i see you everywhere
the only we share is this small town
•Hari ini Sahna datang ke kafe lebih siang karena harus menunggu Cakra pergi dari rumahnya. Pria itu baru pergi sekitar pukul sepuluh. Sahna sudah bergerak gusar di kamar ingin segera berangkat ke kafe. Namun ia tidak mau jika harus diantar Cakra. Maka dari itu Sahna memilih menunggu hingga sang pria benar-benar pergi.
Untung saja pria itu seperti sudah punya janji dengan orang lain. Setelah Cakra pergi, dengan cepat Sahna berpamitan pada ayahnya. Ia tidak ingin menambah panjang obrolan tadi pagi dengan ayahnya itu.
Masuk ke dalam kafe, para pegawai sudah berada di posisi masing-masing. Kafe pun sudah buka. Di sudut area luar, Ammar sudah terlihat sibuk dengan laptopnya.
Sahna berjalan ke balik meja konter. Ia kemudian menyibukkan diri dengan segala pekerjaan yang bisa dikerjakannya. Tidak lama, Mira, salah seorang pegawainya datang menghampiri.
"Teh, udah dengar kabar tentang Teh Sahna?" tanya Mira ragu-ragu.
Alis Sahna mengerut. "Berita apa?"
Sejenak, Mira seperti ragu untuk menjawab. Ia melirik ke kanan dan kiri untuk memastikan kondisi agar tidak ada yang mendengar. Hal itu membuat Sahna menjadi awas. Ia mendekatkan diri ke arah Mira untuk mendengar lebih jelas.
Saat Mira hendak bicara, tiba-tiba Ammar sudah berdiri di dekat mereka.
"Lagi pada bahas apa, sih? Serius banget?" tanya Ammar yang membuat Sahna dan Mira terperanjat.
"A Ammar! Ngagetin aja!" pekik Mira mengelus-elus dada.
Ammar terkekeh. "Kalian ngobrol bisik-bisik kayak gitu. Ada apa sih? Ada gosip ya?" tanyanya usil.
Mira mengurungkan niatnya untuk bicara. "Nanti aja Teh, dilanjut lagi," ucapnya lalu meninggalkan Sahna kembali ke belakang.
Mengenyahkan pikiran tentang Mira dan apa yang hendak dikatakannya, Sahna mengalihkan diri pada Ammar. "Mau apa, Mar?"
Bukannya menjawab, Ammar malah balik bertanya. "Mira ngomong apa?"
Sahna menggeleng. "Nggak tahu. Tapi kayaknya serius deh. Dia sampai mastiin sekitar gitu sebelum ngomong. Tapi kamu keduluan datang."
"Oh," sahut Ammar mengangguk-angguk. Pria itu mengambil kursi dan duduk. Tubuhnya dicondongkan ke arah Sahna. "Kayaknya saya tahu Mira mau ngomong apa."
"Apa?"
"Kamu lagi jadi trending topic di desa," bisik Ammar pelan.
"Hah? Kenapa?" tanya Sahna. Namun dalam hatinya ia sudah tahu kenapa dirinya jadi bahan pembicaraan.
"Tadi malam kamu nginap di vila sama Cakra, 'kan?" tanya Ammar.
Napas Sahna tertahan mendengar nama Cakra. Darahnya tiba-tiba berdesir lebih cepat. Dugaan Sahna benar. Ia meruntuk dalam hati. Kenapa semua orang selalu membicarakan Cakra? Sahna sudah lega karena ayahnya tidak memperpanjang urusan dengan Cakra, tapi semua orang masih saja membicarakannya.
Kenapa sih orang di sini senang banget mengurusi urusan orang lain?
Sahna memilih tidak langsung menjawab. Ia hanya diam menatap Ammar dengan seribu arti.
"I'm not judging, Na. Saya juga nggak mau suudzon. Tapi kamu tahu sendiri orang di sini gimana," ujar Ammar merespon pada tatapan Sahna.
Menghela napas berat, Sahna berkata, "Aku nggak melakukan apa pun."
"I believe you," sahut Ammar. Ia kemudian mengibaskan tangannya cepat. "Udah lah, nggak usah dipikirin. Beberapa hari ke depan juga warga mah udah lupa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Temporary Effect
RomanceMendapatkan warisan sebuah vila tempatnya menghabiskan masa kecil dan perkebunan luas dari mendiang ayahnya, Cakra Nataprawira memiliki rencana untuk menginvestasikan bagian warisannya. Lagipula vila itu menyimpan terlalu banyak kenangan yang ingin...