong.
Ke mana Sahna? Apa gadis itu sudah bangun?
Cakra merasakan perutnya yang masih sedikit bergejolak dan kepalanya yang masih pusing. Namun ia tidak menghiraukannya. Ia memilih beranjak dari kasur dan keluar dari kamar.
"Sahna?" panggil Cakra begitu ia ada di lantai bawah.
Namun gadis itu tidak terlihat di manapun. Cakra berharap Sahna ada di dapur, sedang membuat sarapan dan akan langsung menyambutnya dengan senyum hangat begitu Cakra menghampiri. Ingatan di masa lalu itu berputar dengan sendirinya dalam kepala Cakra.
"Good morning," sapa Cakra saat melihat Sahna sudah sibuk di dapur apartemennya. "Kenapa nggak bangunin aku?"
Cakra berjalan semakin dekat ke arah gadisnya. Ia menelusupkan kedua tangan ke pinggang Sahna yang sedang membuat omelet. Satu kecupan mendarat di pipi sang gadis.
"Aku nggak akan bisa selesai bikin sarapan kalau kamu kayak gini," keluh Sahna.
"Ya udah nggak usah sarapan." Cakra semakin mengeratkan dekapannya. Ia mengubur wajahnya dalam ceruk Sahna dan menghirup aroma sang gadis dalam-dalam.
Sahna meronta. "Sana duduk! Aku nggak suka diganggu kalau lagi di dapur!" perintahnya coba melepaskan diri dari pelukan kekasihnya.
"Jadi kamu lebih pilih masak daripada aku?" protes Cakra dengan penuh penekanan. Suaranya memberat.
"Iya," jawab Sahna dengan mengulum senyum. Hal itu membuat wajah Cakra menjadi lebih serius dengan tatapan memicing.
Dengan satu gerakan cepat, Cakra mematikan kompor yang sedang menyala, melepaskan sumpit dari tangan Sahna, lalu membawa gadis itu ke meja pantri yang kosong.
Sahna terkesiap saat Cakra mengangkat tubuhnya. Namun belum sempat memprotes, pria itu menyambar bibirnya dengan rakus.
"Somebody needs to be reminded about last night," bisik Cakra di sela ciuman mereka.
"Cakra," desah Sahna dalam ciuman mereka. Gadis itu hendak memprotes dan melepaskan diri namun sentuhan sang pria membuat dirinya terlena.
"A Cakra?" Suara dari luar membuyarkan pikiran Cakra.
Cakra berjalan ke arah pintu. Ia kemudian tersadar pintunya tidak terkunci. Apakah Sahna sudah pulang? Kapan?
Cakra ingat ia terbangun tengah malam. Saat itu ia melihat Sahna sudah tertidur di sofa. Ada pikiran Cakra yang ingin memindahkan Sahna ke kasur. Namun ia takut sang gadis terbangun dan memaksa untuk pulang di tengah malam. Akhirnya Cakra hanya mengambil selimut dan bantal agar Sahna lebih nyaman tidur.
"Ada apa Mang Ono?" tanya Cakra saat melihat Ono sudah berdiri di depan pintunya membawa sebuah rantang makanan.
Ono memberikan wadah makanan itu kepada Cakra. "Tadi subuh saya lihat mobil A Cakra di sini, jadi saya pikir A Cakra mungkin menginap. Ini dari Bi Tuti, katanya untuk sarapan."
"Eh, terima kasih, Mang," ucap Cakra menerima wadah itu dengan kikuk. "Nggak usah repot-repot. Saya sebentar lagi juga pulang ke Jakarta."
"Harus sarapan dulu atuh, A. Kan perjalanannya jauh," gumam Ono. "Kalau perlu apa-apa, saya di kebun ya, A."
KAMU SEDANG MEMBACA
Temporary Effect
RomanceMendapatkan warisan sebuah vila tempatnya menghabiskan masa kecil dan perkebunan luas dari mendiang ayahnya, Cakra Nataprawira memiliki rencana untuk menginvestasikan bagian warisannya. Lagipula vila itu menyimpan terlalu banyak kenangan yang ingin...