2

472 51 4
                                    

Setelah dua minggu menikmati liburan kenaikan kelas, satu per satu murid sudah mulai memenuhi bangku mereka. Riuh rendah suara obrolan mengisi udara, membangkitkan semangat akan dimulainya semester baru. Seorang pemuda jangkung berkulit putih melangkah masuk dengan tenang, matanya langsung menyapu seluruh sudut kelas hingga tertuju pada kursi di dekat jendela, urutan keempat dari depan. Di sana, Zayyan, sahabatnya, tertidur lelap seperti biasa, tak terganggu oleh suara keramaian di sekitarnya.

Leo, pemuda itu, menarik napas panjang. Tanpa perlu berpikir, dia berjalan menuju kursinya sendiri yang berada tepat di depan meja Zayyan. Dengan gerakan terbiasa, Leo memutar kursinya, duduk berhadapan dengan sahabatnya yang masih terlelap. Dia menatap wajah tenang Zayyan, lalu menepuk lembut pipi tembamnya.

"Bangun, Zay. Udah bel, bentar lagi guru masuk," ucap Leo setengah berbisik.

"Eugh, bangunin pas gurunya udah masuk," jawab Zayyan pelan, suaranya serak dan matanya tetap terpejam.

Leo hanya menghela napas panjang. Kebiasaan yang tak pernah berubah, pikirnya. Sesekali, Leo bertanya-tanya, apa yang sebenarnya dilakukan Zayyan setiap malam sehingga selalu tampak seperti orang kekurangan tidur.

"Masih tidur?" terdengar suara Davin yang baru saja memasuki kelas bersama Wain dan Lex.

Leo mengangguk, "Masih."

Wain terkekeh pelan. "Masih sama aja kebiasaannya ya? Bangunin deh, daripada nanti kena omel guru."

Leo menatap Zayyan, lalu berkata dengan suara datar, "Udah gue bangunin, tapi katanya tunggu gurunya masuk dulu."

Lex, tak sabar, mendekat dan menggoyang bahu Zayyan. "Zay, bangun! Keburu guru datang, nanti malah kena omel," serunya.

Zayyan membuka mata perlahan, mengerjap-ngerjap sebentar. Kemudian perlahan menegakkan tubuh, berusaha mengusir kantuk yang masih menggelayuti.

"Lo ngapain sih pagi-pagi udah datang cuma buat tidur? Semalam nggak tidur?" tanya Lex penasaran, sementara ketiga temannya ikut menunggu jawabannya.

"Gue sibuk, Lex, kalau malam," jawab Zayyan santai.

"Sok sibuk!" sahut Leo dengan nada jengkel, jelas tak mempercayai jawaban sahabatnya.

"Eh, seriusan, gue sibuk," balas Zayyan dengan wajah sok serius, membuat teman-temannya menggeleng pelan.

"Sibuk ngapain?" tanya Lex lagi, kali ini benar-benar ingin tahu.

"Memikirkan lo," jawab Zayyan dengan senyum nakal.

"Alah, basi banget!" Leo menyahut dengan kesal, sedangkan yang lain ikut tertawa mendengar jawaban Zayyan yang tak pernah serius.

Suasana yang sempat riuh mendadak hening saat seorang guru perempuan masuk ke kelas. Bu Rini, dengan senyumnya yang hangat, berdiri di depan kelas.

"Pagi anak-anak. Hari ini kita kedatangan teman baru. Silakan masuk, nak," ucap Bu Rini ramah.

Seorang pemuda tinggi tegap dengan kulit seputih porselen melangkah masuk ke kelas. menarik perhatian penghuni kelas. Beberapa murid perempuan berbisik kagum, terpesona oleh wajah asing dan aura misterius yang dibawanya.

"Perkenalkan dirimu, Nak," ujar Bu Rini.

Pemuda itu menatap seisi kelas tanpa banyak ekspresi. "Nama saya Sing. Pindahan dari Hong Kong," ucapnya dengan suara yang dingin dan datar, membuat suasana yang tadinya hangat kembali senyap.

Tembok tak kasat mata seolah terbentuk di sekitar Sing, menutup celah bagi siapa pun yang ingin mendekat. Keheningan menggantung, tak ada satu pun yang berani mengajukan pertanyaan, meskipun Bu Rini memberi kesempatan.

Izinkan Aku Pergi •Zayyan Story• ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang